Tok tok tok

Aida masih berusaha sopan untuk tidak langsung nyelonong masuk ke ruangan orang lain. Dia mengetuk dan menunggu.

"Masuk saja!"

Sampai suara itu didengarnya.

"Nggak perlu pakai ketuk pintu kayak gitu. Kalau mau masuk, sini masuk aja," ucap Pria yang dilihat Aida baru saja merubah posisinya dari tiduran jadi duduk di sofa tadi.

"Ya kali aja, Bapak...."

"Aku nggak ngapa-ngapain di sini! Dan kamu juga udah ngelihat aku kayak gimana. Jadi lain kali, masuk ya masuk aja nggak usah ketuk-ketuk pintu!" ucap Reiko yang kini menepuk sofa di sampingnya.

"Duduk sini!"

Kata-kata itu terlontar di saat Aida baru saja menutup pintu.

"Saya mau nganterin ini aja, Pak! Abis itu saya udah kan, nggak ada kerjaan lagi di sini?"

"Duduk sini dan temenin aku makan dulu!"

Dih, apa emang orang sakit itu manja ya pengennya minta ditemenin? Mana sih pacarnya kok sering ngilang-ngilang ya?

Aida tak tahu, tapi Dia menaruh mangkuk itu di meja dan kemudian duduk di satu sofa yang berbeda dengan yang tadi ditunjuk Reiko. Pria itu ingin Aida duduk di sampingnya, tapi gadis itu memilih duduk di sofa tunggal.

"Aku suruh kamu duduk di sini!"

"Heeeh, sama aja Pak...." Aida tetap tak mau.

"Silakan dimakan, Pak. Saya tungguin!"

Tapi bukan melakukan apa yang diperintahkan Reiko, Aida malah menunjuk mangkuk yang sudah diletakkannya di meja.

"Cepet makan Pak, selagi hangat!"

Reiko tak bicara lagi saat Aida bercicit. Pria di hadapannya hanya menatap mangkuk tanpa Aida mengerti alasannya.

Apa dia nggak suka ya? Kenapa dia ngeliatinnya begitu?

Aida tahu, kalau mereka berasal dari suku yang sama dan Aida pikir Reiko pasti tahu apa yang dia buat.

Atau memang dia belum pernah memakan itu karena dia tinggal lama di kota? tebak-tebakan Aida karena Reiko masih sama sikapnya.

Reiko diam menatap mangkuk dan belum mengambil alat makannya. Hanya pandangan matanya saja yang menatap ke makanan buatan Aida, tanpa ada satu kata pun yang terurai.

Jelas membuat Aida jadi insecure.

"Maaf Pak, tadi saya kepikiran cuman bikin ini. Tapi kalau Bapak ndak suka, Saya bisa kok ganti dengan menu yang lain!"

Iya, karena Aida tahu pikiran Reiko. Dia ingin mengambil mangkuk itu tapi satu tangan kekar menyamber cepat lengannya sambil bicara.

"Ngambek lagi?"

"Dih, siapa yang ngambek!" cicit Aida mencoba meredam emosinya.

Siapa yang gak kesel makanan sudah di buat cuma diliatin saja. Aida tak mengerti maunya Pria itu.

"Duduk sini! Aku menyuruhmu duduk di sini, dan jangan membantah!" protes Reiko, yang belum melepaskan tangan Aida justru malah menariknya memaksa wanita itu duduk di sebelah kirinya.

"Nah, apa sulit kamu duduk di sini?"

"Jadi Bapak baru mau makan kalau Saya duduk di sini?" cicit Aida lalu mencibir setelah ucapannya selesai.

"Ini mie godog."

"Emang!" Aida menjawab cepat dengan matanya yang masih bertautan pada Reiko.

"Bapak gak pernah makan ini?"

"Kakek Nenekku itu orang Jawa dan Papaku juga orang Jawa nggak mungkin kalau aku nggak pernah makan mie godog!" jawaban yang memang benar adanya.

"Ya tapi kan Bapak belum tentu suka. Kalau Bapak nggak suka mie godog, ya udah aku buatin yang lainnya dulu sebentar."

"Siapa bilang aku nggak suka?" seru Reiko sebelum dia mengalihkan pandangan matanya ke arah mangkuk yang masih ngebul itu dan mengambil sendok.

"Tadi itu mie-nya masih panas. Bisa melepuh kalau aku makan yang panas-panas begini."

"Nah, tapi kan mie godok memang lebih enak kalau dimakan panas, Pak?"

"Hmm! Ya gak baru turun dari kompor di makanlah!" Reiko bicara lagi

Di saat....

"Tapi tadi kan Bapak minum teh panas juga gak pa-apa!"

"Ya tadi nggak terasa panasnya tapi lihat nih sekarang jadi tidak enak lidahku!" Reiko tak bohong. Lidahnya seperti terbakar dan rasanya tak enak karena minum yang terlalu panas

"Eheheh, maaf Pak. Tadi kan Saya udah ingetin Bapak minum tehnya pelan-pelan aja, tapi kan Bapak tadi minumnya cepet-cepet."

"Sudahlah." Reiko tak mau memperpanjang itu.

Dia juga sudah menatap kembali mangkuknya dan mengambil sedikit kuahnya. Membawa sendok itu mendekat ke mulutnya.

Kok aku jadi deg-degan ya kayak lagi dinilai sama juri masak? keluh hati Aida, karena Reiko tidak langsung merespon setelah dia merasakannya.

Dia suka gak sih? Kok aku jadi gemes sendiri sih? kesal Aida dan mulai gemas lagi.

Dirinya sudah ingin bercicit namun tertahan karena kini Reiko meliriknya dan tersenyum.

"Rasanya otentik," ucapnya dengan tawa kecil yang menunjukkan urutan giginya yang putih.

Jadi dia suka masakanku? pikir Aida yang menduga-duga karena tak ada penjelasan lebih dari kalimat barusan.

"Nah terus, karena rasanya otentik, Bapak mau makan itu atau ndak?" Makanya Aida langsung menanyakan ini di saat Reiko mengangguk pelan dan menyerahkan sendoknya pada Aida sambil bicara....

"Mau makan kalau kamu yang suapin!"

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now