KG. 14

671 64 14
                                    

"Makan siang untukmu, dari pak Devan." Bukan hanya Taruna yang terkejut bukan main. Karen yang sejak tadi tak peduli sama sekali menghentikan gerakkan tangannya yang sedang mengetik di atas papan keyboard. Sedangkan Bayu dan Prisna saling pandang menatap Taruna dan Ivana bergantian terkesan horor. Senior-senior Taruna juga begitu penasaran.

"Salah orang kali Bu Ivana." Taruna mendorong kembali rantang yang di berikan Ivana.

Ivana tampak terkekeh pelan. "Kamu Tarunakan? Berarti tidak salah orang. Saya permisi, masih ada kerjaan."

Setelah Ivana menghilang dari balik pintu, Taruna mengangkat wajahnya. Seperti dugaan, semua mata sedang menatapnya penuh tanda tanya. Tak ingin terus ditatap, Taruna bangkit berdiri, ia harus mencari Devan sekarang. Pria itu sangat aneh, bisa saja ia jadi objek gosip yang paling menggoda di kantor ini. Tobat rasanya digosipi yang tidak-tidak. Cukup gosip ia menggoda Tula, jangan sampai ada lagi gosip ia menggoda Devan.

Dari kejauhan Taruna bisa melihat Devan sedang berbicara dengan Tula dan Bala. Sontak saja dengan cepat Taruna bersembunyi sebelum ketiga pria itu sama-sama melihatnya. Trauma itu masih sangat pekat menari di hati dan otaknya. Ketakutan waktu itu masih ada. Taruna memilih menghindar ketika bertemu salah satu dari komplotan itu kecuali Karen, mana mungkin ia menghindar dari satu timnya. Sedangkan untuk rantang makanan dari Devan ia anggap rasa kasihan dan bersalah pria itu, karena tak menolongnya waktu di Vila.

"Ta!" Taruna mengerutkan kening saat Lanta berhenti tepat di hadapannya menghalangi jalan.

"Kamu udah sehat?!" Lanta menatap wajah Taruna lamat ada hansaplast di kening Taruna. Sadar jika Lanta memperhatikan lukanya yang hampir sembuh karena diobati Gala, Taruna mengangguk pelan. Senyumnya merekah lebar, masih ada yang baik padanya.

"Udah, makasih Ta udah perhatian."
Lanta tersenyum menatap Taruna lalu mengacak rambut Taruna yang berantakkan makin berantakkan.

"Anta, rambut aku makin berantakkan nih." Omel Taruna sambil merapihkan rambut panjangnya yang memang sejak masuk ruang rapat awut-awutan. Bibir Taruna cemberut tapi Lanta malah terkekeh pelan. Pria ini terlihat dingin dan cool tapi sangat iseng padanya.

"Nih buat kamu." Taruna menaikkan sebelah alisnya. Susu kotak rasa strowberry yang Lanta sodorkan itu pasti milik wanita-wanita yang menyukainya. Kenapa juga Lanta selalu memberi padanya, sikapnya ini yang membuat Taruna selalu was-was takut dibuly.  Mata Taruna tak sengaja menatap Tula dan Bala dari kejauhan. Kedua orang itu berjalan ke arah mereka.
Dengan cepat Taruna mengambil susu kotak di tangan Lanta, lalu menarik Lanta pergi. Ia tak sanggup untuk menatap wajah Tula yang menyebalkan. Melihat Tula, hanya menimbulkan luka di hatinya. Pria itu juga menghina ia dan keluarganya. Kenapa jika ia miskin dan keluarganya banyak utang? Banyak utang bukan berarti harus dianggap sebelah mata. Hargai saja, cukup dengan memanusiakan satu spesies sepertinya. Bukankah setiap orang dan keluarganya punya proses yang berbeda dengan keluarga lainnya?

Lanta hanya diam saja menatap tangannya yang digenggam tangan mungil Taruna. Keduanya memang akrab.

Sedangkan dari kejauhan Bala dan Tula bisa melihat Lanta dan Taruna yang saling menarik pergi.

"Mereka pacaran?!" Wajah Tula tak bereaksi apapun.

Bala bersiul menggoda, seperti menyaksikan romansa kantor.

**

Merasa sudah aman, Taruna dengan cepat melepas jemari Lanta yang sejak tadi ia genggam.

"Sorry ya Anta. Tapi makasih buat susu kotaknya. Btw, jangan terlalu ngasih gue susu atau apapun dari pemberian cewek-cewek kantor, gue bisa disembelih tau gak." Omel Taruna panjang lebar tapi tetap menikmati susu kotak yang Lanta berikan.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now