8. Tentang Niskala yang Tidak Kunjung Pulang

16 1 0
                                    

2017.

"Niskala Amoolya?" waktu absensi di jam kedua pelajaran hari ini sedikit lebih menegangkan dari biasanya. Pasalnya, sudah hampir sebulan tahun ajaran baru dimulai dan sang pemilik nama belum juga menunjukkan batang hidungnya disekolah.

"Belum datang juga?" guru matematika yang berseragam ketat itu menatap ketua kelas yang duduk di barisan depan.

"Belum bu"
"Lapor lagi ke wali kelas kalian, ini sudah hampir setengah semester dia ngga masuk, jangan mentang-mentang dari SD sini dia jadi seenaknya ya" sang ketua kelas yang diceramahi itu hanya bisa mengangguk pasrah.

"Eleena, tolong chat Niskala yah, suruh balik cepet, kasian bu Rina di tanyain terus sama guru-guru" si ketua kelas itu memerintah Eleena yang duduk dibelakangnya.

"Loh? Kok gue? Gue gak kenal Niskala" gadis berkuncir kuda itu berusaha menolak dengan halus.

"Iya, tapi kan lo sekertaris, dari awal juga gue udah ngasih kontak semua anak kelas tujuh B kan?" Eleena hanya bisa mengangguk pasrah.

Mata sipit milik Eleena menatap kosong papan tulis di depannya. Sudah lebih tiga minggu sejak tahun ajaran baru dimulai dan pria bernama Niskala Amoolya itu belum juga masuk sekolah. Dari yang dirinya ketahui, Niskala merupakan lulusan dari SD yang sama dengan SMP yang dirinya tempati saat ini otomatis, guru-guru di sini cukup mengetahui Niskala yang mudah bergaul dengan siapa saja itu, sepertinya.

Lena juga jadi semakin penasaran saat dirinya diminta oleh wali kelas mereka untuk pergi ke sekolah dasar yang bersebelahan dengan SMP mereka saat ini dan mengambil barang milik Niskala yang tertinggal disana. Dirinya sedikit terkejut saat benda yang tertinggal di loker sekolah milik pria itu adalah selembar sertifikat penghargaan karena sudah memenangkan lomba lukis.

Sejak saat itu, dirinya sedikit penasaran dengan sosok Niskala yang belum pernah ditemuinya hingga saat ini. Seperti apa tampang pria itu? Apakah gaya berbicaranya akan se-seniman sertifikat penghargaan yang belum juga bisa dirinya serahkan ke sang pemilik? Bagaimana bisa pria itu tanpa beban tetap berlibur sementara sekolah terus berjalan? Dan masih banyak lagi pertanyaan milik Eleena yang mengudara sebab Niskala belum juga bisa tertangkap raga nya oleh mata sipit milik Lena.

"Lo kenapa sih?" Eleena merasa terganggu dengan teman sebangkunya yang terus-terusan bergerak gelisah sambil memegangi perutnya.

"Sakit perut lagi?" Eleena kembali bertanya sebab teman sebangkunya tak kunjung menjawab.

Gadis berambut tebal itu mengambil sebotol minyak kayu putih dari tas nya lalu meletakkan benda tersebut ke atas meja teman sebangkunya.

Zalfa Magnolya. Teman sebangku Eleena yang tampangnya sangat dingin membuatnya penasaran dan memutuskan untuk langsung mengambil tempat di sebelah gadis dengan nama akhiran bunga itu begitu saja.

Seminggu pertama mereka habiskan dengan saling diam, berbicara jika butuh saja sampai-sampai Lena menjustifikasi jika manusia yang duduk di sebelahnya itu sangatlah jutek dan tidak sopan singkatnya, tidak menyenangkan. Lalu seminggu setelahnya Eleena berhasil menemukan kesamaan milik mereka berdua yaitu buku. Dirinya mendapati teman sebangkunya yang biasa dipanggil Liya itu membaca sebuah novel yang sudah pernah dirinya tamatkan sebulan yang lalu. Setelahnya, muncul alasan dari terciptanya pembicaraan diantara mereka berdua.

Dari pembicaraan itu jugalah Eleena tau jika Liya ternyata berasal dari luar kota dan tinggal di asrama yang disediakan oleh sekolah mereka. Dari situ jugalah Lena tau jika gadis berambut pendek itu sangat lucu jika sedang tertawa hingga menampilkan dua buah gigi kelincinya. Dari sana jugalah tiba-tiba muncul kebiasaan baru milik mereka yang harus selalu bertukar novel yang sedang dibaca kepada satu sama lain jika sudah menamatkan buku masing-masing.

Tentang Aku, Manusia, dan InnefableWhere stories live. Discover now