"Kau benar, Al, aku pun tidak sanggup menyakitinya. Tenanglah, aku akan menemanimu, Al," ucap Rolf di dalam pikiranku.

Jujur saja aku sedikit terkejut mendengar ucapannya. Baru kali ini aku mendengar Rolf se-pasrah itu. Entah kemana sosok keras kepalanya tadi yang menyuruhku memperkosa Natalie.

Tidak ku sangka, dia pun tidak kuat melihat wanitanya menangis.

Wajahku masih menunduk, tidak mau mempedulikan Natalie. Mungkin dia sudah pergi dan meninggalkanku. Aku tidak akan mengejarnya lagi.

Setidaknya aku sudah memberitahunya jalan aman agar tidak terserang werewolf lagi. Kaum kami benci keramaian, karena itulah aku menyuruhnya untuk lewat jalan raya.

Namun, bayangan seseorang di hadapanku mengalihkan pikiran. Hanya dari bayangannya saja, aku dapat menebak postur tubuhnya yang cantik itu, Natalie.

Spontan aku mendongak dan melihatnya berada di hadapanku. Dia mengusap matanya, menghapus air di sana dan menatapku sayu.

Tangannya yang terangkat itu menampilkan dadanya lebih jelas. Pipinya yang merah juga tampak imut di mataku.

 Pipinya yang merah juga tampak imut di mataku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"A-aku akan membantumu, Al. Ajari aku, tapi hmm jangan sampai masuk, aku belum siap," ucapnya dengan nada gugup. Matanya tidak mau menatapku dan bibir merahnya dia gigit seakan menggodaku.

Sedangkan aku, masih menganga, mencerna apa yang Natalie ucapkan. Pikiranku terasa blank dan mataku hanya terpaku pada kecantikannya.

Perlahan, Natalie terduduk dan membantuku melepas rantai besi ini. Entah kekuatan darimana, dia bisa mengetahui letak kuncinya.

Walaupun tangannya bergetar, dia tetap membukanya secara hati-hati, tidak ingin menyakitiku.

Tanpa dia sadari, setiap sentuhannya membuatku merinding kegelian. Hal ini membangkitkan hasratku lagi untuk menerkamnya.

Tidak, tidak boleh. Aku tidak akan membuat Natalie menangis lagi.

"Aku sudah menyuruhmu pergi, Nat. Sana, pergi saja hus hus. Aku tidak butuh kau," sindir ku dengan merenggut tidak suka.

Pipiku mengembung dengan bibir mengerucut ke depan. Walaupun begitu mataku tetap menatapnya was-was, takut Natalie benar-benar pergi dari hadapanku.

Bagaimanapun, ini kesempatan langka. Jarang-jarang Natalie menyodorkan tubuhnya padaku.

Bahkan Rolf sudah kesenangan di dalam sana dengan mengaum berulang kali.

Mendengar ucapanku, bukannya tersinggung, Natalie malah sedikit tertawa dan tersenyum cantik setelahnya. Tangannya tiba-tiba saja mencubit pipiku dan menariknya kencang.

"Baiklah aku pergi," ucapnya singkat yang menusuk hati.

Setelah membuka rantai besiku, dia hanya tersenyum menggoda dan berdiri seakan ingin menjauhiku.

Pet Me, I'm Your Wolf!Where stories live. Discover now