Bab 4

16.8K 1K 14
                                    

"Rain, ada tamu untukmu" Sinta mendatangi Rainy di sel setelah perempuan itu mendapat kunjungan dari ibunya.

Di sini hanya Rainy dan Sinta yang sering mendapat kunjungan tamu di lapas. Sinta masih sering dikunjungi keluarganya dan Rainy masih sering dikunjungi Genta.

"Terimakasih Sin" di pikiran Rainy pastilah Genta yang mengunjunginya. Lagian siapa lagi kalau bukan laki-laki itu? Rainy sudah tidak memiliki keluarga, dia sebatang kara di dunia ini.

Rainy meletakkan buku yang ia baca. Buku parenting pemberian Genta agar perempuan itu bisa menambah wawasan soal mengurus bayi.

Rainy mulai melangkahkan kaki keluar sel, namun ucapan sinta menghentikan ayunan kakinya "Tapi sepertinya pria itu bukan pria yang biasa mengunjungimu"

Rainy menautkan alisnya, perempuan itu nampak berpikir. Apakah mungkin Angkasa datang mengunjunginya? Tapi untuk apa?

Rainy menghembuskan nafas panjang seolah bersiap untuk menghadapi sesuatu yang buruk di depan. "Sin, bisa pinjam jaketmu?" Rainy tidak mau mengambil resiko. Angkasa tidak boleh tahu kehamilannya. Rainy takut jika Angkasa akan melenyapkan bayi mereka.

Jaket warna hitam yang kedodoran di tubuh Rainy rupanya bisa menyamarkan perutnya yang terlihat agak membuncit.

"Rain, apa kamu tidak kegerahan pakai jaket itu? Ini sangat panas" Ningrum heran, karena perempuan bertato itu mengerakkan tangannya untuk mengipasi lehernya sendiri. Ningrum seolah mengusir hawa panas yang mengepung dirinya.

"Dingin" Dusta Rainy pada teman satu selnya.

Rany melangkah ke ruang kunjungan. Ada secuil harapan jika kali ini tamunya adalah Angkasa si mantan suami. Rainy sendiri heran kenapa masih ada cinta di hatinya untuk pria jahat itu.

Rainy mengelus perutnya dari luar jaket "Kuatkan Mama ya dek, jangan sampai Mama menangis di depan Papamu" Angkasa memang sosok yang jahat untuk Rainy tetapi perempuan itu tidak pernah mensugesti bayinya untuk ikut membenci Angkasa. Karena Angkasa adalah ayah kandung si bayi, meskipun belum tentu Angkasa akan menerima kehadiran bayi mereka.

Benar dugaan Rainy, ternyata Angkasa mengunjunginya. Hanya ada dua kemungkinan yang ada di otak Rainy sekarang ini.

Pertama Angkasa menyesal karena telah berlaku jahat kepada Rainy dan akan minta maaf secara tulus. Kemungkinan kedua Angkasa akan mengoreskan luka lebih dalam lagi kepada Rainy bahkan menaburkan garam di atas luka itu.

Rainy tentu akan memilih kemungkinan yang ke dua, karena kemungkinan pertama amatlah sangat mustahil, peluangnya mungkin hanya 0.01%.

Rainy duduk di hadapan Angkasa dengan wajah tenang tanpa menunjukkan ekspresi yang berarti. Hal yang sama-pun dilakukan oleh Angkasa.

Angkasa tidak banyak bicara. Pria itu hanya diam namun tangannya menyerahkan selembar foto ke hadapan Rainy.

Rainy tidak bodoh dan ingatannya juga masih tajam. Ia tahu dalam foto itu ada gambar rumah peninggalan orang tua Rainy yang telah rata dengan tanah.

"Oh... jadi kamu repot-repot ke tempat kotor ini hanya ingin menunjukkan ini mas" Rainy menghela nafas perlahan lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, nampak tidak acuh pada foto yang ada di tangannya "Harusnya kamu titipin saja ke penjaga, agar waktu berhargamu tidak terbuang sia-sia"

Tidak ada ekspresi keterkejutan di wajah Rainy kala melihat rumah kenangannya diratakan oleh Angkasa. Bahkan nada suaranya juga masih lembut seperti tidak terjadi apa-apa. Hal ini justru membuat Angkasa sedikit frustasi.

"Apakah kamu bahagia mas, telah menghancurkan rumah itu?" Terukir senyum simpul di wajah Rainy. Seolah senyum itu mengejek Angkasa kalau pria itu melakukan hal yang sia-sia untuk menyengsarakan dirinya.

