BAB 13

4 0 0
                                    

Akhirnya rumah itu sepi setelah beberapa hari sebelumnya dipenuhi oleh para tetangga dan teman-teman Oma Noni yang hadir untuk memberikan penghormatan terakhirnya pada Oma Noni. Banyak kali Ben hanya tertunduk memandangi sepatu masing-masing orang yang datang menghampirinya.

Detik itu adalah pertama kalinya Ben benar-benar menghadapi kenyataan bahwa sekarang dia sendirian di rumah itu. Ben masuk ke kamar Oma Noni, ia terduduk di lantai bersandarkan tembok, ia melihat barang-barang milik Oma Noni, segalanya masih seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja hawa dingin merebak di rumah itu, padahal biasanya rumah itu selalu memberi rasa hangat untuk Ben.

Ben melihat foto mereka berdua yang tergantung di dinding. Aroma khas Oma Noni masih tercium jelas di kamar itu. Ada tumpukan baju-baju yang sudah rapi disetrika namun belum sempat dimasukan ke dalam lemari, sebuah kebaya dan kain lama yang Oma Noni simpan untuk acara spesial tergantung rapi di balik pintu kamarnya. Segala kenangan dengan Oma Noni pun terpapar jelas di kepala Ben.

Ben masih belum percaya Oma yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri, yang menjadi prioritas dalam hidupnya saat itu telah pergi meninggalkannya. Ben dengan sengaja telah menunda segala sesuatu yang menjadi cita-citanya, karena ia tahu usia Oma Noni tidak muda lagi, ia ingin menemani dan merawat Oma Noni sebisa mungkin. Tetapi tetap saja kepergian Oma Noni yang tiba-tiba, tak luput membuat Ben terguncang akibat rasa kehilangan dan duka yang dalam.

Ben menyandarkan kepalanya menerawang menatap ke langit-langit. Ia terdiam cukup lama sambil sesekali memejamkan matanya.

Ben kembali melihat sekeliling kamar itu, matanya tertuju kepada sebuah buku di atas meja kecil tak jauh dari dirinya. Ben mengambil buku itu, membuka halaman demi halaman. Bahkan hanya melihat tulisan tangan Noni di buku kecil itu membuat hatinya remuk.

Isi buku itu cukup beraneka ragam mulai dari resep, alamat dan nomor telepon penting, tanggal-tanggal penting, sampai catatan belanja. Ben membolak-balik buku itu, dan tangannya terhenti pada sebuah halaman, ia menangkap ada namanya tertulis di halaman itu.

Tuhan kalau boleh aku mau berpulang di rumah ini.

Tuhan tolong beri Ben pekerjaan. Tuhan tolong bantu Benji punya agar bisa punya bisnis fotografi sendiri

Tuhan aku ingin sempat melihat jodoh Ben. Sepertinya sudah sempat bertemu. Semoga betul Ale adalah jodoh Ben.

Tuhan kalau waktuku panjang, aku ingin menyaksikan Benji menikah dan berkeluarga, supaya ia tidak sendirian di hari bahagianya.

Aku ingin sempat bertemu Ben yang menjadi seorang ayah.

Tuhan tolong bantu Ben agar dia bahagia.

Tuhan panggil aku pulang, agar Ben bisa melanjutkan hidupnya. Tolong lebih cepat.

Terima kasih untuk semuanya Tuhan.

Ben tidak bisa menahan tawanya sekaligus tidak bisa menahan air matanya untuk mengalir. Ia menangis sejadi-jadinya.

Beberapa lama berselang, setelah Ben dapat mengontrol emosinya, Ben menutup buku itu kemudian berdiri dan membersihkan kamar Oma Noni. Semua ia letakkan pada posisinya semula, tidak ada yang dipindahkan. Lalu Ben keluar dan menutup pintu kamar itu dengan buku kecil Oma Noni di genggamannya.

Dengan langkah berat, Ben berjalan menyusuri rumahnya yang sepi, ia masuk ke dalam kamarnya, dan membuka laptopnya. Ia memandangi layar laptopnya sambil membuka kembali sebuah email.

Ben memandang lurus ke depan, dimana seluruh impian, cita-cita dan harapannya terpampang jelas. Pandangannya tertuju kepada sebuah post it dengan tulisan tangannya sendiri PHOTOGRAPHY & VIDEOGRAPHY COMPANY. Ia mengambil post it itu, menempelkannya di buku kecil milik Oma Noni di halaman yang berisikan daftar panjang doa Oma Noni.

Apa Yang Kamu Cari Mungkin Tidak JauhWhere stories live. Discover now