Bab 132. RASA TERBAKAR

Mulai dari awal
                                    

Jauh di dalam hati Aida dirinya benar-benar merasa sangat tak enak. Dia bukan orang yang biasa mengemis dan meminta pada orang lain.

Tapi sekarang lihatlah aku benar-benar menjatuhkan harga diriku untuk meminta pada Kakek. Tak tahu dia bagaimana harus bicara lagi tentang hatinya.

Aku juga tidak tahu kenapa aku ingin melakukan ini? Apa karena memang rasa tak enakku dan rasa terima kasihku padanya?

Aida tak paham tapi memang tangannya kini sedang bergerak-gerak seperti menghubungi seseorang.

[Mbak tadi aku angkat teleponnya kenapa dimatiin?]

Sampai pesan itu masuk ke handphonenya karena memang tadi sempat diangkat tapi Aida tak bicara justru memencet tombol merah.

[Maaf Lingga. Tadi Mbak kepencet. Sebenarnya nggak mau telepon kamu. Lagian bisa-bisanya kamu angkat telepon? Ini kan waktunya di sekolah. Kamu ndak sekolah?]

Kalau dia mengecek teleponku kan ada bukti kalau aku menelepon Lingga, bisik hati Aida yang memang sudah merencanakan ini.

Dia juga menghapus teleponnya kepada Adiwijaya untuk menghilangkan jejak.

Aku tadi telepon tidak menggunakan internet di apartemen ini. Aku pakai pulsaku sendiri mudah-mudahan ndak kelacak ya.

Sudah dibilang kan kalau Aida itu pintar? Dia sangat berhati-hati sekali dalam melakukan ini dan memang dia bukan seseorang yang bodoh.

[Aku sekolah Mbak. Nih, lihat aku ada di sekolah. Tapi sekarang aku lagi olahraga, pelajaran olahraga dan nggak ketahuan kalau aku bawa handphone. Lagian aku masih nunggu temen-temenku tuh di tes satu-satu.]

Lingga mengirimkan sebuah foto dan alasan kenapa dirinya memang bisa dihubungi.

Lagi-lagi ini membuat Aida pun senyum-senyum.

[Ya sudah sekolah yang benar. Sebentar lagi ujian kamu harus belajar. Harus menjadi orang yang sukses. Buktikan kalau kamu memang bisa sukses dengan cita-citamu itu. Jangan sampai kamu membuat malu Mbak karena Mas Reiko sudah mau membiayaimu tapi kamu nggak mau serius.]

Yah, kamu nggak boleh menyia-nyiakan apa yang sudah aku lakukan dan pengorbananku ini sampai sejauh ini menerima semua rasa sakit bahkan sekarang hatiku terasa panas aku juga tidak tahu kenapa. Perih dan panas tapi aku juga merasa bahagia kalau dia bisa mencapai apa yang dia impikan untuk bahagia dengan kekasihnya itu.

Aida tersenyum getir melihat layar handphonenya.

[Tenang aja Mbak. Aku ndak akan ngecewain siapapun dan nanti aku akan jadi pilot yang handal.]

Lagi-lagi Aida menggerakkan tangannya untuk menghapus setitik bening itu.

Kalau dia bertanya soal ini saat nanti dia kembali aku jawab apa ya? Dia pasti ngecek CCTV dan cari tahu kenapa aku menangis kan? Orang itu kan memang rese.

Aida mencoba mengalihkan pikirannya dari bayang-bayang yang membuat hatinya terasa sesak sambil mengoceh begitu dan mengomel.

[Ya sudah belajar sana. Simpan handphonemu.]

Dan itu terakhir kali Aida menghubungi adiknya lalu tangannya pun scrolling di media sosial.

Lama juga aku menelepon Kakek. Dan lama juga aku tadi kirim-kirim pesan pada Lingga. Sekarang juga sudah lama aku online. Tapi aku nggak ngantuk sama sekali. Dan....

Kini ada kekhawatiran ketika Aida melihat ke arah jam yang ada di handphonenya.

Biasanya dia tidak pernah tidak datang di waktu yang dia sudah janjikan. Apa ada masalahkah sampai dia lama sekali?

Reiko bilang tadi sejam atau dua jam. Tapi nyatanya sekarang sudah dua jam setengah tapi Reiko belum juga datang. Makanya ada kekhawatiran di dalam hati Aida.

Apa dia sedang menghadapi masalah ya? Aida pun menggelengkan kepalanya pelan

Mungkin saja Kakek sedang meneleponnya dan menanyakan masalah perusahaannya kan? Kakek kan janji kalau dia akan memberikan modal.

Aida mencoba untuk menebak-nebak apa yang dilakukan oleh Reiko.

Atau mungkin dia sedang menelepon kekasihnya kah dan mereka sedang merayakan karena mereka sekarang sudah dapat modal?

Namun tiba-tiba terasa lagi sesak yang tidak menyenangkan di dalam hati Aida ketika dia memikirkan itu.

Aish, sudah sudah. Aku tak boleh simpan penyakit hati sama orang lain. Biarkan saja kalau dia mau melakukan itu, toh itu bukan urusanku dan aku yang penting sudah membayar hutangku dan sudah membantunya sama seperti dia membantuku beberapa hari ini.

Aida kembali mencoba berpikir positif dia kembali menggulir tangannya di handphonenya.

Tapi sayangnya tiga jam berlalu Reiko tetap belum datang.

Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan di dalam ruang kerjanya? Atau mungkin dia sudah pergi dari apartemen itu?

Bidadari (Bab 1-200)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang