Bab 81. KENAPA GAK BELI SENDAL?

50 2 0
                                    

"Bee, sudahlah jangan bilang begitu. Lampu sudah hijau, aku mau menyetir lagi."

"Sudah kukatakan kembali saja. Antar aku ke kantor dan kamu bisa bekerja juga. Kamu urus aja pekerjaan-pekerjaanmu itu yang lebih menguntungkan dari ini. Lagian kita juga nggak punya uangnya, kan?"

"Sudahlah aku akan lihat dulu bagaimana nanti tawaran dari Tommy, Bee. Aku akan mencari uangnya jika memang ini menguntungkan untuk kita."

"Hah." Brigita membuang wajahnya ke jendela. "Kamu dari awal memang ragu kalau ini menguntungkan. Bagaimana kamu bisa melihat bahwa ini akan menguntungkan? Selamanya kamu akan melihat ini sebagai proyek merugikan karena mental block-mu!" sinis Brigita, sudah menunjukkan obrolan di dalam mobil itu makin berat.

"Hei sayang, aku masih profesional. Aku hanya ingin mencoba merenung apa ini baik atau tidak untuk kita. Tapi aku percaya padamu kalau kamu berpikir ini baik kita lihat saja dulu dari mana kita harus memulai kerjasamanya nanti."

"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Antar aku ke kantor saja."

"Hei aku tidak mau berdebat denganmu, Bee." Sambil nyetir, Reiko berusaha fokus juga pada conversation-nya dengan Brigita.

"Sekarang kita ke Bali dan jangan ngebahas ini dulu. Aku tidak mau gara-gara masalah ini kita ribut. Lagi pula kamu juga harus memikirkan tentang project besarmu untuk tender MTC satu setengah bulan lagi, kan?"

Reiko melirik sejenak wanita di sampingnya sambil menggerakkan tangan kirinya berusaha menggapai tangan kekasihnya.

"Aku mencintaimu, Bee," dan Reiko menucapkan ini tanpa ada jawaban dari Brigita.

Tapi itu juga tidak membuat dirinya melepaskan tangan Brigita, di saat wanita itu juga meringis di dalam hatinya.

Aku hampir lupa apa yang dikatakan Shandra kalau aku harus menahan diriku. Semakin ditekan dia akan semakin keras nantinya. Baiklah, kita ikuti saja permainannya, yang penting aku harus mengusahakan semua bisnis yang berhubungan dengan Gerald kami ikut berpartisipasi. Ini satu-satunya cara untuk mengenal pria itu lebih dekat. Aku yakin sekali dengan kecantikanku pasti dia akan tergoda. Apalagi dia memang belum memiliki kekasih, kan. Brigita berbisik lirih di hatinya.

Kehidupan Gerald yang misterius. Kekayaan yang unlimited, power yang dimilikinya, ketampanan yang masih menjadi misteri terbesar, semua itu mengganggu kewarasan pemikiran Brigita.

Reiko tidak ada apa-apanya dengan Gerald. Aku harus bersabar karena jalanku untuk bertemu dengannya baru dimulai, bisik hati Brigita yang menjadikannya sebagai pria tertinggi dengan semua pesona kesempurnaan di khayalannya.

Ini juga yang membuat Brigita bisa bersabar dengan Reiko dan tidak meminta apapun dan tidak meributkan apapun di dalam mobil, hingga tiba di pesawat. Brigita tetap diam, tapi tentu ini tak menyenangkan untuk Reiko.

"Sayang, jangan diemin aku kayak gini dong, maaf kalau aku ada salah bicara." Reiko khawatir. Di dalam bisnis class seat pesawat mereka, Reiko mencoba membujuk Brigita yang duduk di sebelahnya.

Setelah Reiko bicara di mobil tadi, Brigita memang hanya menjawab iya dan tidak. Ini juga yang membuat Reiko gak nyaman, seakan dicuekin.

"Pouring me with your smile please, my queen .."

(hujani aku dengan senyummu dong, ratuku)

Pening kepala Reiko kalau Brigita sudah merajuk macam ini. Bagaimana lagi dia mesti membujuk kekasihnya itu?

"Sudahlah, aku gapapa kok. Cuma cape aja."

"Mau dipijetin?"

"Udahlah, sayang, aku capek. Aku ngantuk, aku ga mood," seru Brigita yang memang sangat sulit dibujuk kalau lagi marah.

Bidadari (Bab 1-200)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora