Yah, maaf

10.6K 276 1
                                    

Pija memijit kepalanya yang berdenyut, bukan hanya sakit yang dirasanya. Melainkan juga pusing bukan main. Sejak tadi malam Abang Al mendiaminya. Kegiatan ciuman itu cuman sampai disitu karena ponsel Pija berbunyi nyaring dan bukan sekalih tapi, berkali-kali membuat Pija menghentikan Bang Al dengan cara mendorongnya, lalu mengangkat telpon itu dengan cara menjauh saat tahu yang menelponnya adalah seniornya di kampus. Yaitu, Kak Aziz.

Pembicaraan itu cukup lama dan membuat Bang Al lama menunggu. Selesai pun tanpa rasa bersalah Pija langsung tidur dan hal itu tentu membuat Bang Al tidak suka. Karena Bang Al ingin penjelesan siapa yang menelpon malam-malam istrinya, apa alasan orang menelpon dan banyak lagi yang ingin diketahui Bang Al. Tapi, tidak di dapatnya saat Pija sudah terlelap pulas.

Pija tahu Bang Al mendiaminya karena perubahan yang Bang Al tunjukan padanya tapi, yang Pija tidak tahu apa salahnya. Dari mulai bangun tidur, sarapan bersama dan saat dirinya di antar ke kampus. Abang Al hanya menjawab ya dan tidak saat di tanya. Tentu tidak seperti biasanya. Biasanya Abang Al begitu antusias terhadap apapun yang Pija lakukan tapi, kali ini tidak. Pija sendiri, sebenarnya tidak ada kepentingan ke kampus. Namun, karena keterdiaman suaminya. Pija memilih menghindar.

"Lo dimana?" Pija yang ada di kantin sedang kesakitan. Ponselnya berbunyi pertanda orang memanggil dan di angkatnya langsung kalimat tanya yang di dengar pertama kali. "Ja."

"Di kampus Kak." Setelah melihat ulang siapa yang memanggilnya. Pija baru tahu kalo Kak Aziz yang menelponnya.

"Di perpus?"

"Di kantin Kak."

"Oke," kata oke. Mengakhiri panggilan telpon itu.

Pija tetap saja memegang kepalanya yang sakit dan tidak lama kursi di sampingnya bergeser ke belakang lalu Kak Aziz duduk. "Ngapain ke kampus? Tadi malam di tanya ke kampus atau tidak, jawabnya tidak tahu. Memang undangan lo sudah jadi?"

"Sudah Kak, sudah di sebar juga tinggal Pak Yohan. Kakak bagaimana?"

"Kak Isa belum print." Kak Isa merupakan tenaga Adminstrasi di kejuruan.

"Jadi Kakak ke kampus karena itu?" Kak Aziz mengangguk. Sambil tangannya sibuk menulis di kertas pesanannya. Suasana kantin di jam 9 seperti ini tidak terlalu ramai. Karena ke banyakan mahasiswa dan mahasiswi memiliki kelas atau belum datang ke kampus jika tiada kelas di jam seperti, para mahasiwa yang berorganisasi pun kumpulnya jika akan ada kegiatan. Hanya orang-orang berkepentingan dan gabut yang memilih ke kampus. "Kak Herman, mana kak?"

Kak Aziz dan Kak Herman merupakan angkatan 2 tahun di atasnya yaitu angkatan 2018 tapi, mereka akrab karena lantaran 1 pembimbing dan penelitiannya hampir sama. "Herman ujiannya 2 bulan lagi. 2 bulan ini semua tanggal sudah full." Pija beroh. "Kan banyak angkatan di bawah gue yang pada mau ujian juga." Tambah Kak Aziz. Memang benar saja angkatan 2016, 2017 sudah mau di DO akhir tahun. Maka, pihak jurusan lebih mengutamakan angkatan 2016 dan 2017 yang sudah ada sampai 8 tahun di kampus. Tentu pihak fakultas dan jurusan tidak ingin akreditasnya menurun hanya karena banyak mahasiswa yang tidak selesai.
"Ja, Clara tadi cari lo."

"Oh yah. Ada apa yang Kak?" Tidak biasanya senior perempuannya itu mencarinya. Apalagi mengingat ada beberapa senior angkatnya kak Aziz dan Kak Herman tidak menyukainya. Entah karena apa tapi, setebak Pija mungkin karena dia dekat dan akrab dengan beberapa senior yang memang mendekatinya untuk bertanya ini dan itu mengenai penelitian karena rekomendasi dari Pembimbing skripsi.

Kedipan bahu Kak Aziz menjadi jawaban bahwa tidak tahu. Setelahnya Kak Aziz pamit untuk menyerahkan pesanannya ke Ibu kantin. Sakit di kepala Pija sudah mulai berkurang tapi, tetap ada denyutan. Pija tidak tahu apa penyebabnya kepalanya sakit. "Ja, tidak mau sekalian. Lo pesan apa?" Kak Aziz kembali datang dan bertanya saat sadar kalo di depan Pija hanya sebuah jus buah tanpa makanan berat.

Sahabat ko gitu! 21+Where stories live. Discover now