"Belum sepenuhnya bahagia jika saya belum bisa membuatmu mati perlahan. Tapi setidaknya hancurnya rumah ini memberi sedikit hiburan untuk saya" dua kalimat itu cukup menusuk rungu Rainy dan menggores luka di hatinya lebih dalam lagi. Tapi kali ini Rainy bisa mengontrol rasa sakit hatinya untuk tidak ditunjukkan di hadapan Angkasa.

"Rumah itu memang bukan milikku mas, tapi milik papamu, jadi tidak masalah kalau kamu ingin meratakannya"

Tidak ada sahutan dari lelaki itu, tapi Rainy bisa menangkap jika raut wajah Angkasa terlihat begitu kesal.

"Aku rasa jam kunjungan telah habis. Sebaiknya aku kembali ke sel" Rainy beranjak dari duduknya, sebelum ia benar-benar pergi ia menoleh kembali.

"Jika kamu ingin melihatku menderita, lebih seringlah berdoa dan keraskan lagi usahamu, karena itu tidak akan mudah" ejek Rainy dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Sepeninggal Rainy, Angkasa mengusap wajahnya kasar. Laki-laki itu meremas foto untuk menyalurkan kekesalannya.

Rainy memegang dadanya menggunakan tangan kiri. Rasanya begitu sakit mengetahui laki-laki yang dicintainya sepenuh hati ingin melihatnya menderita.

Rainy beralih mengusap- usap perutnya untuk menghapus rasa kesedihan yang dirasakannya.

"Sayangnya Mama, sehat-sehat ya di sana. Temani Mama. Jangan sakit. Mama hanya punya kamu di dunia ini" Rainy menghapus jejak air matanya yang sedikit menggenang di sudut mata.

*****

Angkasa melihat ke luar jendela. Jendela besar yang dilapisi kaca tebal di ruangan kantornya dilantai 15. Jejak- jejak air hujan tersebar rata di permukaan kaca, namun hal itu tidak mengganggu pandangan Angkasa yang melamun menatap jalanan kota.

Angkasa seperti tenggelam dalam pikirannya. Bayangan Rainy yang congkak dan baik-baik saja di dalam sel tahanan bukanlah hal yang menggembirakan bagi Angkasa.

Namun ada satu hal yang mengusik Angkasa. Senyum manis Rainy saat Angkasa mengunjunginya di penjara. Senyuman bodoh yang tidak bisa hilang dari ingatan Angkasa.

"Kenapa ga pulang?" Suara seorang perempuan menyapa di rungu Angkasa membuat pria itu menoleh ke sumber suara. Ternyata Julia sudah berdiri di ambang pintu ruangan Angkasa.

"Kamu mau pulang?" Tidak menjawab pertanyaan Julia justru Angkasa balik bertanya.

"Iya, pekerjaanku udah selesai" Julia mengikis jarak mendekati Angkasa namun berhenti saat Angkasa kembali ke kursi singgasananya.

"Kalau kamu belum selesai, aku bisa naik ojek online"

"Jangan. Aku antar" potong Angkasa.

Angkasa menyambar kunci mobilnya, kemudian berjalan bersisihan dengan Julia. Jangan lupakan tangan julia yang setia menggamit lengan Angkasa selama perjalanan menuju ke parkiran.

Julia merupakan sahabat Angkasa. Sahabat semenjak laki-laki itu mengenyam bangku sekolah menengah atas.

Sifat Julia yang open minded membuat Angkasa merasa nyaman berteman dengannya. Julia tipe orang yang sangat suka bercerita. Meskipun sedikit berisik namun Angkasa menyukainya, karena Julia bisa melengkapi sifat Angksa yang irit bicara.

Tidak ada pertemanan antara perempuan dan laki-laki yang salah satunya tidak membawa perasaan. Itulah yang terjadi pada persahabatan antara Julia dan Angkasa.

Julia sangat mencintai Angkasa namun perempuan itu memilih memendamnya agar Angkasa tidak menjaga jarak dengannya. Namun saat tahu Angkasa akan menikah dengan Rainy, Julia sangat kecewa karena belum pernah sekalipun ia ungkapkan perasaannya kepada Angkasa.

Ternyata pernikahan Rainy dan Angkasa tidak bertahan lama, untuk itu secara terang-terangan Julia mengatakan jika dirinya mencintai Angkasa. Bak gayung bersambut Angkasa memilih menerima cinta Julia.

Angkasa rasa, tidak ada salahnya mencoba membuka hati pada Julia, satu-satunya perempuan yang selama ini dekat dengannya.

Angkasa Membenci Hujan (END)Where stories live. Discover now