Bab 83. RENCANA DAN SIASAT

47 4 0
                                    

Sssh, pening kepalaku. Aku tidak mengerti bagaimana Bee berpikir. Kenapa juga harus ada tanda tangan perjanjian? Memang dia pikir ini beli gorengan di pinggir jalan gitu? Datang dan langsung beli? kesal Reiko.

Sudah mah kepalanya pening memikirkan pekerjaannya dan hari ini dia bahkan men-silent teleponnya dan menghilangkan suara getarnya juga karena tak ingin tambah stres dengan tuntutan pekerjaannya.

Sekarang Reiko juga bertambah pening dengan tuntutan yang lumayan banyak dari Brigita.

Mana papaku telepon tiga puluh kali mau ngapain lagi nih? Reiko sudah mengambil handphone di sakunya dan dia juga sempat melihat beberapa panggilan lagi yang membuatnya meringis

Aku janji akan mengatur jadwal untuk rapat lanjutan project tahap dua dan tahap tiga dengan Roy. Pantas saja dia menghubungiku. Walaupun dia tidak meneror seperti papaku.

Hanya pesan singkat yang diberikan oleh Roy. Tapi dia memang tidak meneror dengan telepon. Ini juga yang membuat Reiko merasa cemas.

Aku sungkan dengannya.

Betapa tidak profesionalnya dia menghilang begitu saja.

Kalau kemarin Brigita tidak marah-marah di apartemennya, Reiko tidak akan mengatakan kalau dia akan ikut pergi ke Bali.

Semua karena wanita itu. Aku jadi kepikiran Waluyo. Aku tidak dengar semua yang dikatakan oleh Bee, aku tidak tahu bagaimana aku berpikir kemarin itu.

Yah, betul sekali. Biang keroknya itu adalah Waluyo menurutnya. Nama yang membuat Reiko jadi sulit untuk berpikir jernih. Entah kenapa dia juga tak paham. Tapi Reiko masih begitu kesal dengan nama itu, meski sudah tahu dia siapa.

Hah, ini semua karena kau. Andai kau bicara denganku dan minimal memberikan kabar padaku siapa itu Waluyo mungkin aku tidak akan terlalu pikir ke mana-mana tentangmu yang ingin menggerus semua harta keluargaku.

Entahlah tapi Reiko memang masih berpikir kalau dia marah karena kekhawatirannya keburukan sikap dari Aida. Dan ini pula yang membuat dirinya jadi merasa bersalah

Pekerjaanku sibuk dan masalah pribadiku juga belum selesai. Sekarang aku juga harus memikirkanmu dengan rasa bersalahku karena luka-lukamu. Sial sekali hidupku. Selalu sial sejak kau masuk dalam hidupku, protes Reiko di dalam hatinya.

Berapa lagi nomor teleponmu? Dan kenapa aku tidak punya nomor teleponmu sedangkan aku punya nomor telepon ibumu? Dan apa kau tidak punya nomor teleponku untuk memberitahukan siapa itu Waluyo minimal kita janjianlah supaya aku tidak seperti orang bodoh dan berpikir terlalu pelik.

Entahlah. Tapi saat ini, saat Reiko sedang berjalan menuju ke arah mobil itu semua yang ada dalam benak Reiko. Kemarahannya, tak jelas dan semua rasa yang membuat dirinya tak bisa tenang termasuk dengan masalah yang ada di belakangnya ini, di mana sekarang seorang wanita sedang mengejarnya

"AKU YANG MEMINTA BUKAN MEREKA."

Dan suara itu adalah suara yang dikenal Reiko yang membuat dirinya akhirnya diam tak lagi melangkah. Dia juga memasukkan handphonenya ke saku lagi sebelum berbalik ke belakang.

Aku rasa dia tidak punya nomor teleponku. Atau memang dia terlalu bodoh mau menikah dengan orang yang dia tidak tahu nomor teleponnya berapa? Tapi aku pun juga bodoh karena aku juga tidak tahu nomor teleponnya berapa. Ish, sial.

Hellooo, Brigita sedang marah pada Reiko. Dia baru saja mengatakan sesuatu sambil berteriak tapi Reiko masih memikirkan tentang nomor telepon?

"Aku yang bilang pada mereka supaya jangan menawarkan ini pada siapapun dan aku akan memintamu untuk menandatangani perjanjian kalau kita akan menyanggupi modalnya. Jangan salahkan Shandra kalau dia tadi mengingatkanku soal ini. Dia sama sekali tidak tahu dengan apa yang aku katakan ini belum dibicarakan denganmu."

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now