Chat Pak Adi

7K 134 2
                                    

Al bukan lancang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Al bukan lancang. Tapi, pop up chat di hp Pija membuat rasa penasarannya tidak bisa terbendung lagi. Sehingga dengan satu sentuhan Al bisa membaca chat tersebut.

Dugaan Al benar, yang mengirimkan chat itu. Yaitu, Pak Adi yang pernah namanya disebut waktu Pija ujian akhir. Pak Adi Dosen Akuntansi yang tersimpan di kontak Pija dan itu membenarkan dugaan Al. Dari foto profilnya, Al bisa menebak bawa dosen tersebut merupakan dosen muda.

Perasaan Al, begitu campur aduk. Di satu sisi merasa marah, kecewa, gelisah, takut dan di sisi lain bangga, senang, haru. Perasaan negatif itu tentu adalah sebuah ketakutan yang menjadi satu. Karena mengikat Pija dalam sebuah pernikahan adalah ke banggaan menurutnya. Karena Al tidak pernah mengira bawa yang akan di nikahinya, adalah anak kecil yang berbaju putih biru, yang di kenalkan Ara pertama kali di rumahnya. Sialnya, Al langsung tertarik dengan anak kecil itu. Bukan karena Al pedofil tapi, entah bagaimana seakan ada yang muncul begitu saja di dalam sana. Di hati terdalam Al.

Setiap ada kesempatan Ara pasti menceritakan kisah hidup Pija, sahabatnya. Jadi, jangan salahkan jika Al mengetahui banyak hal kisah Pija. Al juga tidak habis pikir bagaimana bisa anak berusia 13 tahun mendapatkan cobaan yang tidak tanggung-tanggung. Al sempat memikirkan bagaimana jika dirinya yang mengalamin itu. Mungkin, Al memilih ikut kedua orang tuanya yang sudah tiada.

Kata Erik sahabat Al. Dirinya hanya kasian bukan cinta tapi, dengan berjalannya waktu. Kalimat Erik tidak benar. Satrio memang awalnya kasian tapi, lama-kelamaan cinta tumbuh. Membuat Al selalu menghindar jika Pija ada di rumanya. Al bisa salah tingkah karena dekat dengan Pija jadi, untuk tidak terlihat bego. Al memilih menjauh saat Pija ada dirumahnya.

Al ingat, bagaimana wajah Pija kecil. Ketakutan saat dirinya ikut kumpul. Sebenarnya semua ekspresi itu, Al baca dengan sendirinya. Tanpa bertanya, seperti menyimpulkam apapun hanya karena melihat dengan mata kepalanya sendiri.

"Bang." Panggilan itu membuat Al kembali dari pikirannya. "Hp aku, ko di Abang."

Al masih memegang ponsel Pija. "Oh ini. Hp kamu tadi bunyi, terus Abang ngga sengaja buka chat kamu." Al menyerahkan ponsel Pija. Lalu menghadap depan, siap memulai menyetir. "Ketemu Tante Khanza, sudah?"

Mengangguk dengan tangan sibuk mengotak-atik ponselnya setelah menutup pintu mobil dan duduk nyaman menyandarkan diri pada kursi penumpang. "Sudah Bang." Tidak lupa Pija tetap menjawab dengan suara karena tahu bawa Bang Al pasti sibuk menyetir sehingga perhantinya terbagi. "Abang baca?"

Pertanyaan Pija sebenarnya tidak sulit. Tapi, Al sedikit takut. Karena beberapa hal memang tidak perlu di tahu, apalagi yang berhubungan dengan pribadi. Pija berhak untuk punya rahasia begitu pun dirinya. "Iya. Maaf Abang lancang."

"Yah, ngga apa juga sih. Di baca." Dengan enteng Pija berucap. "Ngapain rahasian-rahasian. Aku juga ngga selingkuh." Senyum tiba-tiba terbit, di wajah Al. Bagaimana muka datar tadi, berubah menjadi senyum bahagia setelah mendengar kalimat sang istri.

Sahabat ko gitu! 21+Where stories live. Discover now