KG. 20

693 54 11
                                    


.
.
.

Setelah turun dari taksi, Taruna benar-benar langsung bersembunyi saat melihat Gala yang baru saja keluar dari dalam mobilnya. Sepertinya Gala baru pulang, pria itu tidak pulang semalaman.

Melihat kondisi aman, Taruna kembali mengendap-endap masuk. Saat melihat Gala sudah benar-benar masuk ke dalam kamarnya, cepat-cepat Taruna berlari dan membuka pintu kamarnya. Sejenak ia sadar, tingkahnya sekarang seperti maling.

"Loh mbak Taruna, mau kemana?!"
Sontak saja Taruna menoleh ke arah Suci yang baru turun dari lantai 3.

"Ini mau buang sampah, tapi lupa makai sendal dan bawa sampah jadi masuk lagi. Hahaha."

Suci ikut tertawa karena merasa Taruna aneh.

"Astaga mbak, stres karena pekerjaan ya, sampai gak fokus?"

Taruna lagi-lagi tertawa dan mengangguk.

"Kalau gitu Suci pamit ya mbak, mau ke super market dulu."

Taruna hanya mengangguk saja, lalu cepat-cepat bergegas masuk.  Membuang tubuhnya ke atas tempat tidur, Taruna memejamkan matanya.
Mengapa kisah hidupnya jadi seperti ini? Padahal ia ingin hidup bahagia tanpa adanya masalah.

Bagaimana jika ia hilang dan dibunuh?
Bagaimana jika tubuhnya dimutilasi?
Bagaimana jika ia mati tanpa ada yang tahu dimana mayatnya?

Taruna mengacak rambutnya frustasi. Ia ingat kalimat Prisna sebelumnya.

Lebih baik jangan mencari masalah dan terlibat dengan kumpulan anak orang kaya itu.

Membuang nafas pelan, Taruna menggeleng pelan mengusir pemikiran anehnya. Biarkan semua berlalu, anggap saja semalam tidak pernah terjadi. Ia merasa seperti gadis murahan di mata Tula. Pria menyebalkan itu semakin membuat Taruna makan hati. Ia semakin benci dan tidak menyukai Tula.

**

Taruna merenggangkan tubuhnya berusaha untuk bangun dari tidurnya. Seharian ia tidur dan tidak membuka handphonenya. Ia bahkan belum mandi sama sekali. Taruna menuju kamar mandi dan menatap wajahnya pada cermin kecil yang tergantung di kamar mandi.

Sambil menyikat giginya, Taruna mengingat apa yang terjadi semalam. Cepat-cepat Taruna menggeleng pelan mengusir pemikirannya, bagaimana ia bisa bersikap seliar itu?  Tula pasti menganggapnya gadis liar. Taruna makin cepat menyikat giginya, bukan salahnya juga, toh ia dipengaruhi oleh alkohol. Minuman laknat itu, ia berjanji untuk tidak lagi minum walaupun dalam permainan sekalipun. Selesai menyikat gigi, Taruna lagi-lagi menghentikan gerakkan tangannya, matanya menatap baju yang ia kenakan. Kaos hitam milik Tula, bahkan ia bisa mencium aroma parfum pria itu. Cepat-cepat Taruna membuka baju itu lalu melemparnya kesal ke dalam keranjang baju kotor.

"Cowok sialan. Gimana kalau gue bakar aja tuh baju?!"

Taruna benar-benar kesal, ia tidak bisa melempar atau memaki Tula, pria itu adalah Bos di perusahaan tempat ia bekerja, tahta tertinggi perusahaan.

Selesai mandi dan berganti baju, Taruna membuka handphonenya. Enam panggilan tidak terjawab dari Bayu. Segera ia menekan nomor Bayu, ia harus mendengar apa yang terjadi semalam?

"Hallo, Bayu semalam lo kemana aja? Lo gila ya pulang gak sama gue?!"
Tidak peduli jika Bayu akan mengomelinya karena langsung marah-marah.

"Apaan sih lo Run. Harusnya gue yang nanya, semalam lo pulang sama siapa? Ini gegara teman-taman Karen, gue mabuk banget gak ingat. Kata mami, gue diantar pulang sama dua cowok gak tahu siapa, malah motor gue juga udah ada di garasi gak lecet sama sekali."

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang