KG 18

664 59 9
                                    

Pulang dari kerja, Taruna masih uring-uringan sambil menatap jam beker di atas meja yang telah menunjukkan pukul 18.30, lalu matanya menatap undangan di tangannya. Ia merasa bingung dan tidak ingin pergi, tapi ia juga merasa tidak enakan dan dianggap tidak menghargai undangan Devan. Apalagi Devan memberikan undangan secara langsung. Masalahnya ia bingung harus pergi dengan siapa, ia tak punya kendaraan. Apalagi jika tidak punya teman ngobrol bisa-bisa ia jadi anak itik yang kehilangan induknya.

Kesal dengan pikiran yang awut-awutan, Taruna membaringkan tubuhnya ke atas ranjang. Satu ide muncul di kepalanya. Bagaimana jika ia mengajak Bayu? Tapi Bayu sedang sakit. Sejenak ia berpikir untuk mengajak Gala, tapi dokter menyebalkan itu belum pulang. Saking buntunya Taruna menelpon Bayu, mulanya ia pikir Bayu akan menolak ajakkannya. Tapi dengan exitednya Bayu menyetujui begitu saja.

"Bukannya lo lagi sakit Yu?!"

"Iya, sakit perut gue, tapi udah sembuh kok beb."

Taruna memutar bola matanya malas. Ia pikir demam atau apapun. Ternyata sakit perut gegara makan rujak malam-malam. Emang si Bayu agak lain orangnya. Taruna lagi-lagi memutar bola matanya malas saat Bayu mengomelinya memberitahu kabar sepenting ini dadakan, pria kemayu itu belum perawatan sama sekali dan telepon dimatikan begitu saja.

**

19.30

Taruna menatap jam tangan dan jalanan bergantian, tidak ada tanda-tandanya Bayu muncul dengan motor bebeknya. Ia sempat berpikir untuk membatalkan saja, tapi jika ia batal pergi, maka Bayu benar-benar akan menggantungnya di atas tiang listrik depan rumah pria kemayu itu. Baru saja akan berbalik kembali ke atas, bunyi bel motor terdengar.

"Run udah siap?" Taruna berbalik menatap Bayu dengan kemeja biru dipadui rompi hitam, menurutnya Bayu ini sangat tampan, hanya saja kelakuannya tidak bisa diselamatkan lagi. 

"Duh astaga beb, lo beneran gak mau dandan ala-ala mbak-mbak glowing yang ke pesta?" Taruna mengerutkan keningnya dalam sambil meneliti tampilannya. Tidak ada yang salah dengan tampilannya. Ia memakai dress A-line yang pas di tubuhnya, harusnya tak masalahkan? Walaupun bukan orang kota metropolitan, ia juga tak sekampung-kampung amat dalam berpenampilan.

"Canda say, natural aja udah cantik, sekarang gak usah lama lagi, kita bakal terlambat. Pakai dulu helm, lalu naik say." 

Taruna memutar bola matanya jengah. Yang dapat undang siapa, yang kesenangan siapa. Untung saja Devan bilang ia bisa membawa teman jika tidak ingin sendiri. Motor Bayu keluar dari gerbang mengikuti lokasi rumah yang semalam Devan kirimkan seperti yang pria itu janjikan saat mereka berpisah di depan kos. Devan bahkan sampai share lock untuknya. Segitu niatnya agar Taruna pergi.

Masuk di kawasan Mawar Indah, bisa Taruna lihat rumah-rumah mewah berjejer. 

"Tar, ini mah salah satu kompleks rumah-rumah orang kaya." Suara Bayu bisa Taruna dengar karena Bayu melajukan motornya dengan pelan, seakan membiarkan keduanya mengamati perumahan elit di sini. 

Tiba di titik biru yang menunjukkan rumah mewah bernuansa cream warna tembok rumahnya, Taruna bisa melihat banyak mobil-mobil mewah yang terparkir di sini. 

"Bayu, kita pulang aja ya." Bayu yang baru saja merapihkan rambutnya yang berantakkan karena helm sontak saja langsung memasang wajah horor ke arah Taruna. 

"Tar, lo gak sakit jiwakan? Kita udah sampai di depan rumah ini loh."

Taruna membuang nafas berat, benar sudah sampai depan rumah Devan, karena itu nyalinya mendadak ciut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan di sana.

"Jangan bilang lo takut kayak orang yang ke sasar nanti?" Seperti tahu apa yang ada dalam pikirannya, Taruna mengangguk pelan. 

"Gak apa-apa, kan ada gue bidadari putih yang bakal nemani." Tanpa menunggu jawaban Taruna, Bayu main tarik saja tangan Taruna.

Kelebihan Garam (LENGKAP SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now