Bab 2

18.7K 1K 10
                                    

POV Rainy

Hari ini jadwal kunjungan lapas. Seperti biasa Mas Genta- pengacara dari lembaga bantuan hukum non profit yang membelaku mati- matian di saat persidangan, datang untuk berkunjung. Pria itu masih saja rajin mengunjungiku meskipun putusan sidang telah diketuk palu hakim, artinya urusanku dengan dia sebenarnya sudah selesai.

"Maaf Rain, Saya tidak bisa membebaskan kamu dari penjara" tergambar jelas raut penyesalan di wajah Mas Genta. Kata maaf tidak pernah absen laki-laki itu ucapkan bila ada kesempatan bertemu denganku.

"Ga papa mas, pertolongan Mas Genta udah membantu aku banget. Dari tuntutan JPU 10 tahun bisa jadi kurungan 2 tahun" ucapku menghibur. Meskipun waktu 2 tahun bukan lah waktu yang sebentar setidaknya lebih baik daripada diputus 10 tahun penjara bahkan lebih.

"Harusnya kamu bebas karena ga ada bukti yang menguatkan kalau kamu punya rencana jahat mencelakai Angkasa" Sungut Mas Genta masih tidak terima.

"Itu hanya akal-akalan pengacara Angkasa saja yang memalsukan bukti dan pintar memutar balikkan fakta di depan hakim" lanjut pria itu.

Aku hanya tersenyum simpul menanggapi gerutuan Mas Genta. Andaikan orang-orang tahu, target Angkasa bukan hanya ingin menjebloskanku ke dalam penjara. Tapi ia ingin lebih dari itu. Kalau bisa membuatku mati tersiksa secara perlahan tentu saja Angkasa akan memilih opsi itu.

Laki-laki itu ingin menyiksa fisik dan mentalku. Dia ingin membuatku depresi dan berakhir menjadi gila supaya aku bisa merasakan penderitaan yang sama seperti yang dirasakan ibu kandungnya.

Mas Genta mengansur satu plastik hitam ke arahku. Plastik itu sepertinya penuh berisi dengan makanan.

"Rain, ini ada susu ibu hamil dan buah-buahan. Kamu makan ya. Biar bayimu tercukupi gizinya" Ucap duda beranak satu itu.

"Makasih mas, tapi lain kali tidak usah membawa apa-apa saat berkunjung. Aku tidak suka" ucapku dengan tegas karena tidak ingin merepotkan dirinya.

Aku tahu Mas Genta sangat iba melihat penderitaanku. Seorang perempuan yatim piatu dan sebatang kara. Perempuan yang sedang dalam kondisi hamil diceraikan dan dijebloskan ke dalam penjara oleh mantan suaminya sendiri. Nasib mana lagi yang lebih pedih dariku?

Meskipun nasibku buruk. Aku tidak ingin terlihat menyedihkan. Aku akan sangat mudah tersenyum walau hanya untuk menutupi lara yang bersarang di hatiku. Aku hanya tidak ingin dikasihani.

Mas Genta pamit pulang karena jam kunjungan telah habis. Aku senang dikunjungi oleh Mas Genta, bukan karena aku ada rasa. Tetapi hanya Mas Genta yang masih peduli denganku saat ini. Semoga ia sudi berkunjung kembali menemuiku dua minggu lagi.

Aku masuk ke dalam selku. Aku melihat Ningrum, Sinta, dan Mbak Welas makan bersama di dalam sel. Sepertinya mereka makan nasi padang yang dibawakan oleh keluarga Sinta. Karena tadi aku melihat Sinta mendapat kunjungan bersamaan denganku.

Aku memilih menunduk hormat dan mengabaikan mereka. Aku harus membuat diriku aman dan tidak sering dibully. Keselamatan bayiku yang harus aku utamakan. Aku tidak boleh lelah dan sakit. Stres juga jadi musuh bebuyutanku. Untuk itu aku harus happy. Aku harus kuat demi bayiku... iya semuanya demi bayiku, hanya bayiku.

"Rain" suara Ningrum menghentikan langkahku untuk masuk ke dalam toilet. Aku bergegas menghampirinya untuk menerima titah sang penguasa.

"Duduklah, ayo makan bersama" Ucap Ningrum sambil memberikan sendok kepadaku. Welas dan Sinta bergeser memberiku tempat untuk duduk membentuk pola lingkaran.

Nasi padang yang tadinya tiga porsi digabung menjadi satu untuk dimakan bersama-sama. Sinta mengambil satu potong ayam diberikan untukku.

"Ini untukmu dan bayimu" ucap Sinta sambil mengangsur ayam goreng itu ke hadapanku.

