Bab 123. AKU YANG BURUK

Start from the beginning
                                    

Nggak mungkin kan aku bilang kalau aku kaget saat dia menyabuniku, dan aku ga tahan tubuhku di pegang-pegang gitu olehnya dengan sabun. Geli, meski sudah gak ada dua keistimewaan wanita, tetep aja aku risih.

Sulit memang Aida untuk menjelaskan ini pada ibunya. Makanya dia tidak bicara apapun dan terpotong sampai di sana saja.

Reiko: Ndak apa-apa bu, istriku ndak perlu dimarahi.

CUP.

Hah, apa-apaan dia mengecup keningku depan ibu?

Jelas saja melihat Reiko sudah menempelkan bibirnya di keningnya Aida tentu saja sudah melotot padanya.

Ratna: Aida.

Aida: Eeeh, i-iya Ibu.

Kebayang kan bagaimana kesalnya Aida yang sudah mau marah jadi batal?

Reiko: Ndak apa-apa Bu, kan tadi kataku istriku itu galak. Tapi dia perhatian sekali padaku. Dan kami juga sudah biasa ribut-ribut kecil seperti ini. Nanti juga baik lagi kok.

CUP.

Hah, dua kali di tempat yang sama, kesal Aida. Yang sudah mencengkramkan tangannya namun kini dia merasakan sesuatu yang membuat wajahnya menegang.

Apa-apaan dia? Aku baru sadar kalau kakinya ada di sampingku. D-daan ... kulit. Kulit kaki, tadi tanganku menyentuh--

Glek

Panas dingin Aida, dia menyadari sesuatu yang membuat dirinya tak bisa berkata apa-apa

Ratna: Jaga sikapmu sama suamimu, Aida.

Aida: I-iya Bu.

Aida tak konsen, di saat,

Ratna: Terima kasih sudah menjaga Aida ya nak Reiko. Ibu tutup dulu teleponnya

Reiko: Teleponnya sebentar aja Bu? Nggak kangen sama Aida?

Tak boleh. Ibu tak boleh menutupnya. Dia gak pake apa-apa, bisik Aida dalam hatinya penuh harap.

Ratna: Tidak apa-apa sudah lihat dia sehat tidak apa-apa. Ibu tutup dulu teleponnya ya. Assalamualaikum.

Reiko: Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

"Alhamdulillah."

"Bu, Kenapa tadi kita pengen ngobrol sama mbak Aida ibu malah menyingkir sih kayak kita nggak boleh ngomong?"

"Eish, bukannya nggak boleh ngomong. Tapi tadi ada suaminya. Makanya ibu ambil teleponnya supaya kalian tidak mengganggu."

Jawaban yang membuat Lingga mencebik.

"Mengganggu? Emang mbak Aida lagi ngapain sama suaminya?" Bocah itu penasaran karena tadi ibunya memang tidak mengizinkan sama sekali mereka mendekat bahkan mengambil teleponnya sambil berjalan mundur tak mau mereka mengganggu.

"Ya namanya suami istri Kalau sudah malam begini ya mau tidur. Kalian ini. Sudah sana masuk kamar kalian masing-masing."

"Bu kami kan bukan anak umur lima tahun yang bisa dibohongin."

"Hihihi, Mas Lingga tuh bener lo bu."

"Eish, Arum, kamu ini nyamber aja." Mata Ratna langsung membulat sempurna menatap adik Aida itu.

"Sudah sana tidur. Udah malam ini. Kalian ini, dikasih tahu kok ngebantah aja," protes Ratna yang tidak mau menceritakan apapun pada anak-anaknya. Dirinya sendiri lebih memilih masuk ke dalam kamar dan membiarkan tiga anaknya tersisa di ruang tamu.

"Ah, ibu pelit bener, pasti mereka itu tidak mau tidur."

"Hiihhi, tugas suami istri ya Mas?"

"Ya iyalah. Kamu nih gimana sih Arum. Namanya udah nikah jam segini pasti tugas suami istri. Orang tadi aku lihat juga sebentar kok tapi Ibu sudah menjauhkan teleponnya dan kayaknya aku untung aja nggak masuk ke gambar itu. Aku lihat tuh Mas Reiko ndak pakai baju, rambutnya masih basah."

"Tapi bukannya Mbak Aida lagi sakit ya? Tadi kan Romo nelepon sampai panik banget ngomong sama ibu udah marah-marahin ibu katanya ibu nggak sayang sama anak nggak ngecek-ngecek kondisi anaknya."

Keduanya bicara. Tek tok. Membuat seseorang di sana hanya memperhatikan kedua kakaknya sangat serius.

"Emangnya tadi itu gimana sih? Emang Mbak Aida kenapa sih? Kok aku nggak tahu sendiri. Emang mereka habis ngapain tadi?"

"Kamu masa kayak gitu aja nggak ngerti sih Tari?"

"Ya mas Lingga kan tadi ngejelasinnya bikin aku bingung. Emangnya gimana sih? Mbak Aida sakit terus kenapa emang mas Reiko kalau rambutnya basah dan enggak pakai baju?"

Suara Lestari cukup kencang, sehingga, sebelum Lingga menjawab itu ...

"Kalian sudah ibu suruh tidur malah menggosipin mbakyu kalian sendiri. Cepat sana bubar. Bubar."

Tak ada lagi yang berani mengobrol di ruang tengah ketika Ratna sudah keluar dan mengomel. Mereka semua sudah masuk ke dalam kamar masing-masing membuat wanita itu merasa lega.

"Anak-anak ini." Ratna masuk kamar sambil bersungut meskipun di dalam kamar dirinya tersenyum simpul.

Alhamdulillah berarti kehidupan Aida dengan suaminya tidak seperti yang kubayangkan, lega sekali hati Ratna memikirkan ini sehingga senyum itu pun merekah begitu lebar.

"Mereka romantis sekali. Hihi, aku jadi ingat masa mudaku dulu dengan mas Laksono," ucap Ratna yang kini sudah naik ke pembaringannya juga dan ingin tidur supaya dia bangun tidak kesiangan nanti

Tapi apakah benar kedua manusia yang berada di apartemen itu sangat romantis seperti yang dibayangkan Ratna?

Bidadari (Bab 1-200)Where stories live. Discover now