Bab 161. PUTRIKU

Mulai dari awal
                                    

Mereka tidak membenci Kakek dan keluargaku. Mereka bersikap masih sangat baik seperti dulu. Dan aku tidak melihat kalau mereka berpura-pura bersikap baik padaku.

Reiko yang mendengar ucapan Riyanti memang merasa sedikit bersalah dengan anggapan keluarganya pada keluarga Radit.

"Ya, itu ga perlu dibahas Ibu."

Ini juga sesuatu yang tidak mau diingat-ingat oleh Radit.

"Kalau ndak mau dibahas, ya udah kamu jangan ribut aja, Raditya. Lagian anakmu juga nggak diapa-apain kok."

"Ya aku ini Bapaknya dan Aku nggak suka kalau anakku mencium pria sembarangan."

"Hahaha." Nada hanya terkekeh saja sehingga membuat Riyanti menengok pada Nada sambil mencebik.

"Nah Denada, kamu dengar nggak kata suamimu tadi? Dia ini sudah absurd. Kebayang nanti kalau anaknya menikah."

"Ibu kalau anakku, Rere, nikah dia akan nikah dengan laki-laki sepantaran dengannya dan umurnya tidak akan jauh. Ini anakku masih bayi loh Bu masa diberikan kecupan sama pria dewasa dan aku juga gak tahu dia sudah memberikan itu ke siapa aja dan penyakit apa yang bisa tertular."

Sindiran Radit halus. Tapi Reiko paham ke mana arah pembicaraan ini.

Dia pasti berpikir kalau aku menggunakan bibirku untuk melakukan banyak hal. Termasuk mengecup bagian paling intim dari wanita. Tapi kan aku cuci tangan cuci muka dan membersihkan wajahku sih. Orang ini membuatku tak enak saja, protes hati Reiko yang memang berpura-pura tak menanggapinya.

Tapi ini juga yang membuat Reiko menyadari sesuatu.

Apa dia curiga padaku, ya? Atau mungkin saja dia tidak percaya tentang sepupu?

"Lah jodoh siapa yang tahu Raditya? Umurnya dekat atau jauh juga kita tidak bisa pastikan, yang pasti berdoa saja putri-putrimu mendapatkan jodoh terbaik mereka meskipun umur mereka nanti terpaut jauh."

Riyanti bicara lagi. Dan ini membuat Reiko tidak lagi fokus pada pikirannya juga. Tapi tetap canggung dengan obrolan keluarga yang membuat dirinya jadi seperti salah tempat.

"Tapi jodoh putriku umurnya tidak akan jauh dari lima tahun. Jadi dia tidak mungkin sama Kakek-kakek."

"Hahaha."

Di sini Nada terkekeh membuat Radit meliriknya.

"Apa yang lucu?"

"Tidak, aku tidak menikah dengan Kakek-kakek hanya dengan Sugar Daddy."

"Hei apa yang kau bilang?"

"Tak salah kan Raditya? Usiamu denganku tuh beda empat belas tahun. Jelas saja kau ini Om-om. Jadi aku menikah dengan Om-om."

Dan jujur saja Aida mendengar ini pun juga tak tahan untuk tidak tersenyum.

Om. Benar yang dia bilang itu. Aku pun juga menikah dengan om-om.

Heish, obrolan ini sensitif sekali. Aku yakin yang ada di dalam benaknya itu aku bukan? Makanya dia senyum-senyum begitu? Jelas aku lebih muda dari Raditya Prayoga, jadi aku bukan Om-om.

Tapi ucapan Nada itu memang membuat seorang pria di ruangan itu tak sengaja melirik pada Aida walaupun hanya sepersekian detik namun membuat dirinya merasa tersudut juga dengan pernyataan itu.

"Itu hanya hitungan umur tapi lihat wajahku dengan wajahmu. Ini hampir sepantaran, Denada. Aku ini sudah lebih muda sepuluh tahun dari yang kau bayangkan "

"Eh kalian berdua ini. Ada tamu di sini malah kalian ribut saja," protes Riyanti pada putranya yang tak berhenti ngomel.

"Duduk dulu Nak Reiko, biar Ibu minta pelayan untuk siapkan minum."

"Tidak perlu diberikan minum."

Radit yang sudah kembali bicara, melarang. Tentu saja Radit tahu permintaannya ini tidak sopan tapi sebelum dia kena omel lagi oleh ibunya.

"Dia ke sini ingin lihat taman belakang aja kok, Bu. Sandi akan menemaninya."

"Oh kalau begitu bisa saya lihat sekarang Tuan Raditya?"

Tak mau mencari masalah apapun lagi akhirnya itulah yang diucapkan oleh Reiko secepat mungkin. Dia memang ingin cepat-cepat menyelesaikan semua urusannya itu dan pergi dari keluarga Radit untuk menghindari tatapan Radit yang mencekam.

"Sandi, antarkan dia."

Dan Radit juga sudah tidak mau berlama-lama lagi melihat Reiko di dalam ruangan itu.

"Baiklah, ayo Pak Reiko."

Namun sebelum Sandi mendapat jawaban dari Reiko.

"Apa itu suara alarm-mu?" Radit yang mendengar suara tentu saja langsung menengok ke arah Reiko karena sumbernya itu berasal dari saku celananya.

"Untuk apa kau buat alarm jam segini?" Radit menyelidik lagi ketika melihat wajah Reiko panik dan segera mungkin mengambil handphone di sakunya. "Sudah ada janji?"

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang