37. Nostalgia

28 9 0
                                    

"Napas ku akan selalu terhembus karena engkaulah napas kehidupan ku. Rusuk ku akan lengkap, karena engkaulah tulang rusuk ku. Dunia ku akan bewarna, karena kau lah matahari dan air hujan yang membentuk sebuah pelangi penuh warna."

⑅⑅⑅

Pagi ini mentari seakan memberikan izin pada dua insan yang kini berdiri di latar kelasnya, menatap jauh ke depan sana dimana ada gedung yang juga menghadap mereka.

Jari jemari milik Aaron tersemat di antara ruang jari jemari Aretha, saling menggenggam dan menikmati vitamin D yang menyehatkan.

"Lo tau gak? Gue dulu pernah liat lo, duduk sendirian di perpus." Aku Aaron dengan senyum merekahnya, tidak melirik sedikit pun ke arah Aretha.

Pipi Aretha terasa hangat, bibirnya pun menyunggingkan senyum kecil malu-malu. "Gue juga pernah liat lo, bahkan nonton lo main voli sama temen-temen lo." Aku Aretha.

"Gak kerasa ya, lamanya waktu yang kita butuhkan biar bisa sedekat ini?"

Aretha mengangguk, mengingat berapa lama yang Aretha dan Aaron butuhkan untuk mencapai titik saat ini.

"Gue harap, lo terus ada di samping gue, Tha. Walau lo bukan cinta pertama gue, tapi cinta gue sekarang sepenuhnya ada buat lo," imbuh Aaron.

Gadis dengan kuncir kuda itu hanya mendengarkan ucapan Aaron, tidak berniat membalas.

"Aku sayang sama kamu."

Kedua alis Aaron terangkat, menoleh ke arah Aretha yang kepalanya tertunduk. Rasa hangat mulai menyelimuti dirinya, saat melihat pipi Aretha yang bewarna merah semu.

"Mau ganti panggilan ya, cinta?" Tanya Aaron setelah mendengar kalimat kejujuran yang terucap dari bibir merah muda Aretha.

Aretha menggeleng, memeluk tubuh Aaron erat agar tidak melihat seberapa malu dirinya. Harusnya dia bisa menahan bibirnya agar tidak mengatakan hal memalukan itu.

Terdengar kekehan kecil di atas kepala Aretha, membuat senyum yang tadinya sempat hilang di bibir Aretha kini timbul. "Ya udah, suka-suka lo aja. Kalau mau ganti, ngomong aja."

Hanya kalimat tersebut yang Aretha dengar, setelahnya dia memilih menikmati usapan lembut tangan Aaron yang ada di punggungnya.

"Gue harap, pelukan ini bisa bertahan sampai nanti. Setelah Papa dan bang Archard, pelukan yang melebihi hangatnya kedua laki-laki yang gue sayangi, yaitu lo, Ron."

***

"Balapan bos?" Ajak Zack yang sudah berhenti tepat di sebelah motor Aaron.

Kini inti Morpheus sudah pulang dari sekolah keramat membosankan, dan niatnya langsung pulang tidak mampir ke markas. Tapi, melihat jalanan yang sepi membuat nyali Aaron tertantang.

"Mau?" Tawar Aaron. Tanpa babibu, 4 laki-laki tampan itu mengangguk antusias di dalam helmnya.

Mungkin menantang malaikat maut sedikit, tidak masalah, pikir Aaron. Lagipula para perempuan sedang menerima materi yang khusus untuk perempuan, kata kepsek.

Tanpa wasit, 5 motor ninja itu melesat dengan cepat. Menikmati angin yang menabrak tubuh mereka.

Gigi 4 masih aman, gigi 5 lumayan, saat masuk gigi 6 mereka seperti laki-laki yang tengah galau di putusin pacar.

"Angsay! Seru coy, berasa balik ke masa setelah seminggu kita masuk Morpheus," ujar John dengan wajah sumringahnya, setelah mereka semua menepi.

BonaventuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang