22 : Elisa's Transmigration

86.4K 6K 189
                                    

Heyooo

Jangan lupa vote dan comment💞

Yang belum follow hayu follow duluu😁

Enjoy!

Happy Reading💗

****

Elisa berdecih, ketika sesaat setelah Raefal terduduk di aspal ia pingsan tak sadarkan diri. "Baru satu tendangan saja sudah pingsan. Dasar pria lembek." Ledeknya.

Aldrich menatap dalam Elisa. Sungguh kini Elisa benar-benar berubah, dan Aldrich cukup terkejut dengan perubahan drastis yang Elisa tunjukan.

Baik Aldrich maupun teman-teman nya tidak ada yang berani menjawab Elisa. Ia hanya mampu terdiam mencerna apa yang terjadi.

"Dari pada aku meladeni kalian yang berstatus sebagai orang gila, lebih baik aku pergi ke kantor kekasihku. Kalian membuat mood ku untuk berkuliah menghilang." Setelah mengatakan hal tersebut, Elisa langsung memutar badannya berjalan menjauhi Aldrich dkk.

Elisa tak ingin berhadapan dengan mereka, karena Elisa tau akhirnya akan ada perdebatan. Ia juga malas untuk melihat wajah mereka yang seperti kodok itu. Mereka ganteng si tapi sayang tolol.

Aldrich menatap Kenzi. "Bawa dia ke rumah sakit."

Kenzi mengangguk, ia memberikan kode pada temannya--Mirza untuk membantu mengangkat tubuh Raefal.

Aldirch berjalan duluan bersama Claudia, kemudian di susul oleh Kenzi dan Mirza yang sedang menggendong tubuh Raefal.

****

Elisa berdecak sebal. "Aishh shibal! Dimana sih taksi?!" Bagaimana tidak kesal, sudah hampir 2 jam Elisa menunggu taksi tapi tak kunjung ada yang lewat.

Sebenarnya bisa saja Elisa meminta Edwards untuk menjemputnya, tapi Elisa tak melakukannya dengan alasan ingin memberi Edwards kejutan.

Elisa menghela nafas, gadis itu pikir akan menunggu beberapa saat lagi. Jika tidak ada yang lewat, ya kita lihat saja bagaimana nantinya.

5 menit menunggu

10 menit menunggu

15 menit menunggu

"Fuck!" Sudah cukup Elisa tidak tahan. Gadis itu memilih berjalan saja dulu entah kemana saja terserah.

Mata Elisa menyipit kala melihat perkelahian yang terjadi tak jauh dari nya.

Elisa meringis melihat seorang pria yang dikeroyok dengan brutal. "Tolong, engga, tolong, engga?" Disituasi seperti ini Elisa berpikir apakah ia lebih baik menolong atau tidak.

Elisa pun antara takut tidak takut. Takutnya nanti jika dia membantu, terus babak belur pulang-pulang yang ada Edwards akan mengamuk. Namun, jika tidak menolong pria itu, kasian. Udah hampir mati gitu--pikir Elisa.

Kelamaan berpikir Elisa membelalakan matanya kala melihat tubuh lemas pria yang di hajar habis-habisan itu. Tak punya pilihan lain, Elisa menggulung lengan blus nya, meletakkan tas nya di aspal, kemudian berlari menghajar satu persatu orang itu.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Elisa berhasil membuat tiga orang tersungkur. Elisa membalikkan badannya, kala melihat salah satu dari mereka hendak menyerangnya dengan balok kayu.

Bugh!

Elisa memukul wajahnya, orang itu meringis memegangi hidung nya yang mengeluarkan darah. Pukulan gadis ini tidak main-main--pikirnya.

Elisa kemudian mengambil alih balok kayu yang di pegang orang itu. Elisa memukulkan balok itu ke kepala orang yang hendak memukulnya tadi.

Bugh!

Bugh!

"Mampus! Nyerang kok dari belakang dasar banci!" Ucap Elisa sembari meludah di samping tubuh pria yang sudah tak sadarkan diri karena pukulannya.

Elisa membalikkan badannya, gadis itu meletakkan balok kayu yang tadi sudah ia gunakan untuk melumpuhkan salah satu dari mereka.

Elisa menatap sinis ke salah satu dari mereka yang masih sadar kan diri.

"Wah sisa satu ternyata." Ucap Elisa.

"Mau menyusul teman-teman mu bro?" Elisa memainkan balok kayu yang ia pegang, sembari menatap mengejek ke arah orang itu.

Melihat Elisa yang bersiap hendak menyerangnya, orang itu langsung gemetaran. Kaki besarnya bergemetaran hebat. Air keluar dari alat kelaminnya, ia pipis. Eww.

Elisa menatap jijik orang itu. "Astaga, menjijikan sekali." Elisa menutup hidung nya karena mulai mencium aroma-aroma pesing yang tak sedap.

Orang itu langsung berjongkok memohon ampun padanya. "Nona.. maaf kan saya, biarkan saya pergi."

Elisa mengangguk. "Sudah sana. Kau bau sekali, cepat pergi."

Orang itu mengangguk ia kemudian lari terbirit-birit. Selain takut, ia juga malu tentunya.

"Jangan lupa cebok ya!!" Teriak Elisa kemudian terkekeh geli.

Elisa menepuk kening nya. "Astaga. Aku lupa, kau tak apa?" Tanya Elisa sembari membantu pria yang tadi di seramg berdiri.

"Aku tidak apa, terimakasih.." ucapnya dengan lemah.

Elisa mengangguk. "Sama-sama. Kalau boleh tau, dimana rumah mu?"

"Di dekat-dekat sini." Jawab pria itu.

"Baiklah. Apa kau punya nomor seseorang yang bisa di hubungi? Mungkin mereka bisa menjemputmu. Aku tidak bisa mengantarmu karena memang aku tidak membawa kendaraan." Ucap Elisa.

Pria itu mengangguk sembari tersenyum kecil. "Tidak masalah. Aku bisa meminta jemputan, sekali lagi terima kasih atas bantuan mu. Jika saja tidak ada dirimu mungkin aku sudah tiada."

Elisa tersenyum menanggapi ucapan pria itu. "Sama-sama. Kalau begitu, tidak apakah kau ku tinggal disini? Aku harus ke kantor kekasihku."

Pria itu mengangguk. "Ah--tidak apa." Ucapnya dengan sedikit, terkejut--mungkin?

"Baiklah kalau begitu, aku permisi." Ucap Elisa sembari tersenyum kecil. Elisa berjalan menjauhi pria itu. Tak lupa, Elisa mengambil tas yang ia tinggalkan tadi. Kemudian menghubungi Edwards untuk meminta jemputan.

Persetan dengan kejutan. Elisa lelah.

Pria itu tersenyum menatap kepergian Elisa. Ia sedikit terpesona dengan Elisa. Ah tidak sedikit melainkan sangat, membayangkan memiliki kekasih seperti Elisa adalah keberuntungan. Sudah cantik, sexy, kaya tak begitu pria itu pikirkan, yang paling penting Elisa pandai dalam bela diri.

Dan pria itu jatuh cinta padanya.

Ah memikirkan nya membuat pria itu gila. Ia hampir lupa akan satu fakta, Elisa sudah memiliki kekasih.

Dan Elisa juga sudah menjadi ratu nya sang tiran bisnis. Yang tentu nya tak pria itu ketahui.

"Persetan dengan kekasihmu. Salahkan saja dirimu yang membuatku terpesona dalam pandangan pertama ini, nona."

♡♡♡♡

Bersambung....

Publish : 19.08.2023

Elisa's Transmigration Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu