1. Setan

225 23 35
                                    

"Aku bisa menjadi malaikat maut mu, bahkan menjadi setan yang selalu menghantui mu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku bisa menjadi malaikat maut mu, bahkan menjadi setan yang selalu menghantui mu. Aku bersedia."

Aaron Wicaksono

⑅⑅⑅

Hujan deras membasahi kota, jalanan yang semakin licin yang mungkin bisa saja memakan korban. Gemuruh yang silih berganti, mengisi suara di kota yang sepi.

"Anak setan!!"

"HAHAHAHA! Gue lebih dari setan, pak tua."

Anak laki-laki dengan jaket kulitnya, kaus hitam serta celana jeans, berdiri tegap di bawah air hujan. Kakinya menginjak kepala yang berlumuran darah, dengan tangan yang menggenggam senjata tajamnya. Beberapa anak laki-laki lainnya berada di belakang punggungnya, mengawasi seandainya ada polisi berkeliaran di jalanan yang sepi itu.

"Lo udah sentuh keluarga gue, sekarang malaikat maut lo jemput ajal lo!" Tekan laki-laki itu, semakin menekan kepala pria yang tak berdaya ke aspal.

"Bos, ada polisi bos. Cabut aja kita." Suara sirine polisi membuat laki-laki yang menginjak kepala pria tersebut berdecak kesal.

"Theo, urus sisanya. Mau lo cabut nyawanya juga gak masalah, muak gue liat muka anjing ini."

"Oke, lo pulang aja sana. Nyokap lo telfon," ucap dengan santai laki-laki dengan kacamata yang bertengger manis di depan matanya. Ia menghampiri temannya itu, lalu mengeluarkan mainannya untuk menyelesaikan sisa dari temannya.

"Semoga lo gak masuk neraka, pak."

Dorr!!

Theo menyeringai, membiarkan bercak darah mengenai jaket kulitnya. Ia memanggil Zack dan John, kawan seperjuangan untuk menghilangkan jejak sebelum polisi mengetahuinya.

"Thanks Kent," ujar laki-laki yang berhenti di depan gerbang rumah besar, dengan jaket dan sepatu yang menampakkan bercak darah, hingga bau amis menyeruak masuk ke dalam hidungnya.

Kent, laki-laki dengan mata sipit itu memberikan sepotong kain yang ia bawa. Berjaga-jaga jika temannya terkena darah, "Lo bisa-bisa di amuk nyokap lo, Ron."

Aaron, laki-laki yang sadis itu hanya tertawa kecil menerima kain dari Kent. Ia membersihkan darah yang masih basah, membiarkan sisanya yang susah di hapus begitu saja.

"Maaf, malam ini gegara bokap gue, kita gak bisa bantai Oppio. Langsung pulang, kalian. Jangan sampai anggota Oppio liat kalian di jalanan," titah Aaron setelah membuang kainnya, ia tampak menghela napasnya memandang ke arah lain.

"Gak masalah, Ron. Masih ada hari esok, sekarang lo tidur aja. Gue pamit, ya?" Aaron mengangguk sekilas, membiarkan temannya itu pergi begitu saja.

Baru saja ia melangkahkan kakinya menuju ruang tengah, ia melihat seberkas cahaya yang berwarna-warni dengan gumamam seseorang di sana. Jam menunjuk pukul setengah 12 malam, dan yang berarti dia terlambat pulang.

BonaventuraWhere stories live. Discover now