sudah tidak bernyawa

17 3 0
                                    

Sedari tadi dia memperlihatkan wajah ramah padaku. Tapi, tidak untuk kali ini. Dia menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras.

Dalam jarak dekat, dapat kulihat bola mata itu kini terarah pada ponsel yang ada di tanganku. Dengan gerakan pelan, pria bernama Bian itu mengambil ponselnya.

"Kamu sendiri yang bilang, aku ini orang asing. Kita baru saja berkenalan tadi pagi. Dan kamu berani-beraninya menyentuh barang privasi milikku." Kalimat itu begitu tajam.

Aku ketakutan melihat wajahnya yang memerah. Sedikit menjauhkan tubuh, agar wajahnya tidak terlalu dekat dengan wajahku.

Tidak berani bernapas di hadapannya. Berkedip pun tidak berani. Hal ini membuat mataku terasa panas.

Ingin sekali aku menarik handle pintu mobil, berniat melarikan diri dari pria ini. Tapi apalah daya,rasa takut membuatku tidak dapat bergerak.

Bodoh sekali kamu Niana. Kenapa berlaku seperti seorang detektif. Padahal kamu itu perempuan penakut yang tidak tahu apa-apa. Dimana otakmu Niana?

Aku mengutuk diriku sendiri. Menyesal karena telah ikut pria ini.

Seluruh wajahku terasa panas, karena diperhatikan sedari tadi oleh pria ini. Dia yang duduk di belakang, melewati ku untuk pindah ke kursi depan. Dia kembali duduk dibalik kemudi.

Berkali-kali kulihat dia menarik napas secara perlahan lalu menghembuskan. seperti orang yang sedang meredakan emosi.

Dengan kasar dia melempar ponselnya ke dashboard yang ada di depan. Gerakannya yang kasar membuat aku tersentak kaget.

Dia menoleh, memperlihatkan wajah yang tidak ramah.

"Terlalu ingin tahu dapat membuat dirimu dalam bahaya. Jadi tolonglah, untuk tidak mengusik privasi orang lain." Dia mencondongkan wajahnya lebih dekat denganku, saat mengucapkan kalimat itu.

Aku menelan ludah, mendengar ucapannya. Mungkin di mata pria itu sekarang, aku terlihat seperti tikus yang sedang ketakutan.

Klik.

Pria itu memutar kunci mobil, membawa mobil melaju meninggalkan basement apartemen.

"Maafkan aku, atas perbuatan lancang yang tidak mengenakan hari." Aku memainkan ujung baju saat mengucapkan kalimat itu.

Pria itu tidak boleh marah. Aku takut amarahnya menimbulkan sesuatu yang buruk kedepannya.

Dia hanya diam, fokus menatap Jalanan. Aku benar-benar tidak betah berada di dekatnya. Memberanikan diri untuk memintanya menghentikan mobil.

"Tidak perlu mengantarkanku sampai ke rumah. Aku bisa turun di sini."

Aku tidak berani menatap ke arahnya.

Seperti tidak mendengarkan suaraku, mobil tetap melaju.

"Hei! Turunkan aku di sini!" Sedikit meninggikan suara,berharap dia mendengar.

Tetap saja, mobil melaju dan tidak berhenti. Aku melihat ke sekitar, memperlihatkan jalanan yang cukup ramai. Aku harus turun dari mobil ini segera. Pria ini tidak bisa diajak bekerja sama.

Tanganku meraba seat belt secara perlahan, berhati-hati membukanya.

Ah sial..

Pria itu menoleh padaku, saat mendengar seat belt yang berbunyi.

Tangannya yang kekar, tiba-tiba mencegahku. Mencengkram pergelangan tanganku dengan kuat.

Aku mempergunakan tangan sebelah kiri untuk menarik tuas pintu, lalu mendorong nya agar terbuka. Tidak peduli mobil yang dalam keadaan melaju, aku berusaha melepaskan tanganku dari tangan pria itu.

jasad adikku Di plafon Där berättelser lever. Upptäck nu