TUJUH

100 64 32
                                    

★🎧˗ˏˋ ꒰𝘛𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘯𝘺𝘢𝘮𝘢𝘯,
𝘱𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘮𝘢𝘯.꒱ ˎˊ-✩

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃
┊ ┊ ┊ ┊ ┊ ┊
┊ ┊ ┊ ┊ ˚✩ ⋆。˚ ✩
┊ ┊ ┊ ✫
┊ ┊ ︎✧             🎧 ˗ˏˋ ꒰𝘈𝘓𝘖𝘙𝘈꒱ ˎˊ- ✩
┊ ┊ ✯                       ᵃˡᵗᵉᶻᶻᵃ ᶻᵉᵒʳᵃ
┊ . ˚ ˚✩

⋆⁺₊⋆ ☾ ⋆⁺₊⋆

Zeora.

Sudah terhitung seminggu para Andromeda datang ke rumah gue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sudah terhitung seminggu para Andromeda datang ke rumah gue. Mereka bahkan sudah terbiasa dengan celotehan dan kata kasar yang sering gue keluarkan.

Bahkan sampai saat ini, mereka masih saja setia duduk menonton televisi sambil tertawa. Suara tawa mereka menggelar sampai ke kamar atas.

Gue berkacak pinggang menatap mereka, mengambil Snack di atas meja dan mematikan televisi menggunakan remote.

Sontak Andromeda menoleh ke arah gue.

"Kok di matiin?" Varel menatap gue dengan tatapan sendu, memohon dengan mata berkaca-kaca.

"Eh gue gak bakal terkecoh dengan air mata itu. Udah terhitung dua hari terakhir Lo kek gitu. Gak...gak gue gak bakal nyalain."

"Lagian kalian datang mulu kesini, ngabisin makanan sama kotorin rumah gue aja."

Para Andromeda memanyunkan bibir. Mereka bahkan lebih mirip anak kecil yang sedang merayu sang ibu. Dan gue gak bakal termakan wajah wajah mereka.

Padahal di sekolah mereka bersikap dingin dan biasa saja. Namun, saat berada di rumah mereka bahkan mengeluarkan sifat aslinya.

"Kita bakal bantu bersih bersih kok." Ujar Hanif yang terus menatap gue. Andromeda juga ikut menganggukkan kepala mengiyakan pernyataan Hanif.

Ya ampun gue gak tau pakai cara apa lagi agar mereka minggat dari sini.

"Makanan di dapur habis, kalian pergi beli sana."

"Biar gue aja." Altezza memasukan ponselnya dan beralih menatap gue. Dia berdiri menyodorkan tangannya.

Gue menaikan alis sebelah, "apaan?"

"Duit nya mana?"

"Pake uang gue? Oh tidak, pake uang kalian. Kalian yang makan, gue yang masak. Udah impas itu."

Gara mendekatkan dirinya di sebelah Zevano. "Perhitungan banget kembaran Lo." Ucapnya yang dapat gue dengar jelas.

"Iya, gue perhitungan. Semua yang ada di rumah ini gue itung semua. Mulai dari jumlah uang, baju bahkan jarum yang ada di dalam laci gue itung."

"Buset dah," Gibran terkejut mendengar penuturan gue. Dia bahkan menggelengkan kepala saking tak percayanya.

"Kalo Lo gak ngasih gue duit mending bareng aja ke Alfamart." Ucap Altezza. Dia menunggu gue menjawab pernyataan itu.

𝐀 𝐋 𝐎 𝐑 𝐀Where stories live. Discover now