KG. 27

719 56 10
                                    

Sadar dengan apa yang telah dilakukan Tula, Taruna mendorong kuat tubuh Tula, lalu menyingkir dengan cepat menjauhi Tula. Wajahnya memerah marah, kedua matanya memerah menahan tangis. Sudah cukup Tula membuatnya seperti perempuan murahan. Menghapus kuat bekas ciuman Tula di bibirnya, Taruna menatap tajam Tula.

"Cukup ya Pak Tula. Saya sudah sangat bersabar dengan kelakuan anda. Tolong jangan permainkan perempuan buruk rupa seperti saya lagi. Saya bukan perempuan murahan yang bisa bapak sentuh sesuka hati." Taruna berbalik pergi seiring dengan air mata yang jatuh di pipinya.

Tula tidak mengejar Taruna, dia malah berbalik menatap matahari yang sedikit lagi akan sepenuhnya tenggelam. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celananya, dua matanya menatap tajam ke arah matahari terbenam, mungkin sedang memikirkan kalimat Taruna tadi.

Langit semakin gelap, Taruna berbalik menatap Tula yang masih berdiri di atas batu karang sana, masih berdiri membelakanginya. Bodoh, apa yang ia harapkan? Berharap Tula mengejarnya? Atau sekedar meminta maaf? Taruna kembali melangkah dengan wajah kesal. Sampai di di depan mobil Taruna merasa kebingungan, tempat ini sepih jarang kendaraan lewat, bagaimana caranya ia pulang? Menarik rambut frustasi Taruna berjongkok di samping mobil, benar-benar gila, ia akan tetap pulang bersama Tula.

**

Perjalanan pulang kali ini terasa tidak nyaman sama sekali tidak ada pembicaraan. Taruna masih memasang wajah kecewa dan memilih menutup matanya, pura-pura tertidur lebih baik.

Tiba di parkiran hotel, Taruna cepat-cepat keluar dan melangkah pergi terlebih dahulu. Masa bodoh jika kelakuannya seperti wanita yang sedang ngambek pada kekasihnya.
Taruna benar-benar masih kesal dengan prilaku Tula yang semena-mena, pria itu juga masih diam dan seperti tidak merasa bersalah.
.
.
.

Malam semakin larut, Taruna benar-benar tidak bisa tidur, sejak tadi ia masih duduk memeluk lututnya di bawah ranjang.

"Your mine Taruna."

Kalimat dari Tula itu terngiang-ngiang dipikirannya. Mengapa Tula selalu bersikap semaunya? Mempermainkan perasaannya, bagaimanapun ia adalah seorang wanita yang mudah terbawa perasaan. Bagaimana jika ia jatuh hati pada Tula yang nyatanya hanya mempermainkan perasaannya?

Tengah malam dering teleponnya berbunyi. Taruna melihat siapa girangan yang menelponnya.

"Halo Gal!"

"Tar, lagi ngapain?!" Taruna mengerutkan keningnya menatap layar hanphonenya sebentar lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju jendela dan menatap langit malam yang tampak cerah penuh bintang-bintang.

"Lagi santai aja, kenapa? Tumben nelpon?!"
Kemarin saja Gala hanya meread pesananya.

"Jemuran lo itu masih di kamar gue, kapan ngambil bikin berantakan kamar gue aja."

Taruna mendengus malas. Di jam sebelas malam ini, Gala menelpon hanya untuk membahas pakaiannya yang belum kering sepenuhnya dan ia titipkan pada Gala agar menyimpan di kamar pria itu.

"Besok juga gue udah pulang."
Tidak ada jawaban, hening dari seberang telepon.

"Bawa oleh-oleh yah."

Taruna tersenyum kecil, aneh bukan sikap Gala seperti pria yang ingin dimanjai oleh kekasihnya.

"Boleh, tapi transfer uang ya."

Gala mendengus dari seberang telepon dan Taruna terkekeh dibuatnya.

"Perhitungan banget tuyul." Kali ini Taruna yang mendengus malas. Gala dan Tula itu seperti keluar dari pabrik yang sama, nyebelin banget suka ganti nama orang sembarangan.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now