BAB 5 : Sweet, Sweet Memories

118 17 108
                                    

...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


SEPANJANG semester berteman dengan Kanao Tsuyuri. Baru pertama kali ini Makomo mendapati Kanao yang mengabaikan makanan di atas meja gadis itu.
Biasanya dia tidak akan membiarkan ada makanan utuh di depan mata. Apalagi sampai terbuang sia-sia. Pantang bagi Kanao untuk bermain dan menyia-nyiakan makanan. Atau benda apapun yang masih berguna. Berfungsi sebagaimana mestinya.

Makomo memerhatikan kaki Kanao yang beralaskan sandal rumahan. Ia memang punya izin khusus memakai sandal akibat kakinya yang terkilir dan cedera
.

"Apa kakimu terasa sakit lagi? Berdenyut, gitu?" tanya Makomo khawatir.
Barangkali itu alasan Kanao mengabaikan puding sutra kemasan di atas mejanya yang masih utuh. Sebab tidak punya selera untuk menyantapnya.

"Sudah semingguan. Besok aku bisa pakai sepatu seperti biasa," sanggahnya dengan senyum terpatri.

Kepala Makomo menoleh ke arah pintu geser. Mendapati kehadiran Sabito di sana. Tidak lupa membawa serta sosok Inosuke dan musuh alami Kanao. Si Senpai menyebalkan; Tanjirou.

Langkahnya berderap perlahan melewati deretan bangku menuju tempat Kanao berada. Ditariknya sebuah kursi kosong mendekat. Lalu duduk berhadapan dengan Kanao. Tidak ketinggalan dengan senyum jahilnya yang terlukis.

Jemarinya membolak-balik buku catatan Kanao yang terbentang di atas meja. Bersikap menilai kerapian dan keindahan tulisan tangan Kanao.
Aoi yang duduk bersama Inosuke turut memerhatikan dua makhluk yang masih tak bersuara. Mengabaikan beberapa pasang mata yang juga tengah mengamati keduanya. Berharap melihat interaksi seperti biasa ketika Tanjirou datang dan mengusik ketenangan Kanao.

Karena bagi teman sekelas Kanao. Mereka kini sudah terbiasa dengan kehadiran Tanjirou di sana.
Hanya tinggal menunggu waktu hingga bom emosi Kanao meledak.

"Tulisanmu bagus. Tapi terlalu kecil seperti semut." komentar itu berhasil diabaikan Kanao. Berharap jika tidak merespon, sang Senpai akan berlalu dan berhenti mengganggunya.

Tidak mendapat tanggapan apa-apa, bukan menjadi alasan Tanjirou untuk berhenti memprovokasi. Niatnya justru kian gencar mencari tombol kekesalan Kanao.

Matanya melirik puding sutra yang bertengger manis di atas meja. Menimbang-nimbang dengan pandangan jatuh pada dessert kemasan tersebut. Menyadari ekor mata Kanao ikut hinggap pada puding yang sama, berhasil memicu timbulnya seringaian di bibir Tanjirou.

Benar saja. Aura persaingan melingkupi tubuh keduanya yang kini saling mengunci pandangan.
Tanpa aba-aba terlontar, tangan Kanao dengan gesit mengamankan puding sutra miliknya. Sayang sekali, tangan Tanjirou juga ikut mendarat di atas punggung tangan kecilnya.
Jika dilihat oleh orang awam tanpa tahu sejarah dua siswa itu. Jelas mereka akan menganggap keduanya saling melayangkan tatapan mesra. Padahal tidak sama sekali. Realitanya kontras bertolak belakang.

Iridescent  ||  TanjiKanaWhere stories live. Discover now