0110 🤍 Ada Apa Dengan Reihan?

24.8K 3.7K 2.2K
                                    

Kalo mau cepet up, kerjasamanya aja yaa teman-teman 🫶
Semua tergantung sama kalian
Jangan lupa follow, vote dan komentar 🤎
Bagi yang mau aja, nggak ada maksa🙏🥰

Selamat Membaca🤍

💚💚💚

Dalam ruang diskusi yang serius, Reihan dan teman-temannya membahas perencanaan dan konsep desain dengan penuh konsentrasi. Ide-ide dikeluarkan, argumen disajikan, dan kertas-kertas berisi sketsa tersebar di meja. Setelah setengah waktu berlalu, suasana mulai santai.

Tiba-tiba, Moreno melihat perubahan pada wajah pucat Reihan. "Rei, lo kenapa?" tanyanya dengan cemas.

Reihan mencoba mengelak, "Kenapa apanya? Gue baik-baik aja."

"Tuh, muka lo keliatan pucet gitu, sakit, ya?" ujar Moreno, sambil mendekati Reihan.

Semua teman-teman mereka berpaling dan kompak memperhatikan Reihan. Pemuda itu langsung berusaha menyembunyikan ketidaknyamannya, "Gue nggak papa, perasaan lo aja kali, gue biasanya juga begini."

Namun, Moreno tidak puas dengan penjelasan itu. "Masa sih? Nggak kok, Rei, coba ngaca, ada yang bawa kaca, nggak?" tanya Moreno sambil menoleh kepada seorang mahasiswi di dekat mereka.

"Iya, dari tadi mukanya emang keliatan agak pucet."

Reihan menerima cermin dari salah satu temannya dan memeriksa wajahnya dengan cermat. Meskipun dalam hatinya ia mengakui kondisinya yang pucat, namun dengan santai ia berkata, "Enggak, inimah lupa pake lipbalm aja." Setelah itu, dengan ringan hati, ia mengembalikan cerminnya sambil tersenyum pada teman-temannya. "Thank's."

"Lo yakin? Lo kalo mau bohong tuh liat-liat kondisi lah, mendukung atau enggak, sakit, kan, lo?" tanya Moreno dengan ekspresi cemas.

Reihan menggeleng, mencoba memastikan bahwa ia baik-baik saja.

"Aman, Mor."

Namun, Moreno tidak sepenuhnya merasa yakin dan berkata, "Guys, kayaknya mending dilanjutin besok aja deh, perasaan gue nggak enak nih lihat kondisi bocah satu ini," sambil menunjuk ke arah Reihan.

Reihan segera ingin membantah, "Gue nggak papa, lanjutin aja, biar cepet kelar juga tugasnya."

Namun, teman-temannya mendukung saran Moreno. "Moreno bener, kayaknya lo perlu istirahat deh, Rei, atau mau diantar ke dokter?" tambah salah satu teman Reihan yang lain.

Reihan masih mencoba bersikeras, menggelengkan kepala. "Nggak usah, kayak parah banget aja sampe harus ke dokter, nggak usah."

"Kalo gitu kita lanjutin besok aja, lo mending istirahat," kata Moreno.

"Ya udah deh, kalo gitu, sorry banget, ya, besok kita lanjutin."

Semua mengangguk setuju. Tak lama kemudian, mereka membubarkan diri. Reihan langsung menuju ke tempat di mana mobilnya terparkir, merenungkan perkataan teman-temannya sambil merasa sedikit lega bahwa mereka peduli padanya.

Di dalam mobil, Reihan merasa frustasi dan terlempar ke kursi kemudi, tasnya dengan kasar dijatuhkan ke samping. Ia meringkuk, merasakan sakit yang semakin kuat mengganggu perutnya.

"Argh!"

Akhirnya, rasa lelah dan sakit memaksa Reihan bersandar dengan lemas pada punggung kursi, mencoba meredakan ketidaknyamanan yang dirasakannya.

Dalam keheningan yang penuh pikiran, Reihan terlihat tengah merenung. Tidak lama kemudian, ia mengambil napas dalam-dalam, menegakkan tubuhnya lagi, dan memutuskan untuk mengemudikan mobilnya keluar dari parkiran kampus. Meskipun dalam rasa sakit, ia berusaha mengendarai mobilnya dengan satu tangan sementara tangan lainnya sibuk memegangi perutnya yang masih terasa tak nyaman. Ia berusaha keras untuk tetap fokus meskipun dalam kondisi yang kurang baik.

SAPTA HARSA {TERBIT} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang