CHAPTER 3

17 3 0
                                    

Mendengar jawaban dari Nela, akhirnya Velta hanya terdiam duduk kembali, sambil mencoba menenangkan dirinya. Begitu juga berlaku pada Leonard. Walaupun dia masih memberi Velta tatapan yang tidak bersahabat.

Velta merenung.
Apa mungkinkah dirinya terlalu khawatir tentang Nela yang adalah murid baru? Apakah Velta terlalu 'memanjakan' anggota tim-nya? Apa.. Velta tidak berhak untuk mengatur tim-nya?

Akhirnya, keheningan yang canggung itu terpecah oleh usulan dari Leonard sendiri.

Untuk memecah keheningan, akhirnya si sombong Leonard membuka mulut.

"..Tuh, Nela sendiri baik-baik saja dengan itu, kok."

Menghela nafas, akhirnya Leonard melepas lipatan tangan di dada-nya.

"Aku paham kau khawatir dengan Nela yang masih pertama kali baginya untuk mengikuti bulan Proyek. Namun.. itu bukanlah alasan yang bagus untuk tidak memberinya tugas yang sepadan, Velta."

Memang benar adanya kata-kata Leonard. Jika dipikirkan lagi, seluruh anggota kelompok diharuskan untuk diberi tugas yang sepadan, kan? Jika tidak, itu sama sekali tidak mencerminkan perilaku patuh terhadap kemanusiaan.

..Namun, begitulah. Velta adalah salah satu orang yang terlalu mempertahankan harga dirinya, merasa dirinya lah yang tak berhak disalahkan. Kepribadian yang menyusahkan. Agak terkira sebagai 'Murid pendiam yang sombong.'

Tapi, jangan khawatir. Velta masih sadar diri, kok.

"Iya, iya.. aku mengerti, deh."

Ucapnya, dengan nada pasrah.

"Nela, kau menyusun dokumentasi agar menjadi lebih rapi."

"--dan, jika kesusahan, jangan sungkan untuk minta tolong padaku atau Leonard."

Nela, akhirnya dengan sukarela, mengangguk dengan senang hati. Mau bagaimanapun itu, sepertinya Nela sangat benci untuk melihat para rekan timnya bertengkar. Apalagi jika mereka bertengkar karena dirinya sendiri.

...

Setelah akhirnya ketiga insan ini sudah tenang, Leonard pun berbicara. Kali ini tidak dengan nada tajamnya itu.

"..Maaf tadi aku agak membentak. Itu memang sudah menjadi kebiasaanku jika emosiku sudah terlewat batas."

'Apa-apaan bocah ini? Tadinya aku melempar rasa benci padanya, tapi karena pengakuan atas perilakunya, aku malah merasa kasihan..!' Batin Velta.

Velta hanya dapat menghela nafas pada kata-katanya. Dia sendiri tadinya hampir menjadi orang egois yang tak tahu diri. Dan sekarang, dia malah merasa bersalah pada Leonard, orang yang baru saja ia caci maki di dalam pikirannya. Padahal, seharusnya Velta yang meminta maaf.

"Tak apa... Aku, juga minta maaf. Tadi.. aku memang menjadi egois.."

The Fool's Betrayal Where stories live. Discover now