Ҡìʂâɦ 23

903 129 46
                                    

Sedayu berjalan diikuti oleh lima orang abdi dalem dari keraton selatan. Selangkah demi selangkah mereka makin mendekat ke bagian dalam keraton Mataram. Tepatnya, area khusus tempat kediaman keluarga kerajaan.

Suara kicau burung terdengar di kejauhan. Aroma tanah basah serta rumput lembab berembun seolah menjadi sisa-sisa pertanda hujan turun deras tadi malam. Tidak harum layaknya bunga tapi Sedayu suka aroma ini... aroma khas bumi.

Melewati gapura yang dijaga para pengawal menuju area Keputren. Namun, serta-merta langkah Sedayu terhenti. Matanya malah tertambat lekat ke arah taman. Di sana ada beberapa orang padahal hari masih sangat pagi.

Tandu?

Sedayu mengerjab. Siapa tahu dirinya salah lihat? Tapi laki-laki yang sedang bercengkrama dengan anak kecil itu benar-benar Tandu. Mungkin keduanya berbagai lelucon sehingga kini mereka tampak tertawa bersama.

Tak jauh dari mereka, ada seorang perempuan cantik. Walau tidak ikut tertawa tapi senyum terus terpatri di bibir merahnya. Belum lagi, binar di matanya yang seakan mengambarkan kebahagian saat memandang dua orang laki-laki beda usia di hadapannya.

Keluarga. Satu kata itu yang langsung muncul di benak Sedayu sebagai kesimpulan dari pemandangan di depannya. Mereka terlihat bagai keluarga yang harmonis dan bahagia. Pemandangan yang indah seharusnya tapi kenapa Sedayu justru tidak nyaman melihatnya. Sumpah, dirinya tak ingin melihat tapi berlalu pergi begitu saja juga enggan.

Mungkin karena Sedayu tidak punya keluarga dan bahkan dilarang berkeluarga jadi dirinya iri dengki. Tidak suka saat melihat orang lain memiliki apa yang mustahil dimiliki seorang dukun perempuan macam Sedayu. Benar, itu pasti alasannya.

Sebenarnya, di area taman tidak hanya ada mereka bertiga saja--Tandu, kemungkinan besar istri dan putra Tandu--melainkan beberapa pengawal serta abdi dalem. Namun, orang-orang tersebut tentu menjaga jarak. Ini juga yang membuat batin Sedayu makin tak nyaman bahkan tak sadar tangan kanannya telah terkepal erat.

Tidak mungkin.

Amat tidak mungkin.

Bagaimana bisa Tandu ada di keraton Mataram?

Bukan hanya keberadaan Tandu yang mengusik Sedayu tapi pakaian yang dikenakannya juga. Walau jaraknya dengan Tandu tidak bisa dibilang dekat. Namun, Sedayu belum rabun hingga tidak bisa melihat dengan jelas.

Raja. Tandu kini memakai atribut yang biasa dipakai oleh Panembahan Senopati. Begitu pula perempuan yang sepertinya adalah istri Tandu. Memang tidak ada mahkota serupa milik Kanjeng Ratu tapi dari pakaian yang dia kenakan, Sedayu bisa menebak kedudukan perempuan itu.

Di kerajaan, biasanya ada Ratu dan Selir. Dalam budaya Jawa, mereka disebut garwa padmi dan garwa ampeyan. Bedanya, jika garwa padmi--istilah lainnya yaitu garwa prameswari atau garwa ngajeng--dinikahi secara sah. Sebaliknya, garwa ampeyan adalah seorang perempuan yang telah diikat oleh tali kekeluargaan oleh seorang lelaki, tetapi tidak berstatus istri. Perempuan tersebut bisa dikatakan merupakan istri tak resmi alias selir.

Masalahnya, keraton Mataram ini bercorak islam jadi pernikahan harus dilakukan secara sah sesuai syariat islam. Terkadang Raja juga ada yang memiliki satu hingga empat orang garwa padmi. Contohnya, tentu Panembahan Senopati.

Seperti Panembahan Senopati, kemungkinan Tandu juga menikahi lebih dari satu perempuan. Artinya, perempuan di dekat Tandu adalah seorang garwa padmi namun pastinya bukan istri pertama. Kemungkinan istri kedua, istri ketiga atau malah istri keempat.

Sedayu juga yakin Tandu adalah seorang muslim. Mengingat dulu pemuda itu pernah mengucap hamdalah saat Sedayu terbangun dari sakit. Jadi mustahil perempuan itu selir Tandu yang ditiduri hingga menghasilkan anak tapi tidak dinikahi secara sah.

Bukan Calon ArangWhere stories live. Discover now