27. Kemunculan Sadam

Start from the beginning
                                    

"Ya Allah, Ya Rabb. Tahanlah amarah ini. Berikan petunjuk mu. Berikan kemudahan. Berikan hamba kesabaran."

Azzam terus saja berbatin untuk bisa menahan kesabaran nya. Ia tidak fokus bagaimana untuk menghukum Najwa dan Syifah. Melainkan mencari cara untuk mencari Hana.

"Tolong kepada pengurus" Titah Azzam dengan cepat. Pengurus pesantren hanya menganggukkan kepala.

Azzam melangkah untuk segera pergi ke ndalem. Mengambil kunci motor. Saat itu juga, Umma keluar dari kamar nya cepat. Wajah nya gelisah.

"Nak. Hana. Hana ga pulang pulang. Apa benar yang di katakan Zhafran tadi itu benar?"

"Iya, Umma. Dan untuk itu, Azzam izin keluar. Umma jaga diri disini. Azzam usahakan pulang membawa Hana."

"Iya, nak. Iya. Hati hati."

"Na'am."

*****

"Gue Sadam. Sadam Putra. Masih ingat?"

"Ya, masih ingat. Teman paling dekat nya Bhian."

"Oh, ngga, Han. Bukan cuma itu. Lo harus ingat, kalau kita juga temanan dekat meski dulu beda sekolah." Jelas Sadam secara terus terang.

Hana melihat sosok pria dihadapan nya, memberikan uluran tangan. Gadis itu melihat nya serius. Pria yang bernama Sadam itu menurunkan tangan nya setelah menerima koneksi bahwa Hana tidak ingin menerima uluran nya.

"Kenapa? Kenapa ngga mau nerima?"

"Bukan mahram."

"Tobat, Han?"

"Kayaknya iya."

Sadam menaikkan alis nya sebelah. Melihat penampilan Hana. Berbeda drastis dari apa yang ia kenal sebelum nya. Seketika pikiran nya membandingkan penampilan Hana yang dulu dengan sekarang.

Berbeda sekali?

"Kenapa bisa?"

"Ngga tau. Cuma Allah yang tau."

"Lo kenapa jadi cuek kayak gini? Biasanya akrab banget. Bahkan kalau ketemu pasti pelukan—"

"Ngga, ngga. Ngga. Ngga bisa. Udah, bubar. Gue mau pulang. Lo membuang waktu gue di pasar ini. Teman teman gue pasti udah pulang"

"Lo jadi anak pesantren, ya?"

Ketika Hana baru saja ingin berbalik badan untuk melangkah, ia berhenti. Menaikkan alis nya sebelah.

"Bukan anak pesantren gue."

"Ada surat ijin keluar sementara dari pesantren. Tapi bukan atas nama lo." Sadam memberikan secarik kertas. Itu surat ijin keluar milik Syifah yang mungkin sempat ia pegang saat Syifah sedang memindahkan belanjaan ke wadah kantong plastik yang lebih besar.

"Punya teman."

"Kenapa bisa lo masuk pesantren?"

"Ngga ada hubungan nya sama lo. Udah, bubar. Ngga perlu lo tau, panjang cerita nya. Kalau di ceritain, nanti kelamaan disini. Kalau kelamaan sama lo, nanti orang ketiga nya setan. Bukan mahram."

Sadam mengerutkan alis nya dengan tajam.

"Han, kenapa bisa—"

"Banyak nanya. Udah. Mau pulang dulu."

"Mau gue antar pulang?"

"Ngga usah. Pesantren dekat. Modal jalan kaki sekalian olahraga. Makasih."

Sadam mengikuti Hana yang berjalan. Namun perkataan barusan membuat Sadam sedikit merenung akan pesantren. Pesantren yang di dekat. Pasalnya, di daerah ini, ada beberapa pesantren. Dan hanya pesantren Al-Furqan yang cukup dekat dari pasar.

GUS AZZAM Where stories live. Discover now