8. I Know A Place

7.8K 926 59
                                    

Ivan baru mendorong pintu kaca dari parkiran, melangkah lurus menuju pintu lift penghuni, ketika seseorang berhenti di depannya, memotong langkahnya.

Jaraknya sebenarnya masih cukup jauh, tapi karena Ivan sedang melamun, tak ayal dia terenyak juga dan mundur satu langkah.

Ivan menatap lelaki yang berhenti di hadapannya itu, dan kekagetannya berubah jadi perasaan yang kesal dan teriritasi. 

"Pak Gaza," sapa Ivan, giginya sedikit bergemeletuk saat memanggil nama itu.

Ivan masih ingat malam itu, saat Gaza mengatakan hal paling arogan yang pernah dia dengar, sambil tertawa; Mas Ivan dan Mbak Rindang sebenarnya sudah putus... kalian hanya belum tahu saja.

Seolah hubungannya dengan Rindang hanya lelucon biasa.

Tapi kemudian lelucon itu jadi tidak lucu lagi saat Rindang meminta putus. Bukan sekadar putus, Rindang juga memblokir Ivan dari mulai ponsel hingga semua sosmed. Keluar dari pekerjaannya, menghilang dari kosnya.... dan kali ini, Ivan tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya.

Kalau ada yang bilang uang tidak bisa membeli kebahagiaan, Ivan yakin orang itu hanya tidak punya imajinasi apa saja yang sebenarnya bisa dilakukan kalau kamu punya cukup uang.

Saat uang bukan masalah, kamu tidak perlu pikir panjang untuk berhenti bekerja, meninggalkan pacarmu, kehidupan lamamu, semudah ular yang berganti kulit.

"Mas Ivan," Gaza tersenyum.

Ivan rasanya ingin menonjok wajah Gaza. Dia ingin melampiaskan kekesalannya ini pada sesuatu... pada seseorang. 

Ivan ingin mendengar tulang hidung yang berderak, ingin melihat darah yang mengucur dan kacamata yang pecah.

Ivan ingin senyum tolol di wajah Gaza terhapus, berganti dengan kekagetan... maka mungkin Ivan akan sedikit lebih puas, untuk pertama kalinya, posisi mereka bisa berbalik. Giliran Gaza yang dipecundangi sementara Ivan berada di atas angin.

Ivan cepat-cepat menarik napas dalam. Berusaha membayangkan wajah Nina.

Memikirkan Nina selalu bisa membuat marahnya mereda dan kepalanya berpikir jernih.... dia sudah cukup sering untuk bicara dari hati ke hati dengan Nina, sebagai sama-sama orang yang dicampakkan, untuk tahu bahwa ini akan berakhir.... Perasaan ingin berteriak dan memukuli sesuatu ini akan berakhir. 

Kegelapan yang membutakan dan menyesakkan ini suatu saat akan berkurang... kemarahan yang selalu bergemuruh di dadanya ini suatu saat akan mereda...

Lagi pula, Ivan hanya perlu menurunkan pandangannya ke tubuh Gaza untuk tahu kalau dia perlu menahan diri. Seberapa pun wajah Gaza tidak berbahaya dan cenderung ramah, bagian bahu ke bawah menunjukkan siapa Gaza sebenarnya. 

Bahu yang bidang, perut dan pinggang yang ramping serta tangan dan kaki yang selalu dalam keadaan siaga.... tidak akan ada yang meragukan kalau Gaza merupakan petinggi perusahaan sekuriti swasta, dan salah satu orang kepercayaan Haji Rahmat.

Gaza berjalan dua langkah mendekati Ivan, sebelum akhirnya berhenti. Ivan sedikit mendongak agar matanya tetap terpaku pada wajah Gaza..

 Gaza tidak mengulurkan tangannya untuk mengajak Ivan bersalaman, kemungkinan Gaza bisa melihat wajah sumpek Ivan karena pukul delapan malam masih dicegat juga, oleh orang terakhir yang ingin Ivan lihat hari ini.

Love SickWhere stories live. Discover now