Apalagi, itu seperti di zoom dan jarak pandang matanya kurang dari tiga puluh sentimeter.

dag dug dag dug!

Malah jadi Aida yang panas dingin sendiri, jantungnya tak karuan berdetak. Ingin rasanya Aida berteriak dan mengatakan dia tak mau melakukan ini apalagi memang sekarang untuk mengerik bagian sana dia harus dalam posisi berlutut.

Tenang, Aida! kamu cuma mau menolongnya dan tidak memikirkan yang lain!

Aida berbisik seperti ini untuk memberanikan tangan kirinya bergerak menurunkan kain ketat yang dilihatnya menutupi dua bagian yang lebih menonjol.

Aish, setengah bulatan sempurna dipandangan mataku!

kesal Aida menyaksikan ini. Memang bagian depan tak di buka. Tapi bagian belakang untuk mempermudah mengeriknya Aida menurunkan dan menaruh kain itu dibawah dua bukit belakang tadi, dekat pangkal kaki.

dag dug dag dug

Sabar, tenang, banyak mengingat tuhanmu saja aida, karena kamu melakukan ini bukan karena inginmu tapi karena ingin menolongnya saja!

Aida juga berbisik seperti ini ketika jari telunjuknya menempel di bagian bawah pinggang dan dia menarik jari itu ke bawah vertikal untuk meratakan minyak.

Ssh, Mulus putih begini aku kerik? Sakit gak ya? memerah wajah Aida saat memikirkan ini. Astagfirullah aku cuma mau membantu Dia mengerik ini supaya Dia sembuh. Tapi kenapa aku malah membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan mulus?

Aida sampai jengkel pada dirinya sendiri karena apa yang ada di dalam imajinasinya. Bagian itu memang halus dan mulus!

Aida juga heran bagaimana Pria itu bisa memiliki bagian belakang yang begitu padat dan bagus. Bersih dari luka dan kuat ototnya.

Pemikiran yang benar-benar mengganggu kewarasan Aida.

Kerikin dia aida, kerikin! Bukan berimajinasi tanganmu ingin memegang itu! Dia bukan bayi!

Karena jujur saja, Aida gemas dan ingin sekali dia mencengkram dengan tangannya sendiri tapi tentu saja tidak mungkinkan Dia melakukan itu?

Aida berusaha untuk tetap fokus menggerakkan koin. Dia menarik koin itu dari atas ke bawah. Setelah satu bagian itu merah matang dan cenderung menghitam sama seperti kerikannya yang lain di punggung Reiko. Aida pindah membuat garis dengan minyak yang seperti awal, vertikal ke bawah berdempetan dengan yang di sebelahnya.

Gaya tarikan Aida ini beda. Dia tidak mengerik dengan memberikan jarak cukup jauh dari satu garis ke garis lain tapi rapat sampai tidak ada celah dan orang akan berpikir itu semuanya merah.

'

Lihat dia betulan sakit! Ah, cepat lakukan sampai selesai! sampai dia bisa buang angin! keluh Aida pada dirinya sendiri yang tak mau kalau dia kehilangan fokus.

"Sssh, itu sakit! Pelan-pelan" bahkan Dia sampai kaget ketika Reiko berkata begini karena memang pikirannya tak fokus pada kerikannya.

"Iya namanya juga dikerokin Pak, ya sakitlah! Sabar aja dulu!"

Sudah mah perasaan Aida tak tenang dan orang yang dikeriknya itu ngomel karena memang cara memegang koin Aida berbeda dengan dia mengerik tadi di atas.

Ini tegak lurus dan tidak dimiringkan sehingga rasanya lebih sakit untuk Reiko.

"Aaakh, pelan-pelan, jangan ngomel melulu!"

Haduuuh, ngapain lagi dia pake nge-goyang-goyangin pinggangnya? mo nari stripe? eh opo yo namanya tarian gitu?Aida kesal.

Tapi Reiko jelas bergoyang karena pria itu menahan sakit dari gerakan tangan Aida. Orang kalau menahan sakit kan tentu saja nggak akan bisa dsuruh tenang.

"Diem coba Pak!" Aida protes karena pikirannya jadi semakin tak jelas dengan gerakan itu dan matanya harus menetap ke arah sesuatu yang tak mau dilihatnya tapi harus.

"Aaakh, sakit soalnya!"

"Ya kan dikerokin."

"Iya aku tau, dah gak usah ngomel, pening aku! Ssssh!"

"Ya gimana saya ndak ngomel Pak! Saya juga heran kenapa Bapak bekerja enggak sambil makan? Padahal makan itu penting pak! Kalau Bapak kerja nggak makan-makan ya Bapak mati!"

"Heiiis, makan lagi, makan lagi!'

Iya ya kenapa aku malah bahas makan lagi makan lagi? Aku nervous sekarang! keluh hati Aida dan untuk menutupi kecemasannya ini.

"Ya soalnya karena masalah ma...."

"Diamlah!" Reiko memotong lagi "Ak...."

Pssssssh

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now