BAB 2: Saran yang Diabaikan

387 21 0
                                    

Dian keluar dari gedung nusantara dengan wajah semringah. Wawancara dengan narasumber selesai dilakukan, setelah menunggu hampir dua jam. Memang tidak mudah mewawancarai anggota DPR, apalagi jika yang bersangkutan tidak berada di kantor. Harus menunggu terlebih dahulu hingga datang.

"Pantesan aja artis banyak yang minat jadi anggota DPR. Duitnya gila!" gumam Dian bermonolog dengan kaki melangkah menuju area parkiran.

"Kerja bisa nyantai, duit masuk ratusan juta. Beda sama gue yang harus pontang-panting kerja demi sedikit cuan," racaunya lagi setengah berbisik.

Ponsel bergetar di dalam saku ketika ia membuka pintu mobil. Dian mengetuk sekali earphone bluetooth yang terpasang di telinga kiri. Dalam hitungan detik terdengar suara pria di seberang sana.

"Gimana, Di? Sukses?" tanya suara bas.

Dian memutar bola mata seraya meletakkan tas ransel di kursi penumpang kiri mobil. "Sukses dong, Pak. Dian gitu loh!" sahutnya bangga.

"Krisdayanti bilang apa tentang statemen sebelumnya?" Pertanyaan lain diajukan oleh redaktur.

Gadis itu duduk di dalam mobil, kemudian menyalakan mesin. Dia bersandar seraya memukul pelan pundak dengan kepalan tangan.

"Biasa, Pak. Meluruskan berita sebelumnya. Katanya sih dana reses itu nggak masuk ke dana pribadi, tapi untuk kegiatan aspirasi daerah," jelas Dian sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Krisdayanti saat wawancara tadi.

Dia baru saja mewawancarai penyanyi kondang Indonesia yang sekarang duduk di kursi DPR. Sang Artis sebelumnya sempat membuat geger dengan pernyataannya mengenai detail gaji dan uang yang diterima oleh masing-masing anggota perbulan.

"Kirim beritanya sekarang, biar saya masukkan berita headline," suruh redaktur tempat Dian bekerja.

"Sekarang, Pak?" Mata hitam itu membulat sempurna.

"Iya sekarang!"

"Yah, nggak bisa sekarang banget, Pak. Belum saya tulis artikelnya," sahut Dian dengan wajah mengerucut.

"Lima menit bisa ya?"

Bibir tipis Dian auto berkerut-kerut. Perut yang belum diisi sejak tadi pagi sudah mulai berdendang di dalam sana. Niat untuk memakan ketoprak di daerah Senayan terpaksa ditunda.

"Dian?" Ternyata redaktur masih menunggu jawabannya.

"Ya udah deh, Pak. Lima menit tanpa editing ya," tawar Dian pasrah.

Pekerjaan yang dilakoni memang seperti ini, semua kejar tayang. Apalagi berkaitan dengan isu yang sedang panas. Pasti berlomba-lomba dengan media lain dalam meluncurkan berita.

"Lo harus kerja baik-baik dulu di sana, Di. Mulai dari bawah lagi, biar cepet naik jadi redaktur."

Kalimat yang pernah dilontarkan Raline sewaktu dirinya baru bekerja di Yohwa.com and Magazine kembali terngiang. Sang sahabatlah yang merekomendasikan Dian bekerja di perusahaan ini, karena jenjang karir yang bisa dikatakan bagus.

Setelah panggilan berakhir, Dian langsung menuliskan hasil wawancara dalam bentuk artikel berita. Dengan keahlian sepuluh tahun sebagai wartawan, ia menyusun kata demi kata yang menarik tapi tidak keluar dari jalur. Semua sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Krisdayanti, meski diberikan bumbu penyedap.

Menjelang menit kelima, sebuah artikel berjudul 'Bukan Masuk Kantong Pribadi, Inilah Fungsi Dana Rp 450 juta Anggota DPR' berhasil dikirimkan melalui email. Dian juga menuliskan pesan ke aplikasi chat milik redaktur, agar membuka surat elektronik.

Tak lama sebuah pesan masuk ke ruangan obrolan yang sama.

Redaktur Keceh: Dian jangan balik ke kantor dulu. Langsung ke balai kota, ada berita hangat. Nanti saya kirim detailnya.

Mengejar Cinta Ustaz Tampan [TAMAT]Where stories live. Discover now