Jangan bawa persahabatan kita!

Start from the beginning
                                    

Ara bersiap berdiri tapi, di tahan oleh Pija. "Ra, pliss." Pija lagi-lagi memohon.

Tidak mengangguk dan tidak mengeleng. Tapi, Ara mencoba melepaskan tangan Pija yang menahanya. Lalu berlalu membuka pintu. "Ra, Pija ada?"

Shitt! Rasanya Ara ingin mengumpat. Melihat suami istri ini yang melibatkannya dalam pertengakaran rumah tangga yang baru 48 jam mengukumadakan kata sah. Ara tidak tahu apa yang membuat Pija dan Abang seperti ini. Yang satu menghindar dan yang satu mengejar. Ara belum menjawab Abang Al sudah mendorong pintu kamar Ara agar terbuka lebar dan mendapatin istrinya sedang duduk gelisah disana. "Sayang."

Ara kaget, mendengar panggilan Abang Al ke Pija. "Isst, Abang." Risih Pija. "Abang kenapa kesini. Aku ada urusan sama Ara. Abang di kamar saja dulu."

"Abang tungguin."

"Ngga usah, kamar Abang cuman 5 langkah. Masa iya di tungguin."

"Yah udah yuk ke kamar."

"Ko gitu. Abang ngga dengar, kalo aku ada urusan dengan Ara."

"Ara suruh ke kamar kalo kamu ada urusan. Bicara di kamar."

"Sumpah Abang nyebelin" Raju Pija sambil berdiri dan menghentak-hentakan kakinya seperti anak kecil yang dilarang bermain diluar rumah. Pija singgah di depan Ara yang masih berdiri di tempat semula menyaksikan suami istri baru yang bertengkar tapi, gemesin dilihat. "Lo, gue end." Ucap Pija pada Ara dan berlalu.

"Lo, jangan bawa persahabatan kita!" Seru Ara yang tidak terima apa yang Pija lakukan terhadapnya. Suaminya yang salah masa iya persahabatannya yang bubar. Sungguh tidak masuk akal. Abang Al hanya menepuk pundak Ara lalu berlalu mengikuti Pija masuk ke kamar.

"Di tinggal ke kamar mandi. Eh orangnya sudah hilang." Setelah menutup pintu kamar. Abang Al langsung bicara. "Urusan apa sama Ara?"

"Kepo." Ejek Pija. Lalu masuk ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka, sikat gigi dan rutinitas lain sebelum tidur. Jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Tapi, Pija belum merasakan ngatuk dan sebenarnya Pija merasa deg-degan untuk tidur 1 kasur dengan Abang Al. Karena setelah bermalam di hotel, sorenya mereka semua memutuskan untuk pulang. Termasuk pengantin baru Pija dan Abang Al. Abang Al mau langsung ke rumah pribadinya yang sudah di beli lama dan di pakainya setelah menikah. Tapi, Bunda tidak setujuh. Lantaran rumah pribadi Bang Al masih kosong dan perlu diisi, Bunda tentu ingin berperan menjadi orang tua baik untuk melakukan hal itu. Maka, yang isi perabotan rumah pribadi Abang yaitu Bunda.

Pija masih penasaran dengan kamar Abang Al. Tapi, karena sedikit malu Pija mengurungkan keingin tahunya lebih jauh. Padahal matanya sudah bergerak memindahi satu persatu barang di kamar ini tapi, tetap saja Pija merasa belum puas melihat dari jauh. Untuk kamar pria ini tergolong sangat bersih dan seakan warna, dan perabotan kombinasi baik mengambarkan sosok Abang.

"Sayang." Ketukan dan suara panggilan itu. Membuat Pija menyudahi pikirannya yang kemana-mana. "Abang masuk?" Pija yakin itu bukan pertanya tapi, pemberitahuan. Maka, Pija memilih membuka pintu terlebih dahulu. "Lama banget, yang."

"Ngapain tungguin. Kalo mau tidur tinggal tidur, Abang." Ucap Pija dengan tidak suka. Baru pertama merasakan ini, sungguh membuatnya risih. Di ikutin kemana saja selama 24 jam membuat Pija tidak habis pikir.

"Maunya sama kamu, yang." Pelukan di dapat Pija secara tiba-tiba. "Tidur yuk, atau mau Abang tiduri?"

Pija merinding mendengar itu. "Abang, lepas."

"Astagafirullah." Igsifhar Abang Al, lakukan. Saat mendapat cubitan di perutnya. Walau sakitnya tidak seberapa tapi, tetap saja membangkitkan sesuatu di bawah sana. "Sayang, kan jadi bangun."

Pija tidak menghiraukan itu dan memilih berbaring di bawah selimut membelakangi Abang Al. Gerakan tempat tidur menandakan bahwa Bang Al juga naik. Lalu tidak lama tangan melingkar di perut rata Pija. "Sayang."

Memilih pura-pura tidur merupakan hal yang salah. Karena hanya dengan kecupan di lehernya membuat Pija menahan mengeluarkan suara menjijikan. Kecupan itu tambah lama tambah intens. "Akh, Aba-ng." Desahan sudah tidak bisa di tahan saat Abang Al mengisap lehernya. Entah bagaimana saraf di tubuhnya Pija seakan menikmati sentuhan yang di berikan Abang Al. Kini posisi Pija sudah terlentang pasrah dan Abang Al berada di atasnya. Untuk pertama kali bibir mereka bersentuhan. Menempel, lalu perlahan bergerak tapi, hanya Bang Al melakukam itu. Sedangkan Pija diam menikmati kecupan dan gigitan kecil yang di berikan Bang Al padanya. "Sayang, matanya di buka." Memang dari tadi Pija menutup matanya. Hal yang di lihat pertama kali oleh Pija yaitu Abang Al yang tidak berjarak sama sekalih dengannya. "Sayang, mulutnya di buka dan balas ciuman Abang." Seakan kerbau di cucuk. Pija melakukan semua itu tanpa melawan dan menikmati ciuman yang mereka lakukan.

****

Sulbar, 03 Oktober 2023

Sahabat ko gitu! 21+Where stories live. Discover now