Bab 16. TAK ADA YANG RAMAH

79 5 0
                                    

Ngeloyor gitu aja dia? Eish! Mungkinkah itu caranya meminta maaf?

Aida belum sempat bicara apapun setelah Reiko tadi menyeletuk.

Aida juga tak sempat menjawabnya karena pria berstatus suaminya itu bicara sambil ngeloyor pergi meninggalkan dapur.

Tak punya manner!

Reiko sudah memunggungi Aida dan seakan tak lagi berkeinginan untuk menunggu jawaban darinya.

"Biarlah,"

Makanya Aida hanya sempat berbisik dalam hatinya macam ini sambil geleng-geleng kepala.

Meskipun sebetulnya hati Aida tak sepenuhnya lega.

"Super sekali! Sungguh cara minta maaf yang sangat membagongkan. Langsung membawakan juga solusinya dari semua kesalahan yang sudah dia perbuat, rapi tanpa kata maaf dan kompensasi, hanya salep."

Aida tak mau menanggapi lebih masalah salep sebetulnya. Tapi sindirannya ini keluar begitu saja saat dirinya yang emosi, menatap layar yang mulai menghitam dan sulit mencoba berkonsentrasi untuk memulai memesan bahan makanan.

Kejadian itu mengganggu tingkat kewarasannya.

"Bomatlah! Sekarang aku mau pesen apa ya?" Aida bermonolog dengan suara yang hanya bisa didengar telinganya sendiri.

Matanya pun masih mengarah pada tablet yang kini layarnya masih hitam karena biasalah, mati otomatis setelah beberapa detik. Aida harus menyentuh dan memasukkan PIN-nya lagi untuk membuatnya kembali menyala

Tapi

"Tak perlu dipikirkan berlebihan Aida." Alih-alih memasukkan PIN, Aida justru menaruh tangannya di pinggang sambil berdecak.

"Dia hanya tidak enak padamu saja. Makanya dia berbaik hati tadi dengan membiarkanmu memakai salepnya. Jangan ge-er."

Aida adalah seorang wanita normal dan dia juga manusia yang memiliki hati, punya perasaan. Makanya Aida mencoba menetralkan pikirannya lagi yang sempat kepikiran juga dengan jawaban Reiko tadi yang memperhatikannya.

Kau lihat sendiri tadi bukan pakaian apa yang dia gunakan? Cuma handuk kayak kimono! Pria seperti apa dia berani lakukan begitu sama wanita yang belum dinikahinya? hyaaaks! Aida memaksa hatinya untuk berpikir dengan akal.

Dan buang semua gambaran tentang seorang pria sempurna yang sudah menjadi suamimu itu! Di malam pertamamu saja dia lebih memilih tidur dengan kekasihnya, bukan? Lalu kenapa kau GR gara-gara salep? Heeeh? Otakmu cuma sebates salep?

Sedikit perbuatan tak terduga itu menggoncangkan hati Aida dan ini disadarinya sehingga dia segera memberikan warning pada dirinya sendiri, sangat keras.

Lagi pula semua pembahasan ini tidak akan pernah terjadi kalau kau tidak bodoh dengan makan di dapur ini dan menggunakan sendok yang sama. Dia gak akan liat memarnya, ditambah lagi dengan rasa malu yang ada dalam dirinya, membuat Aida sebetulnya kesal. Sehingga Aida kembali mengumpat dan mengingatkan hatinya.

Apa yang dia bilang benar sih. Kenapa aku malah makan menggunakan alat makan yang sudah dia gunakan? Kemana akalku ya? Aida gemas sendiri.

Kau ini Aida. Kenapa sih kau bodoh sekali? Hal sesederhana itu harusnya kau ingat!

Gemas Aida sampai dia menggerakkan tangannya untuk mengusap-ngusap wajahnya sendiri.

Duh, mau sampai kapan aku berdiri di sini tanpa tahu apa yang akan aku beli?

Ini benar-benar tidak direncanakan olehnya sampai kebodohan itu muncul dan membuatnya tidak bisa konsentrasi untuk memilih bahan makanan.

Tunggu sebentarlah, aku ambil kertas dan pulpen dulu.

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang