"Tinggal dua apelnya. Aku harus belanja sepertinya," seru Aida yang mencoba menghitung bahan makanan, juga mencoba menyibukkan diri.

"Tapi masih cukup bahan lainnya! Hmm, Apa yang mau aku buat untuk makan siang, ya?" Aida mencoba memfokuskan pikirannya pada rasa laparnya sambil mengingat-ingat bahan-bahan yang tersisa kira-kira bisa dibuat apa.

"Yep, mari kita buat orak arik telur, udang, ayam apapun yang ada dikulas dengan sayuran. orak arik capcay! Buat yang banyak biar kenyang! Huehehhe!"

Aida yang tak mau larut dengan perasaannya yang masih swing. Dia berusaha fokus ke bahan makanan. Aida ingin makan yang cepat karena itu dia sangat fokus memasak seakan tak ada masalah dengan hatinya, bahkan terlihat terlalu bersemangat.

"Iyes, satu penggorengan capcay!" seru Aida yang yakin sekali bahwa makanan itu bisa habis untuk porsi empat orang tanpa nasi!

"Hmm, bismillah! Aku makan dulu aaaah!"

Aida memilih untuk duduk di tempatnya biasa. Bahkan dia sangat cuek, makan tidak menggunakan piring. Aida Membawa penggorengannya itu dengan dilampiri alas supaya tidak mengotori kabinet dan mengambil sendok untuk alat makannya.

"Sssh, aduuh duuh panas! Melepuh deh bibirku!" Aida menggerutu sendiri dan seakan-akan memang dia tidak peduli tapi memang rasa panas itu terasa.

sruuut!

"Capcaynya pedas sampai aku meler gini!" Aida segera berjalan pelan mengambil air minum di kulkas, meminumnya sambil kipas-kipas benar-benar seperti orang kepedesan.

"Bahkan sampai aku meneteskan air mata karena pedas!"

Aida memang membuat capcay itu sengaja dibuat sepedas mungkin.

Hhhh!

"Bahkan aku makan sambil sesegukan! Pedes banget.

Entah Apa maksudnya dirinya yang memang tidak terlalu kuat pedas juga memaksakan diri menambahkan cabe sebanyak itu.

"Ssssh, rasa kebakar mulutku dan aku baru tahu kalau perutku bisa gembul juga! Penggorengannya bahkan kosong!"

Dua botol air mineral di kulkas sudah habis! Dan makanan yang bisa dimakan untuk empat orang itu pun juga sudah habis.

Seumur perjalanan hidup Aida di dunia dia tidak pernah menghabiskan makanan sebanyak itu dalam sekali makan.

"Mungkin nafsu makanku sudah kembali dan aku begitu bersemangat dengan kesembuhanku, kah? Jadi ini party syukuran? hahahah!"

Ini cukup melegakan dirinya saat mencoba bicara sendiri. Aida mencoba terlihat bahagia sambil menuju ke tempat cuci piring dan membersihkan semua bekas makannya.

"Aku yakin rumah ini kosong!"

Pikir Aida lagi.

Sambil menghempaskan napas pelan kini dia yang selesai cuci piring kembali lagi ke kamarnya.

"Dan aku harus memindahkan sesuatu dari kamar ini!"

Mata Aida menatap ke satu bagian ruangan kamarnya yang mengganggu ketenangan hidupnya. Dan di sana ada sesuatu yang memang tidak ingin dilihatnya lagi.

"Ya kita bawa saja lah ruang kerjanya!"

Aida membawa dengan kedua tangannya satu tas ransel besar yang kemarin ditinggalkan Reiko.

Tentu saja sudah tidak ada makanan di dalamnya karena Aida mengecek lebih dulu supaya tidak bau barang-barang lainnya.

Mungkin dia dan pacarnya sudah kehabisan waktu dan dia tak bisa datang padaku. Ya dia dalam kondisi sulit dan aku akan mengatakan padanya untuk tak lagi memikirkan tentang diriku karena aku sudah bisa melakukan semuanya sendiri. Ini memang harus diakhiri. hubungan kami ini salah.

Sebetulnya ada percikan di dalam hati ada yang tidak suka dengan kenyataan yang dia katakan tersebut. Tapi Aida memang bukan wanita yang manja. Dan dia tahu, semakin dirinya berharap akan semakin membuat hatinya terluka.

Aku tidak akan jatuh cinta padanya. Ini memang harus diakhiri supaya aku sadar, kalau aku tidak mencintainya dan semua ini hanya karena rasa tidak enakku karena dia merawatku!

Perlahan Aida menaiki tangga dan membawa barang-barang itu ke tempat kerja seorang pria yang ketika dia masuk ke dalam ruang kerja itu aroma khas di dalamnya benar-benar membuat hatinya sakit.

Ruangan ini memang ternyata harumnya dari tubuhmu! Dari parfum yang kamu gunakan! Dan aku benci sekali menciumnya! seru Aida dengan pengap rasa di dadanya.

Aku cukup menaruhnya di sofa ini dan keluar!"

Selesai sudah, Aida merasa lega ketika dia tidak harus lagi mencium aroma itu, saat sudah keluar dari ruang kerja dan menaruh tas tadi di dalamnya.

"Haaah!" Senyum Aida pun muncul di saat dirinya melangkahkan kaki keluar menuju ke lantai dasar.

dag dug dag dug ...

tiiiit!

Dan saat itu mata Aida mengarah ke pintu dengan degup jantung bagai tabuh yang dipukul.

"Dia kembalikah?"

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now