BAB 23: Sosok Perempuan yang Membuat Cemburu

176 13 0
                                    

Dian duduk termenung di meja kerja menanti datangnya waktu Zuhur. Mulai sekarang, ia terpaksa harus merelakan hari libur diambil satu hari demi kelancaran acara talkshow. Lagi pula, acara ini hanya tiga bulan setelah itu dia akan menikmati bekerja office hour sebagai redaktur.

"Hayo lagi ngelamun apa?" Syukria tiba-tiba datang membuat Dian terperanjat.

"Astaghfirullah." Gadis itu mendelik nyalang seraya mengurut dada. "Kok masuk?"

Syukria mengangkat bahu singkat, kemudian duduk di kursi kerjanya. "Lagi males di rumah, jadi ke sini deh lihat syuting acara Kak Dian."

"Acara gue apaan." Dian menggoyangkan jari telunjuk. "Gue cuma ditugaskan urus keperluan Pak Fajar doang kok."

"Ya tetap aja Kakak ada andil di acara itu, 'kan?" Syukria tersenyum seraya memiringkan kepala. "Pak Fajar udah datang belum?"

"Belum. Katanya setengah jam sebelum Zuhur baru datang."

Syukria manggut-manggut. "Kayaknya bareng sama suamiku deh. Setengah jam sebelum Zuhur juga."

"Laki lo mau ke sini?"

"Iya, tadi dia yang nganterin ke sini trus pergi karena ada perlu."

"Barengan aja turun ke lobi nanti kalau gitu. Nanti juga ada tetangga gue yang datang," tanggap Dian menyandarkan punggung di kursi.

"Oya? Siapa? Calon mertua?" tanya Syukria antusias seraya menggoda Dian.

Gadis itu berdecak pelan dengan menyipitkan mata. "Bukan. Nama beliau Bu Jamilah, suka barengan sama gue salat Subuh."

Mata Syukria langsung berkedip cepat mendengar nama yang disebutkan Dian. "Ja-jamilah?"

"Iya. Orangnya baik banget, Syuk." Dian tersenyum mengenang pertemuan pertama dengan Jamilah. "Bayangin nih, waktu pertama gue salat Subuh ke masjid. Beliau yang paling welcome sama gue."

"Care banget orangnya. Udah cantik, baik lagi," sambung Dian dengan tatapan berbinar.

Syukria ternganga dengan penjabaran Dian akan sosok wanita bernama Jamilah. "Masih muda ya, Kak?"

Dian menggeleng cepat. "Kayaknya sih nggak beda jauh sama nyokap gue. Sama-sama ikut majelis taklim. Mungkin umurnya baru enam puluhan."

Wanita berkerudung peach itu mengembuskan napas besar seraya menggerakkan kepala ke atas dan bawah.

"Tahu nggak, Syuk? Beliau tahu banyak tentang Pak Fajar. Mungkin tetangganya kali ya?"

"Bisa jadi, Kak."

"Tapi gue jadi was-was deh," cetus Dian bergidik membayangkan, jika Jamilah memberitahu Fajar atau orang tuanya tentang pembahasan mereka tadi Subuh.

Dian menjepit bibir ketika ingin menceritakannya kepada Syukria. Sesaat kemudian ia mengurungkan niat. "Nggak jadi deh."

"Yah, kok nggak jadi cerita? Penonton jadi kecewa nih," kata Syukria pura-pura cemberut.

"Takut gibah dan suuzan."

"Iya juga ya?" Syukria kembali bersandar lesu di kursi. Wanita itu menatap lekat Dian sembari mengangguk-angguk kecil.

Pandangan mata hitam bulat Dian beranjak menuju jam dinding. Waktu telah menunjukkan pukul 11.00. Tiga puluh menit lagi, Fajar akan tiba di sini untuk menunaikan salat Zuhur di musala gedung yang selalu dibuka, karena ramainya penonton menyaksikan syuting. Mereka sering menggunakan musala tersebut, karena memang dikhususkan untuk umum, bukan karyawan.

"Syuk," panggil Dian ketika kepala terkulai di atas meja.

"Kenapa, Kak?"

"Gue masih belum lihat foto kakak lo. Mana?" Dian ternyata masih penasaran dengan kakak Syukria.

Mengejar Cinta Ustaz Tampan [TAMAT]Where stories live. Discover now