Light

1.1K 29 0
                                    

Entah berapa kali dirinya mendengus kesal kala si pemilik ruangan didepannya itu tak kunjung membukakan pintu untuknya.

Sudah hampir 30 menit lamanya namun belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Tapi dirinya tentu ingat bahwa si pemilik ruangan itu tak keluar rumah hari.

"Aish jinjja kenapa hyungie belum membuka pintunya sih?"

Tangannya kembali tergerak untuk mengetuk lagi pintu kayu itu. Namun tetap nihil. Hingga satu kesempatan lagi yang bisa sedikit tak sopan. Yaitu memutar knop pintunya.

Memang mereka saling membuat peraturan agar tahu batasan masing-masing. Supaya tidak semena-mena dalam bertindak. Oleh karena itu dirinya kekeh sedari tadi memilih mengetuk pintu dibanding membuka langsung pintunya.

Dengan hati yang berdegup kencang, segala skenario buruk mulai hinggap dipikirannya kala memegang knop pintu tersebut. Terutama, pikiran tentang hyung nya yang akan memarahinya secepat rapper ternama.

Ia menghitung didalam harinya dan membuka perlahan di hitungan ketiga. Matanya terpejam karena refleks. Namun pintu berhasil terbuka dan suara hyung nya pun tak terdengar. Dengan pelan pula dirinya membuka matanya.

Kosong, tidak ada siapapun disana. Tapi hanya cangkir yang masih mengeluarkan uap yang menjadi saksi bahwa hyungnya pergi belum lama.

Kakinya berjalan masuk perlahan. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tersebut. Begitu banyak sketsa cartoon yang berserakan. Buku-buku berbagai macam cartoon pun berjejer di rak yang menjulang tinggi. Laptopnya masih menyala memperlihatkan suatu gambar sketsa yang baru diwarnai setengahnya.

Ia duduk di kursi yang biasa dipakai sang hyung. Membuka dengan lancang seisi laci meja kerjanya. Guna mendapat petunjuk sekaligus membayar rasa penasarannya selama ini.

Satu hal yang dirinya tahu tentang pekerjaan sabg kakak yaitu memang benar kakak nya seorang komikus, jadi tak heran seisi ruangannya penuh dengan icon yang berhubungan dengan komik.

"Wah, selama 2 tahun ini aku tak diperbolehkan masuk ke sini itu karena ini? Aku tahu dia komikus, tapi aku bahkan tak tahu nama pena nya dan karya-karyanya. Ternyata dia mencoba merahasiakan nya eh?" Ucapnya terpukau.

Matanya yang berbinar-binar itu kemudian fokus pada laptop yang masih menyala. Menampilkan gambar yang masih belum sepenuhnya selesai. Ia menebak bahwa hyung nya tengah membuat genre fantasi. Mengingat banyak menggunakan warna cerah yang menyegarkan.

"Wah, aku tak menyangka hyung yang cerewet dan galak itu punya bakat menggambar seindah ini." Ucapnya. Tangannya tergerak untuk menyentuh layar laptop. Padahal tahu bahwa ia tak akan bisa merasakan teksturnya, namun enath mengapa dia ingin menyentuh gambar digital itu.

Namun baru saja kukunya yang menyentuh layar tapi seluruh tubuhnya tiba-tiba tertarik dalam sekejap.

Gelap. Itu yang pertama bisa ia sadari. Namun sebuah cahaya jatuh tepat dimana ia terduduk karena jatuh. Lalu riuhan terdengar. Entah riuhan apa, tapi dirinya yakin bahkan itu bukan hal positif. Mereka terdengar saling menyuarakan kekecewaannya.

"Dia, istriku!" Suara lantang nan tegas itu, ia mengetahuinya. Itu suara hyung nya.

Ia mengedarkan pandangannya ke semua penjuru. Namun nihil. Satu-satunya cahaya hanya padanya.

"H-hyung? Kau dimana?" Teriaknya. Berusaha menendang kegelapan yang identik dengan kebisuan.

Ia berdiri berlari ke depan, ke belakang, ke samping, namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Dihadapannya hanya gelap. Dan dirinya baru sadar bahwa cahayanya terus mengikuti kemanapun ia pergi.

Menyerah, dirinya menyerah. Ia takut, rasanya pengap. Akhirnya ia menekuk kakiknya dan menundukkan kepalanya. Entah sejak kapan tapi pipinya telah basah dengan cairan bening.

Black Sides [M] | BTSWhere stories live. Discover now