MALAM BERDARAH

19 3 0
                                    

Kretek! Kretek! Kretek!

Bunyi tulang belulang, yang tergilas oleh mesin.

Sekarang, aku harus melihat pemandangan mengerikan itu terpampang di depan mata. Bagiamana mesin itu menggilas kedua kaki penjaga pabrik.

Tanganku menyambar tangan pamela, rasanya tidak sanggup untuk berdiri lama. Harusnya aku memalingkan wajah,namun tatapanku masih tertuju pada pria yang ada di mesin penggilingan.

KRETEK!!

Bunyi patahan tulang itu, terdengar saat mesin penggiling memisahkan kaki dan pinggang penjaga. Bagian tubuh yang tinggal separuh itu, berputar-putar sebelum kembali tergilas.

Membekap mulut, menahan diri untuk tidak muntah. Terlebih saat melihat setengah badan itu, kembali masuk ke mesin penggilasan.

PRAKK!!!

Kepala yang tadinya bundar, tiba-tiba pecah mengeluarkan isinya. Isi kepalanya berhamburan mengenai wajah dan tubuhku serta Pamela.

Bola mata itu keluar dari sarangnya, berhamburan hingga menggelinding ke arah kakiku.

Kini tubuh itu tidak lagi utuh, semuanya telah menyatu dengan daging yang tergiling sebelumnya. Menyisakan rambut yang berserakan di permukaan tumpukan daging.

"KEMANA PENYUSUP ITU LARI?"

Belum hilang rasa shock atas kejadian yang baru dialami, kami harus mendengar suara beberapa orang dari luar ruangan.

Tanpa aba-aba, pamela menarik tanganku dengan kasar. Kamu mengelilingi mesin pencari daging, untuk mencari tempat persembunyian.

Berlari tidak tentu arah. Tidak takut dengan bahaya, jika seandainya kamu tiba-tiba jatuh ke dalam mesin penggilingan yang besar ini.

Merasakan hawa panas di bagian belakang mesin. Bersembunyi di antara deretan bejana yang menampung  daging-daging yang sudah tergiling.

Dari celah bejana, aku melihat beberapa orang masuk ke dalam ruangan, termasuk, pria bernama Bian itu. Matanya meneliti ke segala sudut.

"Lari kesini?" Tanya pria bernama Bian pada pekerja yang ada di dekatnya.

"Iya, saya melihat mereka berlari ke arah ruangan ini."

"Mereka? Maksudnya penyusup itu tidak hanya satu orang?" Pria   bernama Bian kembali memastikan.

"Penyusup itu dua orang gadis usia belia." Pekerja yang sebelumnya kami tabrak, memberi penjelasan.

Saling berpegangan tangan dengan pamela. Tidak tahu menggambarkan bagaimana takutnya kami saat ini.

Pria bernama Bian itu mendekati deretan bejana yang berjajar di belakang pintu. Membuka satu persatu penutup bejana, untuk memeriksa.

Jika pria itu mencari sampai ke bagian belakang mesin penggilingan, tentu dia akan menemukan kami yang bersembunyi di antara deretan bejana. Tidak ada yang beranjak dari ruangan ini.

Matilah kami. Jika sampai ketahuan, bisa saja kami akan mengalami nasib yang sama dengan pria yan tergilas.

Kerongkonganku terasa kering, berkali-kali menelan ludah. Setiap orang-orang yang ada di depan pintu bergerak, jantungku berpacu tidak menentu.

Tiba-tiba saja, penutup bagian belakang mesin penggiling terbuka. Daging yang sudah tercincang meluncur melewati saluran menuju bejana.

Tekanan terlampau kuat, cincangan daging itu menyembur dan mengenai wajahku. Terasa hangat, saat darah meleleh hingga ke dalam pakaian.

Mataku menangkap satu jari yang terlempar ke lantai.

Perutku turun naik, sepertinya aku tidak sanggup lagi untuk menahan sesuatu yang mendorong di dalam tubuh.

jasad adikku Di plafon Where stories live. Discover now