32# Ruang Dewasa

146 16 11
                                    

The storm must have passed

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

The storm must have passed. Similarly with you and all your bad memories.

[Go Get Her]


"Ekhem," Harfian menoleh lalu menghela nafas melihat Azka di ambang pintu kamarnya sedang berdiri bersandar di sana sambil tersenyum menyeramkan. "Jaketnya udah di kembaliin atau jadi hak milik, Pi?" katanya membuat Harfian hampir mengumpat.

Sejak dua hari yang lalu Harfian dijemput Azka ke sekolah dan mengorbankan jaketnya dipakai pada si teman sekolah, Azka yang sudah menyebalkan sejak lahir itu semakin menyebalkan sekarang. Perkara Harfian minjemin jaket ke teman ceweknya hari itu benar-benar kesialan ternyata, mana Azka ember banget sampai ngomporin ke Dafa sama Januari. Ya, makin saja Harfian sial.

"Apaan sih, A, dibahas mulu. Lagian itu cuma temen, kan wajar kalau Api minjemin jaket? Kayak yang nggak pernah aja A Azka sama Bang Ditya," ketus Harfian membuat Azka terkekeh gemas.

"Temen kamu sama temen Aa kan beda, Pi. Yang kamu kasih jaket itu cewek, kalau si Ditya kan bukan cewek." Katanya lalu melanjutkan, "otw jadi cewek sih kayaknya."

"Goblok," umpat Harfian sekecil mungkin suaranya agar Azka tak mendengar. "Ya udah, sih, kan sama judulnya temen!" tegas Harfian mulai pakai otot.

"Aa udah tahu namanya siapa," ceplos Azka sambil melangkah masuk ke kamar Harfian dan merebahkan dirinya di ranjang si adik.

Harfian sendiri yang sedang duduk di meja belajarnya membelakangi Azka mencibir tanpa suara, ia memaki-maki Azka yang mulai memancing emosinya.

"Wulan sih namanya kalau kata si Dafa," ucap Azka membuat Harfian menoleh.

"Ya, terus kalau tahu namanya mau apa?!" katanya dengan raut penuh kesal.

Azka tertawa melihat respon itu, "santai, Boy, santai! Nggak bakalan Aa ambil kok, tenang aja! Cemburuan banget," katanya yang tentu bertujuan mengejek.

"Ck, Aa keluar nggak!" usir Harfian yang sudah geram.

"Kalau menurut Aa nih, ya, kayaknya si Wulan tuh agak baper sama kamu deh, Pi." Ucap Azka tanpa memedulikan usiran Harfian, "kelihatan dari cara dia lihat kamu tuh berbinar banget. Kata si Dafa sih kalian suka berantem gitu, ya? Adu mulut? Hati-hati, Pi, ntar nggak ada yang bisa diberantemin malah kangen lagi."

Harfian menghela nafas kasar, ingin rasanya ia teriak sekencang mungkin sampai Azka keluar dari kamarnya. Namun, apalah daya keberanian Harfian tidak sebesar itu.

"Si Janu juga ngasih tahu ciri-ciri kepribadian si Wulan ke Aa kemarin, dari yang Aa dengerin kayaknya dia gengsian gitu lah orangnya. Sama banget kayak kamu, waduuuhhh, susah banget kalau disuruh terus terang tuuuhh!" Azka lalu mengubah posisinya menjadi duduk dengan cepat, dengan muka sok seriusnya ia menatap Harfian yang sedang memandanginya datar itu. "Kalau saran Aa sih mulai ngalah dari sekarang aja, Pi, soalnya si Wulan cantik gitu gak mungkin kalau nggak ada yang suka, ya, kan? Mulai dari hal kecil gitu, misalnya kamu modusin dia kayak kemarin. Jangan kasih jaket aja, usap rambutnya kek, cubit pipinya kek."

Go Get HerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora