BAB 1

75 16 5
                                    

Air hujan mulai turun membasahi Tanggerang. Gadis cantik dengan mata coklat terang itu memejamkan mata merasakan setitik demi setitik air hujan yang dingin itu membasahinya, dia tersentak merasakan tubuhnya hangat dipeluk seseorang. "Bang, sesek ..." keluhnya, tanpa menoleh pun dia tahu siapa yang memeluknya.

"Heh! Udah tau hujan malah keluar rumah. Masuk, gih!" Brian Calvin Willowbrook, laki-laki dengan tubuh jangkung yang berstatus sebagai kakak dari gadis bermata coklat itu menuntun sang adik untuk masuk ke dalam rumah mewah mereka. "Hobi banget nyakitin diri sendiri. Gak ada kapok-kapoknya!"

Diana Anastasya Willowbrook, gadis itu memutar bola mata saat Brian mengambil handuk kecil untuk diusapkan pada rambutnya yang basah. Diana hanya diam mendengarkan ocehan sang kakak. Jika dia melawan pasti ocehan laki-laki itu tidak akan selesai.

"Kak Diana! Bang Rian!"

Dua insan tersebut mengalihkan pandangan pada gadis berusia 7 tahun, Alyssa Daphne Willowbrook -adik bungsu mereka- berhenti berlari saat sudah berdiri di hadapan kedua kakaknya. "Liat, nih! Lyssa dapet nilai 100! Ini semua berkat kakak!" memeluk Diana di akhir kalimat.

"wah ... adek kakak yang cantik jelita ini pinter." Diana mengecup pipi Lyssa yang merah merona.

Brian tersenyum senang melihat interaksi kedua adik perempuannya. Menghela napas pelan, seandainya saja Diana bisa memaafkan orangtua mereka atas kesalahan masa lalu, pasti dia tidak akan hadir di dalam kehidupan mereka. Terkadang Brian merasa sedih mengingat tangis ibu dan ayahnya ketika Diana selalu membentak dan menolak ajakan mereka.

"anak-anak!"

Orang yang ada di pikiran Brian telah datang, di sana ada James dan Margaret -orangtua mereka- melangkah ke arah ketiga anaknya. Ketika sang sulung kembali menatap Diana, dapat dia lihat raut wajah adiknya berubah sinis. James dan Margaret yang melihat perubahan raut wajah Diana pun sedih mengetahui ketidaksukaan putri kedua mereka pada mereka. Sepasang suami istri itu hanya bisa memaklumi mengingat perbuatan mereka di masa lalu.

"Kak Diana, Bang Brian, malem ini kita makan di restoran bareng kak Claudya, tante Winny sama Om Black, loh! Kakak kali ini harus ikut, ya?" Alyssa menatap Diana penuh harap. Kakak kesayangannya itu selalu menolak mengikuti acara keluarga, kali ini kakaknya harus ikut. "Gak. Kayaknya kakak gak bisa ikut." Diana langsung berlalu ke kamarnya yang berada di lantai dua rumah mewah itu.

Penolakan Diana membuat mata Alyssa berkaca-kaca, bahunya bergetar, "kenapa kak Diana selalu gak mau ikut?" sang bungsu terisak dan segera memeluk ibunya. Margaret hanya bisa membalas pelukan Alyssa sambil mengelus punggung putrinya. "Mungkin kakakmu lagi capek, sayang. Kita pergi berempat aja, ya?" hibur Margaret, kemudian wanita berambut hitam sepunggung itu segera menggendong Alyssa, dan membawanya ke kamar.

Diana mendengus kasar setelah memasuki kamarnya yang serba berwarna ungu itu. Dia berhenti melangkah ketika menatap bayangan dirinya dari pantulan kaca di hadapannya, sesekali memejamkan matanya erat. Sosok yang mirip dengannya itu muncul di belakangnya, melangkah dengan angkuh, dan menduduki kursi yang letaknya tidak jauh dari ranjang ungu milik Diana. "Kenapa lo nolak? Bukannya lo udah lama nungguin momen kebersamaan kayak gini bareng orangtua stupid itu?" sosok itu bertanya dengan nada sinis.

Diana melangkah menuju kasurnya dengan malas dan menjatuhkan tubuhnya di empuknya Kasur. "Gue gak tau, Anne." matanya memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Sosok bernama Anne itu mengambil rubik dari atas meja di depannya dan memainkannya dengan asal. "Apa gue harus gantiin lo?" Anne memasang seringai khas miliknya.

"Gak!" Diana berucap ketus.

Terdengar suara pintu yang diketuk, lalu pintu terbuka, menampilkan Brian. Wajahnya terlihat tidak bersahabat. "Diana!"

Black RoseWhere stories live. Discover now