BAB 9: Mencari Tahu Tentang Fajar

153 17 0
                                    

Menjelang subuh, Dian sudah duduk termenung di pinggir tempat tidur. Mata hitam bulatnya mengecil ketika memikirkan bagaimana cara mencari informasi lebih banyak lagi tentang Fajar. Tangannya langsung bergerak meraih ponsel dari atas nakas, kemudian mencari sosial media pria itu.

Kepala terkulai lesu ketika tidak menemukan satupun sosial media atas nama Fajar Faizan yang berprofesi sebagai dosen di salah satu Universitas Islam. Foto profil yang mengacu kepada pria itu juga tidak ada.

"Masa iya tanya ke Bu Jamilah?" Kepalanya menggeleng cepat. "Gengsi ah. Apalagi kalau dese tahu gue suka sama Fajar."

Dian menggigit bawah saat masih berpikir keras. Embusan napas lesu meluncur dari sela bibir tipisnya saat belum menemukan solusi. Pandangan netra bulat itu beranjak ke arah dinding, masih ada waktu dua puluh menit menjelang subuh. Alhasil gadis itu segera melangkah ke kamar mandi.

Genap hari keempat melakukan rutinitas baru salat Subuh ke masjid, Dian mulai terbiasa. Mata yang pada awalnya enggan dibuka, sekarang langsung melek ketika mendengar alarm pertama. Tidak terasa juga dingin air mandi mengguyur tubuh di pagi hari. Apalagi ia tahu ternyata mandi sebelum waktu Subuh sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Lima belas menit kemudian, Dian segera keluar dari kamar mandi kemudian mengambil mukena dan sajadah yang akan dibawa ke masjid. Gadis itu bergegas keluar dari kamar, lalu mengendap-endap menuju pintu rumah. Seperti biasa, ia berhasil melewati momen menegangkan dengan mulus.

Azan Subuh menggema ketika Dian tiba di pagar halaman. Suara muazin (orang yang mengumandangkan azan) ini belum pernah terdengar selama ia menunaikan salat Subuh di masjid. Terdengar asing, tapi begitu merdu di telinga. Irama yang dilantunkan juga begitu indah dan syahdu, meski tidak seperti azan yang dilantunkan oleh Bilal bin Rabah.

"Kayak suara Fajar," gumam Dian seraya bergerak menuju masjid. Dia ingat dengan lantunan ayat yang dibacakan pria itu saat salat Subuh pertamanya beberapa hari lalu.

Senyum mengambang di paras ketika gadis itu mempercepat langkah kaki. Dia ingin memastikan sendiri apakah dugaannya benar atau salah. Jika benar, berarti ia akan berjumpa dengan pujaan hati.

"Neng Dian," panggil wanita paruh baya yang berjumpa dengannya beberapa hari lalu.

Kepala yang dihiasi rambut model bob itu bergerak ke kiri. Seulas senyum diberikan kepada Bu Jamilah, rekan seperjuangan subuhnya.

"Tinggal di mana sih?" tanya Bu Jamilah tiba-tiba.

Jari telunjuk Dian bergerak ke arah timur dari jalan. "Tinggal di sana, Bu."

"Oh, anaknya Mpok Royati?" tebak wanita paruh baya berkerudung itu.

"Iya. Ibu tahu sama Nyak saya?"

Sebuah tepukan diberikan di lengan Dian seraya decakan pelan. "Tahu dong. Lha Ibu sering ketemu sama Mpok Royati di majelis taklim."

Bibir Dian sedikit terbuka, lalu mengangguk maklum. "Oh iya. Nyak saya ikut majelis taklim di sini juga. Lupa."

"Ayo masuk sekarang, biar bisa salat sunah dulu," ajak Jamilah menarik tangan Dian.

Gadis itu terkadang dibuat bingung dengan perlakuan Jamilah yang berbeda dengan jamaah lain. Wanita paruh baya itu tampak peduli dengan keberadaannya. Sementara jamaah lain tidak menghiraukan kehadiran Dian.

Tiba di dalam masjid, mereka langsung menunaikan salat sunah karena telah berwudu sebelum berangkat. Selesai menunaikan salat sunah, mereka duduk terlebih dahulu sembari menunggu ikamah.

Jamilah mendongakkan kepala melihat ke sela tirai pembatas yang sedikit terbuka. Dia menoleh ke arah Dian yang menundukkan kepala sejak tadi.

"Sepertinya yang jadi imam nak Fajar lagi," bisik Jamilah tiba-tiba.

Mengejar Cinta Ustaz Tampan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang