15 - The Tale from the Fallen of an Angel

2 0 0
                                    

Mimpinya terasa begitu panjang.

Rey tidak pernah melupakan apa yang terjadi dua tahun yang lalu—kurang lebih, kalau dirinya tidak salah hitung. Sehingga, ketika dia memimpikan hal yang sama, dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bahkan detailnya, dia masih ingat sampai sekarang.

Hari itu, Rey pulang ke rumahnya setelah menghabiskan tiga tahun di asrama. Sepanjang perjalanan, dia hanya diam dan terlarut dalam pikirannya. Rey masih sedikit larut dalam euforia kecilnya bahwa dia tidak lagi bersekolah di tempat menyebalkan itu. Dalam pikirannya dia membuat sebuah catatan kecil bahwa dia tidak akan melanjutkan SMA-nya di sana. Cukup tiga tahun masa SMP-nya saja yang hancur.

Ketika mobil yang membawanya berhenti di depan rumah, pintu mobil terbuka. Rey sedikit terkejut, namun dengan cepat dia keluar dari mobil dan dengan kikuk mengucapkan terima kasih kepada salah satu pelayannya yang baru saja membukakan pintu mobil untuknya. Sebelum masuk ke dalam rumah, Rey mengambil kopernya yang disimpan dalam bagasi. Salah satu pelayan yang berniat untuk membawakan barang-barang Rey mencegah, namun Rey bersikeras untuk membawa kopernya sendiri. Lagipula barang bawaanku hanya ini, pikir Rey, tidak berniat untuk merepotkan orang lain.

Rey melangkahkan kakinya menuju pintu masuk, dan ketika pintu dibukakan oleh dua pelayan, sekali lagi Rey mengucapkan terima kasih dengan sedikit terburu sekaligus canggung sebelum dia berjalan cepat masuk ke dalam rumah.

Sepeninggal Rey, para pelayan yang baru saja melihat rentetan kejadian barusan saling melempar tatapan kebingungan.

Apakah benar gadis yang baru saja masuk adalah nona Rey?

Rey berjalan cepat menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dengan was-was selalu melihat ke sekelilingnya, dalam hati berdoa agar tidak ada seorangpun yang berpapasan dengannya. Jujur, Rey sudah agak lupa bagaimana harus bersikap jika bertemu orang lain yang tidak terlalu dikenalnya. Tiga tahun tidak pulang, sepertinya dia agak lupa bagaimana biasanya dia bersikap di rumah.

Memangnya, sebelumnya aku bagaimana?

"Nona Rey."

Melewati hall, belum sempat kaki Rey menapak anak tangga, sebuah suara yang familiar menyebut namanya. Suaranya memang sedikit berbeda dengan yang Rey ketahui, namun dia yakin bahwa pemilik suara itu adalah Seth.

Menoleh, Rey mendapati sosok anak laki-laki bertubuh tinggi menjulang dengan rambut tersisir rapi berdiri di dekat lorong utara. Sedikit poninya jatuh menutupi sebagian dahi, dan anak itu mengenakan seragam pelayan yang rapi. Sikapnya sungguhan seperti pelayan, meskipun terdapat aura 'militer' yang Rey lihat. Tidak ada lagi Seth-bocah yang bersikap sok dewasa. Yang ini benar-benar terlihat dewasa.

Seth benar-benar berkembang pesat, terlebih jika dibandingkan dengan dirinya yang tidak melakukan suatu perubahan yang bagus selama SMP. Bukannya berkembang pesat dan mencetak prestasi di sekolah, dirinya justru mengurusi hal tidak penting yang membuat nilai akademiknya anjlok. Siapa yang menyangka, Rey, putri tunggal keluarga Lenoir, mendapatkan peringkat terbawah di kelasnya.

Atau, mungkin saja, di sekolah. Rey tidak tahu peringkat teman-temannya yang lain, jadi dia tidak dapat memastikan bahwa dirinya benar-benar berada di peringkat terbawah se-sekolah atau tidak. Yang jelas, nilai akademiknya buruk sekali.

Rey merasa begitu kecil di hadapan Seth.

"A-ah, h-halo, Seth." Rey menyapa dengan kikuk, berdiri dengan kaku di tempatnya. Kepalanya sedikit menunduk, tidak ingin bertatapan langsung dengan lawan bicaranya. Lanjut Rey, "Lama tidak bertemu."

Karena Rey menunduk, dia tidak bisa melihat raut kebingungan yang ditunjukkan Seth. Meskipun merasa ada yang aneh dengan Rey, Seth mengabaikannya. Mungkin hanya perasaannya semata. "Tuan dan Nyonya menunggu anda di ruang minum teh. Izinkan saya untuk mengantar anda."

The FallenWhere stories live. Discover now