20- SS: Si Koala

2.9K 526 306
                                    

Hening. Summer yang berdiri di depan kaca, sambil memasang blazer miliknya, sedangkan Newa telah siap dan sedang membersihkan tempat tidurnya. Tidak ada percakapan di antara Newa dan Summer. Namun, sesekali Newa mencuri pandang ke arah Summer yang sedari tadi sibuk memasang dasinya. Tapi, pada akhirnya Newa memilih untuk langsung mengambil tasnya.

Tapi, baru saja akan melangkahkan kakinya. Summer bersuara.

"Soal tadi malam, lo nggak perlu pikirin. Gue nggak akan bilang ke siapa-siapa, termasuk ke Sakha!"

Newa mengulum bibirnya. Dia menoleh ke arah Summer yang tengah memasukkan bukunya ke dalam tas. Lihat, bahkan Summer hanya memasukkan satu buku saja. Newa pikir, Summer memang tidak memiliki niat untuk belajar, ke sekolah hanya sebuah kewajiban baginya, bukan keinginan.

"Pasti Ibu kangen banget sama lo."

"Lo... juga dapat surat, dari Ibu?"

Summer mengangguk singkat. Setelah itu, dia menutup tasnya. Tapi Newa, seperti akan mengatakan sesuatu kembali.

Tapi, Summer menyadari dan menghentikan pergerakan tangannya. "Lo sebenarnya mau ngomong apa, Sena?"

"Gue-" Rasanya, napas Newa tercekat saat mengucapkan kalimat ini, "-gue cuma bilang, makasih untuk malam tadi."

Setelah Newa mengatakan kalimat yang rasanya asing dia ucapkan pada Summer. Newa segera keluar dari kamar mereka.

Summer melirik, dari pantulan kaca, dia tersenyum kecil. "Dasar gengsian!"

---

Jam makan siang, dimanfaatkan Summer dan Matahari berjalan di taman belakang sekolah, melewati jembatan yang di bawahnya adalah kolam ikan, sambil berbincang. Tidak banyak murid yang berada di sana saat ini, karena kebanyakan mereka ada di kafetaria.

"Nama adik lo yang terakhir, Cahaya?" Summer terlihat tidak percaya, ketika Summer memberitahu nama adiknya.

Matahari mengangguk. "Kaget?"

"Iya, seperti nama cewek. Padahal dia laki-laki."

Matahari terkekeh. "Iya, banyak orang yang salah paham sama namanya. Kalau di rumah dipanggil Aya. Dan dia suka ngambek sama gue dan kak Bumi, karena kami sering ngeledekin nama dia."

Summer tersenyum kecil. "Terus, di sekolah dia dipanggil itu juga?"

Matahari menggeleng. "Beda lagi kalau di sekolah, nama dia kan, Cahaya Angkasa Harun. Jadi, dia dipanggil Langit."

Mata Summer lebih terbuka. "Kok Langit?"

Matahari tertawa. "Aneh kan?"

"Banget!"

"Emang rada aneh anaknya, kata mama dia mirip sama papa."

Summer mengangguk-angguk. Tepat di depan sebuah pohon paling besar di sekolah itu, ada kursi kayu memanjang, mereka mmemilih duduk di sana. Matahari mengeluarkan selembar kertas dan sebuah pena dari tasnya. Sesekali dia memperhatikan Summer yang sedang menatap ke atas langit. Hingga cahaya matahari yang melalui celah-celah pepohonan mengenai wajahnya.

"Jadi... lo yakin, nggak mau masuk Vip Class, Summer?"

Summer, pertanyaan itu membuat dia tidak lagi menatap ke arah langit. Dia mulai menurukan arah pandangannya dan menoleh ke arah Matahari.

SEPASANG SAYAPWhere stories live. Discover now