Melebarkan matanya karena ruangan memang tidak terlalu terang. Gelap malam hanya diterangi nyala blencong yang berbentuk menyerupai burung Jatayu--alat penerangan yang bersumbu benang lawe dan menggunakan bahan bakar minyak kelapa--di pojok ruangan. Seharusnya Sedayu sudah sejak tadi tidur namun rasa penasaran membuatnya masih terjaga. Paling tidak, setelah menyelesaikan ini, dirinya bisa tidur nyenyak.

 Paling tidak, setelah menyelesaikan ini, dirinya bisa tidur nyenyak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ong Hyang Nini.

Tumurun dawoh ring Indraprasta.

Entah bagaimana lidah Sedayu lancar membaca tulisan aneh yang tergurat di daun lontar. Seolah dirinya memang terbiasa mengucapkannya. Benar, memang seperti ini cara membacanya.

Amungkah sakewehing gura kawisesan.

Muwah kasaktian metu ing kawisesan.

Melesat iku Ki Cambra Berag ring akasa.

Bulu kuduk di tengkuk Sedayu meremang seketika. Akibat angin malam pastinya. Tangan Sedayu bergerak pelan mengusap tengkuk hingga lehernya.

Guk... Guk... Guuuk.

Guk... Guk... Guuuk.

Badan kecil Sedayu berjengit kaget karena tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing di kejauhan. Sepertinya lebih dari seekor malahan. Menengok ke kanan serta kiri. Tergoda untuk mengintip dari jendela tapi sebagian dirinya merasa takut karena ini sudah malam sekali. Lagian di luar pasti gelap gulita jadi mana mungkin anjing-anjing itu terlihat.

Tunggu... tunggu. Perasaan tidak ada orang di dusun ini yang memelihara anjing. Tapi Sedayu yakin yang tadi itu suara anjing bukan sapi. Apa anjing hutan keluar untuk mencari makan? Mungkin makanan di hutan habis. Bisa jadi kan?

Menggelengkan kepala masa bodoh. Lagipula ada yang lebih penting dibanding mengurusi hewan liar yang kelaparan. Mata Sedayu kembali memandang ke lontar yang telah ditulisnya tadi.

Sumurup mangendih getih.

Gunankune gura tengahing jering.

Sedayu meneruskan membaca. Sepertinya ini benar semacam kidung. Suaranya memang tidak semerdu perempuan tua yang cantik di mimpinya saat melantunkan kidung. Tak masalah karena Sedayu memang belum bisa menembang jadi mana bisa merdu.

Kaok... Kaok... Kaoook.

Wajah Sedayu mendongak ketika kini terdengar suara burung gagak. Apa semua binatang sedang kelaparan hingga ribut begitu? Astaga!

Kembali memandang ke arah lontar yang terhampar di tangannya untuk yang kesekian kalinya. Sebenarnya dirinya tidak betul-betul paham arti kidung ini karena terdapat kata-kata yang tak biasa digunakan. Mengendikkan bahu acuh lalu Sedayu kembali mengulang membaca kidung aneh tapi cukup indah ini.

Bukan Calon ArangWhere stories live. Discover now