7. Tentang Kebiasaan yang Terasa Asing

19 1 0
                                    

2019.

"Lena" sang pemilik nama membalikkan badannya saat suara berat tertangkap oleh telinganya.

Tubuh gadis itu menegang, tangannya yang sedang memegang wadah minuman berlogo salah satu coffee shop itu mengerat saat melihat sosok pria bertubuh tinggi berdiri tepat dua langkah didepannya.

Gadis itu seketika saja menyesal mati-matian karena menyetujui permintaan Erik yang ingin dirinya datang dan membantu tugas bahasa inggris milik pria itu. Eleena seketika ingin menginjak kaki Erik yang membuatnya terjebak dalam situasi ini sekencang yang dia bisa.

"Kenapa?" tidak, dirinya tidak bermaksud untuk membalas dengan nada yang sedingin itu. Tidak pernah. Hanya saja, entah kenapa emosinya seketika saja tidak menentu dan tidak bisa terkontrol saat berhadapan dengan Kala.

"Ini, mamah nitipin ini buat kamu" pandangan Eleena tertuju pada sebuah paper bag yang berada pada genggaman Niskala.

Jika di ingat lagi, sudah lama dirinya tidak mendapat titipan makanan dari mamah Niskala yang tidak pernah gagal dalam segi rasa. Jika dulu Lena dengan senang hati menerima, kali ini rasanya berbeda. Dirinya merasa sedikit berat untuk menerima titipan dari mamah Niskala di tengah-tengah manusia yang berlalu lalang saat ini, Eleena juga mengetahui tak sedikit pasang mata yang menaruh perhatian pada dirinya dan Niskala.

"Eh, gapapa?" Ingin sekali Lena memukul kepalanya kencang-kencang. Kenapa malah kalimat seperti itu yang keluar dari mulutnya? Kenapa justru malah dirinya yang terlihat bodoh didepan Kala? Jelas-jelas selama ini Lena selalu memasang wajah angkuh tak mau tau setiap berpapasan dengan pria itu, dan saat ini Eleena hanya bisa bersikap seasing mungkin dengan Kala.

"Loh? Bukannya mamah emang suka ngasih makanan ke kamu dari dulu?" Ini yang Lena benci. Saat Niskala mulai mengucapkan kata dulu dan Mamah.

Sementara Eleena selalu menghindari mati-matian pembahasan soal dulu dan hal-hal menyenangkan mengenai mamah pria itu sejak setahun yang lalu, dan hari ini berdirinya Niskala dengan sebuah paper bag mengahancurkan pertahanan diri Eleena yang sudah berjanji untuk tidak lagi mengenang soal pria di depannya ini dan sejuta kehangatan milik mamahnya.

"Ah, dulu ya" gadis di hadapan Kala bergumam pelan. Niskala menghancurkan skenarionya yang sedang berpura-pura tidak terlalu kenal dengan pria itu saat ini.

"Apa Na?" Kala memastikan.
"Hah? Gapapa" Niskala tersenyum tipis, sangat tipis hingga Eleena yang sangat peka terhadap Niskala juga tidak menyadari bahwa senyuman sedang terbit di bibir indah pria itu.

"Nih, kata mamah tempatnya nanti aja di balikin, salam juga sama mama dirumah ya Na" setelah itu Eleena berdiri mematung sambil mengamati hilangnya Kala dari pandangannya.

Benci sekali rasanya dia dengan kondisi saat ini. Dirinya selalu luluh setiap Niskala menyebutkan kata mamah. Pria itu sedari awal memang tidak pernah memberikan kepemilikan di akhir penyebutan mamah nya saat dengan Lena misalnya seperti mamahku. Dirinya selalu membuat Lena merasa bahwa sosok wanita anggun berleher jenjang itu bukanlah sosok asing melainkan seorang ibu dari Niskala yang juga sangat menyayanginya sama besar seperti dia menyayangi anak laki-lakinya dan, faktanya Eleena lupa bahwa dia pernah terbiasa dengan hal itu.

"Mamah, mama, gue jadi ga ngerti deh yang mana nitip salam yang mana nitip makanan" Eleena berucap sambil menghela napas kasar seiring dengan langkahnya yang mulai keluar dari kelas Erik dan Niskala.

"Ikut gue" tangan Eleena ditarik begitu saja membuat sang pemilik yang baru melangkah sejengkal itu terkejut.

"Mau kemana sih Er?! Gausah narik!" Pekik Eleena.

Tentang Aku, Manusia, dan InnefableWhere stories live. Discover now