"Dua potong ayam ini untuk kami bertiga, tapi jika kamu masih ingin lagi kami beri untukmu" ucap Ningrum.

"Maaf Rain, aku meminta keluargaku untuk mengirimi 3 nasi bungkus. Karena aku pikir kamu perempuan jahat jadi kami tidak suka kepadamu" ucap Sinta.

"Kami pikir kamu jahat karena ingin mencelakakan suamimu dan menguasai hartanya" Ningrum ikut menimpali ucapan Sinta.

"Ayo kita makan, habiskan Rain kamu perlu makan yang banyak agar bayimu sehat" Welas ikut menasihati.

Aku tidak mampu lagi membendung air mataku yang sudah menggenang di pelupuk mata. Tangisku jebol. Aku sebenarnya malu menangis di hadapan mereka bertiga.

Perhatian dari mereka bertiga membuatku merasa berharga. Aku pikir tidak ada lagi orang yang peduli selain Mas Genta. Tapi ternyata teman satu selku yang sering membullyku karena tidak tahu kejadian sebenarnya begitu sangat perhatian kepadaku dan bayiku.

Ningrum menunduk dalam "Maafkan kami Rain, kalau kami membuat hari-harimu di sini semakin berat" ucapnya menyesal

"Andaikan kamu mau bercerita lebih awal kami tidak akan mungkin menyiksamu. Untung aku mendengar percakapanmu dengan laki-laki tadi sehingga kami tahu apa yang sebenarnya terjadi kepadamu" Ucap Sinta panjang lebar.

Aku tidak bercerita karena aku rasa mereka tidak akan percaya kepadaku. Bahkan Angkasa- mantan suamiku sendiri tidak mempercayaiku pada awalnya, meskipun pada akhirnya aku tahu jika ini adalah salah satu rencananya.

****

"Makasih Rain, sudah mau menerima pinangan saya" Angkasa terlihat bahagia. Senyumnya dan senyum Rainy terus berkembang setelah akad pernikahan dilaksanakan.

Rainy menerima pinangan Angkasa setelah enam bulan mereka menjadi teman dekat. Angkasa yang baik dan hangat kepadanya menjadi salah satu faktor Rainy mau menikah dengan Angkasa.

Pagi hari Rainy keluar dari kamar saat tercium aroma masakan dari arah dapur. Rainy terpaku melihat Angkasa yang sedang berkutat dengan nasi goreng yang dibuatnya. Pria itu mengenakan apron warna coklat susu untuk mencegah noda masakan mengotori kausnya.

"Kamu sudah bangun?" Pertanyaan Angkasa memecah lamunan Rainy yang sedang fokus menatap punggung Angkasa.

"Maaf mas, aku terlambat bangun. Harusnya aku yang memasak untukmu" sesal Rainy sambil berjalan ke arah Angkasa.

Angkasa mengangsur satu piring nasi goreng ke hadapan Rainy. Tidak lupa Angkasa juga memberikan telur goreng mata sapi untuk melengkapi nasi gorengnya.

Setelahnya Angkasa ikut duduk di bar stool, duduk menghadap Rainy untuk menikmati sarapan bersama.

"Tidak papa Rain. Maaf membuat kamu kelelahan tadi malam " Sesal Angkasa dengan raut khawatir.

Rainy hanya mengulas senyum malu-malu dengan pipi yang merona seperti sehabis kena tampar.

"Ayo kita makan, keburu dingin jadi kurang nikmat" Kata Angkasa.

Rainy menurut, ia menyuapkan satu sendok nasi goreng buatan Angkasa ke mulutnya.

"Bagaimana? Enak ga?" Tanya Angkasa antusias.

Rainy mengangguk sambil menutupi mulutnya yang penuh dengan nasi goreng karena merasa malu Angkasa menatapnya terus menerus.

"Harusnya mas buka restoran pasti laris" puji Raini setelah menelan nasi goreng di mulutnya.

"Kamu berlebihan dalam memuji Rain" Angkasa tidak sependapat dengan ucapan Rainy. Menurut Angkasa rasa nasi gorengnnya sama saja dengan masakan nasi goreng rumahan, tidak ada yang spesial.

"Tidak berlebihan. Aku beruntung dapat suami kayak Mas. Sudah ganteng, penyayang, baik, pekerja keras, royal, pinter masak.... em apa lagi ya yang belum?" Rainy nampak berpikir mengabsen satu per satu kelebihan suaminya.

"Jangan berlebihan Rain, kamu belum mengenal saya sepenuhnya" Ucap Angkasa datar memutus pendapat Rainy.

Angkasa Membenci Hujan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang