"Jadi kamu udah tau kabar terbarunya?"

"Soal yang mana?"

"Ya, semuanya. Kasus kematian mama kamu, kasus FL.Distribution, lalu masalah antara kamu dan keluarga papamu."

Lala menggeleng. Menandakan bahwa ia sama sekali tidak tahu apapun mengenai berita terbaru yang Savero maksud. Sebulan ini, Lala mematikan ponselnya. Memblokir semua panggilan dari semua orang termasuk Ana dan Evan.

"Jadi semua berjalan agak berantakan," ucap Savero menatap Lala sendu. "Penyelidikan gak berjalan lancar karena banyak sabotase. Pak Gunawan beserta seluruh keluarga korban malpraktek sampai harus melancarkan aksi boikot di rumah sakit. Oma Opa kamu juga turun tangan langsung membuat petisi meminta polisi untuk menyelidiki ulang kasus kematian anaknya. Walaupun alot, akhirnya semua berjalan sesuai harapan."

Lala terlihat lega. Walau ia memang sempat khawatir, tapi ia yakin bahwa orang-orang yang ia percaya akan selalu mengupayakan yang terbaik.

"Untuk masalah perusahaan yang dikelola Milo, seperti yang udah AGNI.J rencanakan sebelumnya berjalan baik. Belakangan jadi agak buntu. Milo tetap melakukan perlawanan sampai aku rasa baik Mas Evan, Ana, maupun Ansell sendiri sempat kewalahan sama serangan Milo. Tapi, emang kamu kalau nyerahin sesuatu ke orang kayaknya emang orang yang beneran tepat. Ansell berhasil menembus pertahanan Milo dan mau gak mau Milo harus melakukan sesuai kesepakatan awal yaitu masa percobaan kerja untuk Mas Evan selama tiga bulan."

Lagi-lagi Lala di buat tersenyum. Hampir takut kalau rencananya gagal, nyatanya semua memang berjalan dengan baik asal ada usaha lebih.

"Hampir aja aku khawatir. Aku pasti sedih banget kalau FL.Distribution gak bisa aku usahakan untuk jadi milikku."

"Sedih banget, La?" Savero memastikan.

Lala mengangguk lembut. "Mas Evan ngasih tunjuk aku rencana mama buat perusahaan itu. Mama berniat untuk membuka lapangan kerja untuk orang-orang yang berkemampuan tapi tidak punya kesempatan karena keterbatasan. Rencananya bagus banget, dan Mas Evan udah bilang bahwa dia pengen mewujudkan rencana mama."

"Maksud kamu kayak mempekerjakan orang-orang dengan SDA rendah gitu? Mana untung nanti?"

"Bisa kita fasilitasi, Sav. Sama kayak kamu ngasih kesempatan dan fasilitas buat Komang. Setiap orang punya masalah berbeda, kan? Kita bantu sesuai kebutuhannya asal dia bisa bekerja dengan baik."

"Lalu soal monitoring hasil kerjanya? Siapa yang tanggungjawab?"

"Nanti kita siapkan SDM yang mumpuni untuk bagian ini. Yang penting adalah bagaimana proses dan kinerja mereka. Orang gak bisa langsung bisa tanpa usaha. Gak bisa langsung pinter tanpa belajar. Asal semua berproses, pasti bisa jalan sama-sama."

"Kamu gak apa-apa nanti gak cepet untung?"

Lala tersenyum meyakinkan. "Aku udah untung banyak, Sav. Cukup untuk hidupku sendiri sampe bertahun-tahun kedepan. Menjalankan satu aja perusahaan untuk dengan tujuan sosial kemanusiaan gak bikin aku rugi dan bangkrut. Kecuali kalau udah keterlaluan, baru kita lakukan rencana cadangan."

Savero tersenyum bangga. Ia mengusap puncak kepala Lala dengan lembut mendengar ucapan perempuan itu. Savero selalu merasakan Lala istimewa, dan ia yakin bahwa jatuh cinta pada Lala adalah hal yang tepat.

"Kamu selalu gini, ya? Selalu siap dengan berbagai macam kemungkinan. Kamu kenapa menarik banget, sih? Kalau gini, siapa yang gak jatuh cinta sama kamu, coba."

"Kalau begitu, jatuh cintalah sama aku seumur hidupmu," tantang Lala dengan berani. Ia tersenyum lebar seolah ucapannya tidak berefek apa-apa. Padahal perut Savero sudah terasa geli layaknya ada jutaan kupu-kupu yang hendak memberontak keluar dari sana.

Another ColorWhere stories live. Discover now