Natalie kebiasaan sekali, sudah ku bilang untuk tidur di tempat empuk, tetap saja di atas tubuhku. Apalagi kami habis melakukannya, sudah pasti badannya terasa remuk.

Perlahan, ringisannya mulai hilang dan wajahnya pun tidak lagi mengerut. Padahal Natalie sedang kesakitan, namun melihatnya mendesah tepat di hadapanku malah membuatku kembali mengingat malam kemarin.

Sial, otakku kotor sekali. Aku tidak bisa berhenti membayangkan miliknya yang mendekat, minta dimasuki.

Tahu dengan apa yang ku pikirkan, Natalie menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menendang-nendangku menjauh. Wanitaku imut sekali, aku bisa merasakan tubuhnya yang menegang, takut aku sentuh kembali.

"Aku ingin mandi, Al. Tubuhku lengket dan tidak enak," pintanya tanpa melihatku. Napasnya terengah-engah dan dadanya naik turun tepat di hadapanku.

Dengan nakal, aku merapatkan diri hingga benda kenyal itu terjepit. Kakinya yang menendangku pun ku biarkan mengangkang dan membuatnya semakin tersiksa karena tidak bisa bergerak sama sekali.

"Silakan saja kalau masih bisa jalan. Kau bergerak terlalu liar kemarin, masih terasa sangat lemas kan, sayang?" tanyaku yang langsung dibalasnya dengan pukulan. Tidak berhentinya tangan kecil itu mendorongku dan menyerangku dari segala arah. Takut Natalie kesakitan, akhirnya aku pun mengalah dan memberikan sedikit jarak antara kami.

"Jangan mengingatnya lagi ah! Aku malu!" rengeknya dengan pipi mengembung dan alis yang menyatu.

Mau ekspresi seperti apapun sepertinya Natalie memang tidak pernah mengecewakan, malah terlihat semakin imut di mataku. Refleks aku mencium pipi bulatnya dan sedikit menggigitnya dengan gemas. Rasanya aku ingin menelan daging ini ke perutku.

Mata bulatnya yang terbelalak, melihatku dengan sebal. Tangannya juga mendorong bahuku yang tidak berbuah apa-apa, malah aku yang berhasil menahan kedua tangannya di atas kepala.

Aku benar-benar suka posisi seperti ini, Natalie tampak menggairahkan.

"Kau sangat cantik, sayang. Jangan mandi dulu, aku masih belum mau kemana-mana. Mau nyusu, boleh?" pintaku yang dianggukinya dengan merajuk.

Hatiku rasanya berbunga-bunga tidak lagi mendapatkan penolakan dari Natalie. Walaupun wajahnya masih mengerut, tetap saja dia menurutiku.

Tidak berlama-lama lagi, aku menuju ke bawah dan melihat kedua gundukan itu yang tidak tertutupi apapun. Terlihat semakin besar, semakin hari. Aku menyukainya.

Tanganku meremasnya dengan lembut dan memajukannya hingga tepat berada di hadapanku. Mengemutnya dengan perlahan, rasanya sangat nikmat saat daging itu berada di mulutku.

Jari-jarinya masuk ke sela rambut dan menekannya, seakan tidak ingin berhenti. Lihat kan betapa nakalnya wanitaku, jangan salahkan aku jika hal ini semakin candu.

"Jangan kencang-kencang, ya, bayi besar. Masih sakit ngh," ringisnya yang tidak menghentikanku. Tubuhnya membusung dan matanya merem melek, kegelian. Kakinya menyatu dan menggesek-gesek bagian bawahku.

Aku yang tidak mau terpancing, memundurkan diri agar tidak mengenai miliknya yang mulai terasa basah. Bisa bahaya jika aku terus merasakannya, aku takut hilang kontrol dan memasukinya begitu saja.

Melihat wajahnya yang frustrasi, bibirku menyeringai puas dan semakin menghisapnya kuat. Aku jadi ingin melihatnya kembali memohon dengan mata yang berkabut seperti tadi malam, terlihat sangat sexy di mataku.

Namun, sayang hal itu tidak bertahan lama karena tiba-tiba saja Natalie menahan kepalaku. Raut wajahnya terlihat sedih tanpa alasan dan tangannya menutupi gundukan indah yang ku puja-puja itu.

Pet Me, I'm Your Wolf!Where stories live. Discover now