dua belas

1.6K 209 3
                                    

"Jadi .. lo dan Gama .."

"Waktu pertama kali ketemu lo di klub, gue langsung tahu siapa lo, Mor." Aneh, tapi aku dan Samuel kini sedang berjalan bersisian di koridor. "Soal apa yang terjadi antara gue dan Gama sama sekali nggak ada urusannya sama lo."

"Tapi waktu di klub, lo bilang kalau lo nemuin titik kelemahannya Gama—gue. Artinya lo punya maksud buruk ke gue, kan?" Aku masih menolak percaya semua kata-kata yang keluar dari mulut Samuel.

Samuel tertawa kecil, "Memang benar lo titik kelemahannya Gama. Tapi itu nggak berarti gue punya maksud buruk ke lo—at least bukan sekarang."

"Gue nggak ngerti."

Berhenti melangkah, Samuel meraih kedua bahuku untuk menghadapnya sempurna. "Listen, Princess. Apa pun yang lo tahu tentang Gama saat ini, itu nggak ada apa-apanya. He's much more complicated than that."

"Oke ..?"

"Jauhin dia."

"Apa?"

Helaan napas Samuel terdengar. "Mengenal, apalagi dekat sama orang seperti Gama, nggak akan memberi lo keuntungan apa pun. Jauhin dia. Hanya dengan gitu gue bisa janji untuk nggak menyentuh lo."

"Look, gue nggak tahu sejarah dramatis apa yang lo punya dengan Gama, tapi pembunuhan jelas bisa buat lo masuk ke neraka."

Lagi, Samuel tertawa. Apa yang lucu, sih? "Lo lucu."

"Thanks," jawabku asal, sama sekali tidak dalam suasana hati untuk menerima pujian sekalipun aku tahu aku memang lucu dan menggemaskan. "Jangan apa-apain Gama."

"Lo nggak sedang dalam posisi untuk mengatur gue, Princess."

"Gue punya utang besar ke Gama. Kalau memang lo punya niat jahat ke dia, jadiin aja gue sebagai target pengganti." Apa aku bahkan berpikir dulu sebelum berucap? Tentu saja tidak.

"Gue apresiasi sikap sok heroik lo, tapi bukan begitu cara mainnya, Amora."

Aku mendengus, lalu dibuat sadar akan satu hal. "Ah, right. Lo bilang lo juga termasuk korban penculikan itu. Apa yang lo tahu tentang Abednego?"

"Abednego? Ah, maksud lo kakak kandung Gama?"

"Jadi lo juga tahu soal itu."

"Apa yang gue nggak tahu, Princess? Gue tahu apa pun tentang Gama. Makanan kesukaannya, jumlah tahi lalat di badan—"

"That's gross," potongku cepat dengan kernyitan di dahi. "Sekarang lo malah terdengar seperti cowok gila yang terobsesi dengan Gama. Be honest with me. Are you gay? No judgement here."

"Maaf mengecewakan, tapi selera gue itu lo, Mor. A date with me, perhaps?"

"Back off." Aku memutar bola mata sebelum lanjut melangkah. Harusnya aku tahu kalau bicara dengan Samuel tidak akan membuahkan hasil apa pun. Namun siapa sangka kalau akan satu iblis lainnya menunggu di lain sisi? "Gama." Mataku turun ke tangannya yang tengah menggenggam barang-barang pribadiku.

Tunggu. Kenapa rasanya seperti aku baru saja terciduk selingkuh?

"Hi, there. Such an interesting girlfriend you have right here, Mate." Samuel merangkul bahuku erat, tidak memberiku kesempatan atau celah untuk melepaskan diri. "Let's grab a bruch together, shall we?"

Yang tidak kusangka-sangka, Gama hanya menyeringai dan mengiakan tawaran Samuel. Hei, memangnya aku pernah setuju untuk terjebak di antara mereka?!

"Ikut kalau lo mau ini balik." Gama mengangkat tasku ke udara, seperti langsung dapat membaca ancang-ancangku untuk kabur. Ia menarikku menjauh dari Samuel, ganti merangkul bahuku posesif. "Saat gue bilang gue akan membawa lo ke neraka, gue nggak bercanda. My world—my life itself—is a hell, Amora. Dan sekarang lo udah ada di dalamnya."

Bad ReputationUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum