- Perasaan Cemas

371 39 9
                                    







Nafas yang terengah-engah. Tim satu berhenti saat merasa sudah cukup jauh dari area pantai serta sudah ketinggalan si manusia misterius itu.

"Istirahat dulu. Cape gue," ucap Jendral di setujui semuanya. Mereka duduk lesehan tanpa alas, bahkan punggungnya mereka sendarkan pada pepohonan terdekatnya. Mengatur nafas yang tersenggal. Mereka beristirahat sejenak untuk minum serta memakai headlamp.

"Itu orang benerankan? Bukan setan?" Pertanyaan Laila membuat ia mendapatkan tepukan pada bibirnya dari Yesa. Gadis itu menatap Laila dengan sinis. "Jangan ngomong aneh-aneh. Kita lagi di hutan."

"Sorry, Yes."

"Kita gak nyasar, Jen?" Tanya Isell merasa hutan di sekelilingnya begitu lebat. Ia takut karena mengejar seseorang misterius itu membuat mereka berlari tanpa arah dan tujuan selain menangkap si misterius.

"Emang tujuan kita mau kemana?" Tanya Bas sembari memakai headlamp. Kameranya ia taruh cukup jauh darinya agar bisa mengarah pada mereka semua.

Jendral menggeleng. "Belum tau juga si gue. Yang punya info soal lokasi ini cuman si Haidan. Tapi, gue sempet baca dikit si. Kalau di villa nya itu tempat pembantaian para penghuninya, abis itu mayatnya di buang ke area hutan sama pantai ini. Bahkan ada yang di siksa di pantai, di lelepin gitu."

"Jadi?" Tanya Isell menatap Jendral serius. Jendral dan Isell jika sedang serius sangat serasi, karena keduanya memiliki aura yang sama. Tetapi, jangan berharap apa-apa dengan pasangan gelut ini. Selain suka gelut, Jendral sudah ada yang punya, wkwk.

"Kita cari tempat pembuangan mayatnya. Soalnya belum ada berita yang nemuin dimana mayat-mayatnya."

"Jadi, tujuan penelusuran kita kali ini. Nyari mayat?" Tanya Yanu dengan kedua alis yang terangkat.

Jendral mengangguk membuat Yanu seketika berdiri. "Ayo! Gue suka nyari begituan. Berasa detektif." kata Yanu dengan gaya sombong.

Yesa serta anggota lain ikut berdiri. "Aneh, suka ko nyari mayat. Suka mah sama Yesa aja kali," goda Renaldi sembari memulai kembali langkahnya untuk lanjut penelusuran.

Yanu tertawa pelan menanggapi godaan Renaldi. "Itu mah gak usah ditanya lagi. Udah cinta mati sama Neng Yesa!" Seru Yanu bangga. Yesa hanya geleng-geleng kepala saja menanggapinya.

Mereka terus berjalan mengikuti Jendral yang memimpin di depan. Namun, baru beberapa meter Jendral sudah menghentikan kembali langkahnya. "Kenapa, Jen?" Tanya Renaldi yang berada di bagian tengah.

Jendral berbalik, menatap mereka semua di belakangnya. "Perasaan gue tiba-tiba gak enak soal tim dua."

"Terus, kita mau balik lagi?!" Tanya Isell dengan nada ngegas.

"Enggak. Gue cuman ngomong apa yang ada di pikiran gue." Jendral kembali berbalik, dia hendak melanjutkan jalannya.

"Coba hubungin aja dulu. Tanyain, biar perasaan lo lega, Jen," saran Laila di angguki Renaldi.

Jendral mengikuti saran dari Laila. Dia merongoh saku celananya untuk mengambil handphone. Saat hendak menelepon Najen, dia melihat bahwa di tempatnya berada tidak ada jangkauan sinyal. Sinyal benar-benar kosong, sampai ia harus sedikit menaikan tangannya ke atas dan berpindah posisi untuk mencari sinyal. Namun, hasilnya tetap sama. Nihil.

"Jaringan nya kosong anjir. Gak ada satupun."

"Masa si?" Tanya Yanu sembari mengecek jaringan pada handphone nya juga dan benar saja. Kosong.

"Kalau gak ada jaringan gini. Gimana buat kabar-kabaran?" Tanya Yanu sembari memasukan kembali handphone pada saku celana jogernya.

"Mana gak ada ht lagi, ya?" Tanya Yesa.

MANDALA (END)Where stories live. Discover now