Bayangan di belakang Pamela

15 3 0
                                    

Menutup aplikasi serta laptopku, saat melihat Jimmy yang tiba-tiba datang dan membuka pintu.

"Kamu belum tidur?" Tanyanya mendekat.

"Belum... Aku belum ngantuk!"

Menjauhkan lapar dari pangkuan. Tidak ingin Jimmy melihat video yang ada di aplikasi itu. Aku saja merasa malu, melihat dandanan dan pakaianku bersama Pamela. Terlihat seperti Perempuan-perempuan yang sering menjajakan tubuhnya di rumah bordil.

"Apa kamu lapar?" Tanyanya.

Aku menggeleng.

Jimmy merapikan bantal, memintaku untuk berbaring. Menarik selimut lalu menutupi seluruh tubuhku.

Jari jemarinya mengenyahkan rambut yang berantakan dan menutupi wajahku, menempelkan wajahnya di keningku.

"Tidur Niana..."

***

Minggu pagi.

Aku mengenakan dress hitam, dan menyiapkan sepatu flat yang hendak digunakan. Melihat dandananku, Jimmy memperlihatkan raut wajah kebingungan.

"Kamu mau ke mana, Niana?" Tanyanya.

"Senin besok aku kan mulai masuk kerja... hari ini aku ingin mendatangi makam Talitha dan kedua orangtuaku," jawabku.

"Baiklah Niana...tunggu sebentar, aku ganti baju dulu."

Jimmy kembali masuk ke dalam kamar Talitha.

Untungnya ini perkotaan, jadi orang tidak terlalu sibuk untuk mengurusi kehidupan orang lain. Jika aku tinggal di perkampungan, mungkin aku dan Jimmy sudah digerebek. Karena tinggal serumah, tanpa adanya ikatan.

Mau bagaimana lagi, hanya dia satu-satunya orang peduli selain Pamela.

"Sudah... mari ku gendong." Dia menghampiriku yang menunggunya di sofa ruang tamu.

"Tidak perlu aku bisa sendiri..."

Jimmy mengulurkan tangan, membantuku untuk berdiri. Mengalungkan tanganku ke bahunya, sedangkan tangan satunya lagi menopang tubuhku.

"Apa kamu tidak kesulitan untuk berjalan?" Dia kembali memastikan keadaanku.

"Tidak sama sekali...."

Melangkah secara perlahan, dan Jimmy mengikuti langkahku. Di luar gerimis, kuharap saat berada di pemakaman nanti, hujan lebat tidak turun.

Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di pemakaman Kedua orang tuaku serta Talitha.

Saat mobil Jimmy berhenti, aku terdiam. Menarik napas dalam, berharap aku tidak menangis saat berada di pemakaman nanti.

"Hei...kita sudah sampai!" Jimmy menyentuh pundakku, membuyarkan lamunan.

"Jimmy kamu di sini saja... Aku tidak ingin kamu harus melihatku yang menangis meraung-raung di depan makam kedua orang tuaku dan adikku," ucapku.

"Aku tetap ikut Niana... aku berjanji tidak akan melarangmu menangis. Aku berjanji tidak akan memintamu untuk bersabar atau apapun itu. kamu boleh menangis, mengamuk pun tidak masalah. Mungkin aku tidak berada di posisimu, Niana... jadi aku tidak akan mengeluarkan kata-kata sok bijak, saat kamu menghabiskan waktu atau momen berkunjung di pemakaman nanti. Jadi tolong izinkan aku ikut..."

Panjang sekali penjelasannya. Aku tidak dapat menolak Jimmy yang ingin ikut.

Menatap 3 gundukan yang sejajar. Makam mama, papa dan Talitha.

Jika kami tidak mengenal Gadis bernama Ghea, mungkin keluarga ku masih lengkap.

"Aku datang..." Suaraku lirih bersamaan dengan hujan yang mulai turun.

jasad adikku Di plafon Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin