20 : Elisa's Transmigration

81.7K 5.6K 178
                                    


Happy Reading!💗


"Menjauh." Ucap Elisa.

Edwards tak mendengarkan Elisa, pria itu semakin memeluk Elisa. Elisa mengumpat pelan, "Kau tidak mengerti Tuan? Menjauhlah."

Edwards mengangkat wajahnya ia menatap Elisa dingin. Elisa diam, ia tau pria ini pasti marah.

"Tidak baik berbicara seperti itu pada calon suami mu, sayang." Ucap Edwards.

Elisa mengerutkan keningnya "Calon suami? Sepertinya kau sudah gila tuan."

Elisa mendorong tubuh Edwards agar menjauh darinya. Elisa lalu berjalan hendak keluar dari kamar yang tak ia kenali ini.

"Kau tidak akan bisa kabur dari ku Elisabeth." Tekan Edwards sembari menahan tangan Elisa.

Elisa mengalihkan pandangannya menuju ke arah Edwards. Gadis itu berusaha tidak takut. Karena ia ingin Edwards yang berada di bawahnya, bukan dirinya yang berada di bawah Edwards.

"Aku bisa saja tetap disini. Tapi beri aku alasan mengapa harus aku berada disini?" Tanya Elisa tanpa rasa takut.

"Aku mencintaimu." Ucap Edwards seadanya.

Elisa berjalan beberapa langkah, ia kini berdiri didekat tubuh Edwards. "Tapi aku tidak mencintaimu." Ucap Elisa pelan.

Ucapan Elisa membuat Edwards tak terima, pria itu menarik kencang pinggang ramping Elisa. Tubuh mereka yang awalnya hanya berjarak beberapa jengkal kini menempel sempurna.

Edwards tersenyum miring. "Kau pikir aku peduli?"

Edwards mengusap lembut wajah Elisa, ia sedikit menundukkan wajahnya. "Cinta bisa datang kapan saja sayang. Seiring berjalan nya waktu, kau akan mencintaiku. Dapat ku yakinkan itu." Bisik Edwards.

Elisa mengangguk pelan, gadis itu mengangkat wajahnya agar bisa menatap wajah tampan Edwards. "Baiklah. Buat aku mencintaimu." Ucap Elisa.

Edwards tersenyum lebar, pria itu mengecup kening Elisa singkat. "Tentu." Balasnya sembari terus mendekap Elisa, seolah enggan melepaskan dekapan itu.

"Tapi, untuk menahan ku tetap disini tidak lah mudah tuan." Elisa dengan berani menyentuh wajah tampan Edwards. Gadis itu mengusap-usap lembut rahang Edwards.

Edwards memejamkan matanya menikmati sentuhan halus gadisnya. Selang beberapa detik, Edwards menahan tangan Elisa, pria itu mengecup punggung tangan Elisa, sembari menatap Elisa, Edwards menjawab "Aku tau. Apapun yang kau inginkan akan aku penuhi sayang. Cukup berada di sisi ku, maka apapun yang kau pinta akan kuberi."

Elisa tersenyum mendengar ucapan Edwards. "Apapun?"

Sembari terus mengecup punggung tangan Elisa, Edwards mengangguk. "Apapun." Balasnya.

Elisa mengangguk, gadis itu kemudian mengambil tindakan dengan mengecup pipi Edwards.

Cup!

Edwards terdiam mematung. Pria itu tidak menyangka, gadisnya seberani ini. Tapi dia suka, sangat menyukainya. Elisa terkekeh pelan, melihat wajah syok Edwards.

Tanpa basa-basi Edwards mendekap erat tubuh Elisa. Sesekali ia mengecup kening Elisa.

Elisa membalas pelukan Edwards dengan menenggelamkan kepalanya di dada Edwards. Elisa hanya perlu mengikuti alur novel, ia hanya perlu membuat Edwards mencintainya dalam tahapan cinta mati. Elisa akan membuat Edwards benar-benar terjerat didalam pesona nya. Lagian, Elisabeth cukup beruntung menjadi pujaan hati Edwards bukan? Elisa hanya memperbaiki apa yang harus diperbaiki. Dengan berada di sisi Edwards, Elisa dapat menikmati segala hal dengan cara bersantai. Elisa juga dapat membalas mereka-mereka yang dulunya berbuat jahat kepada Elisabeth. Cukup mudah bukan? Hanya dengan selalu berada di sisi Edwards. Elisa akan mencapai segalanya dengan mudah.

Edwards memejamkan matanya, jantung pria itu tak henti-hentinya berdegup kencang. Perutnya serasa di penuhi ribuan kupu-kupu. Edwards bahagia sekarang.

♡♡♡♡

Disebuah ruangan bawah tanah, terdapat seorang pria yang terus menangis sembari memohon pengampunan.

Sudah berkali-kali pria itu memohon pengampunan, namun permohonan nya tak di gubris. Pria itu hanya bisa menangis lirih.

Plak!

Bugh!

Tubuhnya di tampar, di pukuli, pria itu tak punya pilihan selain pasrah. Bersuara pun tidak ada guna nya.

Hans menunduk di depan Pria itu. Hans memegang dagu pria itu sembari berdecih pelan "Kau tau Kenzo? Melihatmu seperti ini, entah mengapa rasanya aku begitu puas."

Ya. Kenzo yang Hans maksud tak lain tak bukan adalah Kenzo Fernandez.

Kenzo menangis "A-aku m-mohon.... a-aku s-sudah l-lelah.."

Bagaimana tidak lelah, sepanjang malam ia selalu dipukuli tanpa henti, tak diberi air, tak diberi sesuap nasi. Mengenaskan, begitulah kondisi Kenzo sekarang.

"Kau tau Ken? Tuan saya sudah berbaik hati padamu, dengan memberimu waktu untuk berubah. Tapi sepertinya, kau begitu di butakan oleh cinta dari pemulung itu?"

Hans meraih tangan Kenzo. "Tangan ini, bukan kah tangan yang selalu dengan ringan nya mengangkat tangan memukul seorang wanita? Terlebih wanita itu adalah adik mu. Adik kandung mu Kenzo Fernandez!" Teriak Hans.

Hans cukup kesal dengan Kenzo. Tentu Hans memiliki alasan untuk itu. Dulu Hans juga memiliki seorang adik usia nya hampir sama dengan Elisa. Hans begitu mencintai adiknya, namun sayang sang adik harus kehilangan nyawa nya karena kekerasan yang kerap ayah nya lakukan ketika Hans tidak ada di rumah. Hans marah, ia sedih, ia kesal, ia benci, berbagai perasaan menyerang dirinya.

Sejak saat itulah, Hans begitu membenci pria yang selalu ringan tangan terhadap wanita. Hans benci, terlebih ketika Hans melihat Kenzo ia selalu terbayang-bayang akan ayahnya yang tanpa ragu mengangkat tangan untuk adiknya. Ketika melihat Elisa, Hans juga kadang teringat adiknya. Kira-kira sudah sebesar Elisa kah adiknya ketika masih hidup? Apakah adiknya akan tumbuh cantik? Akan tumbuh dengan ceria?

Mengingat itu membuat Hans kesal.

Krek!

"Arghhh!!"

Krek!

"Arghh!!" Pekik Kenzo.

Hans mematahkan kedua tangan Kenzo. Ia menatap datar Kenzo yang merintih kesakitan. "Sebenarnya aku ingin sekali langsung membuat mu tidak bertangan, ah ralat, maksudku tidak bernyawa. Tapi tuan ku hanya ingin memberimu sedikit pelajaran Kenzo. Setelah ini, ku harap kau bisa berubah." Ucap Hans lalu berjalan melewati lorong gelap itu, meninggalkan Kenzo yang hanya bisa menangis lirih.

♡♡♡♡

Bersambung....

Publish : 17.08.2023

Elisa's Transmigration Where stories live. Discover now