🥀 Amarah Yang Menakutkan

84.1K 1.5K 15
                                    

Hai semuanya! Terima kasih sudah menyempatkan waktu membaca karya ini:)

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan vote dan komen.

Cerita ini updatenya selang seling, ya!







~Happy Reading~











"Sebaiknya kamu pulang dulu, bekerjanya besok pagi saja," tutur Merry lembut. Wanita berusia 45 tahunan itu begitu hangat pada Naya.

"Ta-tapi bagaimana bila dia marah?" balas Naya menatap ke arah tangga.

Merry mengusap lembut pundak Naya."Nanti aku yang akan mengatakan pada tuan Argio. Jangan dimasukkan dalam hati ucapan tuan Argio tadi, dia memang seperti itu cara bicaranya. Tapi dia sangat baik."

Naya hanya tersenyum tipis mendengar ucapan wanita tersebut. Bagi Naya yang baru mengenal Argio, ucapan pria itu sangat menyakitkan dan panas di telinga. Walau orang mengatakan pria itu sangat baik tapi ucapannya pedas, tetap saja menyakitkan. Entahlah, apa ia tahan bekerja di sini tanpa di gaji. Tapi ada sedikit rasa syukur karna ia tidak melakukan hal rendahan seperti itu, yaitu melakukan hubungan intim dengan pria asing.

"Kalau begitu saya pulang ..." Naya menjeda ucapannya tampak kikuk ingin memanggil Merry dengan sebutan apa.

"Panggil saja aku Bibi," sahut Merry cepat.

"Kalau begitu saya pulang, Bi." Setelah berpamitan Naya melangkah keluar  dengan membawa pakaian seragam pelayan yang ia peluk erat.

Merry menghela napas berat setelah sosok wanita muda itu mulai menghilang dari pandangan matanya. Rasa kasihan merambat dalam benaknya. Ia sudah mengetahui semuanya termasuk wanita niat itu yang ingin menjual keperawanannya untuk ibunya.

"Semoga saja masalah dan kesusahannya cepat selesai," gumam Merry, sesaat kemudian ia menutupi pintu mansion.


Wanita paruh baya yang terbaring di brankar menoleh kala pintu terbuka dan menampilkan sosok putrinya. Seulas senyum tipis terbingkai di bibir pucatnya.

"Kamu ke mana saja, Nak?" Pertanyaan muncul kala Naya melangkah mendekati brankar sang ibu. Ia meletakkan barang yang ia bawa ke atas meja." Apa yang kamu bawa?"

Bu Ani kembali bertanya, menatap gumpalan kain di atas meja. Naya menarik napas dalam-dalam berusaha menetralkan perasaan yang menghimpit rongga dadanya.

Naya menarik kursi lalu mendudukkan dirinya.

"Aku mencari pekerjaan, Bu. Dan barang yang aku bawa itu seragam kerjaku."

"Ooh ya. Jadi kamu bekerja, Nak?" Raut wajah bu Ani tampak sumringah.

Naya mengangguk pelan."Baru saja di terima, Bu. Doakan semoga Naya lancar kerjanya."

"Lalu, bagaimana dengan kuliahmu?"

Naya terdiam sejenak mendengar pertanyaan yang kembali tercetus dari mulut ibunya.

"Ibu tenang saja. Aku akan kuliah seperti biasa. Yang terpenting sekarang ibu cepat sembuh dan bisa pulang ke rumah." Naya menggengam tangan keriput bu Ani.

"Ibu ingin secepatnya pulang dari sini, Nay. Ibu tidak ingin membuat kamu terbebani dengan biaya rumah sakit ..." lirih bu Ani.

Bahkan saat menjalani perawatan di rumah sakit ini saja pikirannya selalu tertuju pada biaya yang harus di tanggung putrinya. Apalagi ini rumah sakit yang cukup mahal di kota ini.

"Ibu tenang saja. Aku sudah dapat pinjaman dari seseorang. Jadi aku mohon ibu jangan memikirkan soal biaya, ya."

"Tapi Ibu benar-benar tidak enak_"

Pelayan Perawan Milik Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang